Rabu, 03 Juni 2015

Penganten Rang Bunian (Part 35)



Tak ada dialog diantara mereka. Tanpa aba-aba keduanya mengambil posisi semedi. Kedua tangannya dirapatkan didada. Pandangan lurus kedepan, sementara mulutnya komat-kamit entah membaca apa. Tidak ada tanda-tanda alam yang berubah pada saat itu. Sahrul bahkan merasa heran akan apa yang dilakukan oleh kedua orang itu.
“Bentuk ritual apa lagi ini?” pikirnya. Bingung dengan apa yang dilihatnya, akhirnya Sahrul memutuskan untuk mengendap-endap pulang. Ditunggupun nampaknya tak mungkin karena tidak ada gerakan-gerakan lain yang dibuat kedua anak beranak itu selain khusu’ dengan semedi mereka. Entah mereka brsemedi untuk meminta berkah untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi Ranti atau memang tempat itu tempat keramat, Sahrul tak bisa memikirkannya karena baru kali ini dia melihat istri dan mertuanya melakukan hal itu. Namun dalam hati dia berkesimpulan kalau setiap malam Ranti dan Bandri melakukan hal yang sama di tempat yang sama. Hanya saja untuk apa mereka melakukan hal itu masih tidak bisa dipahami Sahrul.
“Nampaknya suatu hari aku harus menanyakan masalah ini kepada istriku” pikirnya sambil berlari pulang begitu dia sudah bisa keluar dari jalan itu.
Sesampainya di rumah nampaknya Ratih sedang termenung sendiri menunggu kedatangan Sahrul. Mungkin sedari tadi dia sudah menunggu-nunggu dan mencari Sahrul.
“Tentu dia akan tahu kalau tadi aku juga pergi. Bisa-bisa dia akan menceritakan semua ini pada istriku” pikir Sahrul. Dicarinya akal untuk mengelabui mertuanya agar tidak menceritakan keterlambatannya kepada Ranti.
“Sudah putus asa, ya?” