Kuat sekali keinginan Sahrul
untuk mengetahui masalah yang sedang dihadapi istrinya. Namun untuk
menanyakannya tentunya dia tidak berani. Sebab jika masalah itu ditanyakannya
tentu Ranti akan mengetahui kalau dirinya diikuti dalam perjalanan malamnya
dengan ayahnya Bandri. Sedang sikap Ranti sehari-hari biasa saja dan tidak
menunjukkan sedikitpun kegusaran atau wajah murung. Bahkan belakangan ini
dilihatnya Ranti lebih bersikap tenang dan sabar dalam menghadapi suaminya.
Tidak banyak tuntutan seks yang diajukan Ranti. Kalau Sahrul mengajaknya
bercumbu, Ranti memang menanggapinya dengan antusias, namun kalau inisiatif itu
tidak datang dari Sahrul maka dia sendiri tidak hendak memulai pergumulan
sebagaimana dulu-dulu dimana dia yang selalu mengajukan inisiatif penyerangan.
Sikap Ranti yang lebih
tenang dan sabar itu sendiri menjadi tanda tanya bagi Sahrul. Betapa tidak,
dari percakapan Ranti dengan Bandri malam itu dia hanya tahu Ranti sedang
menghadapi masalah besar, sedang dia sendri tidak mengetahui apa masalahnya.
Ditambah sekarang sikap Ranti terlihat lebih dewasa dan lebih tenang dalam
menghadapi suaminya ini. Untuk bertanya kepada Mayang atau Sang Ratupun Sahrul
tidak berani karena dia ingin semua teka-teki yang tengah dihadapinya ini tidak
diketahui oleh satu orangpun dari perempuan-perempuan yang dicintainya itu.
Bosan menunggu jawaban
atas masalah yang sedang dihadapi istrinya itu, akhirnya Sahrul memutuskan
untuk mengikuti lebih jauh gerak-gerik Ranti yang semakin lama semakin sering
keluar rumah dengan Bandri. Apapun urusannya dengan ayahnya di kampung seberang
sebagaimana yang disampaikan Ratih kepadanya tetap saja Sahrul harus mengetahui
karena setiap masalah yang dihadapi istrinya tentu akan menjadi masalah juga
bagi dia. Tapi setiap kali dia memancing mertuanya Ratih untuk bicara, selalu
saja Ratih mengalihkannya pada hal-hal lain berbau seks yang akhirnya membuat
pertanyaan-pertanyaan itu ditelan sendiri oleh Sahrul.
Sore itu sebagaimana
biasanya, Ranti dan Bandri telah siap-siap untuk keluar rumah lagi. Bosan
dengan sikap Ranti yang tertutup, Sahrul memancing Ranti untuk mengungkapkan
sesuatu yang mungkin saja akan membuka keberanian Ranti untuk menceritakan
masalah itu kepadanya.
“Apa kepergianmu ini
kehendak ibumu untuk memberi kesempatan kepada kami?” pancing Sahrul. Harapannya
kalau istrinya marah mendengar dia selalu bermesraan ketika Ranti meninggalkan
mereka berdua saja, tentu dia akan bercerita tentang kesulitan yang sedang
dihadapinya. Namun lagi-lagi Ranti hanya menanggapinya dengan senyum bahagia
yang nampaknya tidak dibuat-buat.
“Nikmatilah pelayanan
ibuku. Abang tentu juga memperoleh kenikmatan dari ibuku, kan? Tolong jangan
kecewakan dia, ya?” katanya enteng. Tanpa berkata panjang lebar diapun pergi
menyusul Bandri yang sudah mendahuluinya beberapa langkah.
Kali ini rasa
penasaran Sahrul benar-benar sudah sampai pada puncaknya. Diikutinya lagi anak
dan ayah yang tengah berjalan di kegelapan malam yang mulai menyelimuti bumi
Lubuk Lungun yang dingin itu. Cukup dekat dengan orang-orang yang diintipnya
itu ternyata tidak membuat Sahrul mendapat informasi apapun karena memang saat
ini Ranti dan Bandri tidak lagi bercakap-cakap seperti beberapa hari yang lalu
ketika Sahrul mengikuti istri dan mertuanya itu. Namun terlihat langkah pasti
kedua anak beranak itu menuju jalan yang masih misterius bagi Sahrul itu.
Dicobanya untuk terus mengikuti Ranti dan Bandri dari belakang. Bahkan ketika
mereka berbelok dan masuk ke jalan itu, Sahrulpun tak ketinggalan juga ikut
masuk jalan itu. Tidak dihiraukannya lagi kekhawatiran kalau-kalau Ratih
mencarinya. Yang ada dalam benaknya sekarang ini adalah pertanyaan-pertanyaan
tentang maksud dan tujuan istri dan mertuanya masuk ke jalan itu. Dan kalaupun
sampai ujung jalan dimanakah tembusnya jalan ini.
Beberapa ratus meter
jalan telah dilaluinya sambil mengendap-endap. Alangkah terkejutnya Sahrul ketika
dilihatnya jalan itu cukup besar dan bersih tanpa ditutupi oleh belukar
sebagaimana dilihatnya siang-siang setiap pulang dari melakukan pengabdian
kepada Sang Ratu. Yang juga membuat dia terkejut karena jalan itu cukup panjang
dan datar dengan badan jalan yang lurus.
“Kenapa kemarin itu
jalannya sangat sempit dan penuh belukar? Kok sekarang jalan ini sangat mulus.
Kemanakah tujuan dari jalan ini?” kata hatinya tak habis pikir.
Dicobanya untuk
menekan rasa penasaran akan pemandangan yang dilihatnya di jalan yang sangat
bagus itu. Ingin sekali rasanya dia berteriak kepada kedua orang itu untuk menanyakan
perihal jalan yang tiba-tiba saja nampak begitu lebar dan datar. Tidak seperti
siang hari ketika dia berusaha membersihkan jalan itu. Namun rasa penasaran itu
tetap ditekannya. Bagaimanapun juga tujuan dia kesini adalah untuk mengintip
dan mengetahui apa yang dilakukan istri dan mertuanya di kampung seberang
sehingga mereka harus selalu kesana hampir setiap malam.
Belum hilang
keterkejutan Sahrul akan kondisi jalan yang jauh diluar dugaannya itu, kembali
dia dikejutkan oleh tingkah istri dan mertuanya yang menghentikan langkah
tiba-tiba.
“Wah... ketahuan nih”
pikirnya. Dengan gerakan refleks Sahrul membaringkan badannya di tanah jalan
itu. Ditunggunya beberapa saat kalau-kalau istri dan mertuanya memang
mengetahui kehadirannya. Tentu mereka akan mendekati tempat dia tengkurap.
Tidak ada reaksi.
Perlahan diangkatnya kepalanya yang tadi tertunduk mencium tanah untuk melihat
reaksi mertuanya selanjutnya. Tidak ada tanda-tanda kalau mertua dan istrinya
mengetahui keberadaannya disitu. Bahkan dilihatnya Bandri sibuk menancapkan
suluh bambu yang dibawanya tadi. Sementara Ranti membentangkan sejenis kain
panjang di atas tanah. Usai membentangkan kain itu Ranti duduk bersimpuh dan
tangannya berusaha merogoh sesuatu perbekalan dari tas jinjing yang dibawanya
dari rumahnya tadi. Beberapa rangkaian bunga dan buah-buahan kecil keluar dari
tas jinjing itu. Dipersiapkannya bunga-bunga rampai itu di depan mereka untuk
kemudian kedua anak beranak itu duduk bersila di atas kain panjang yang
dibentangkannya tadi dengan posisi menghadap kesebelah kiri jalan. Sementara di
kiri-kanan tempat duduk mereka tertancap suluh bambu yang sengaja dibuat untuk
penerangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar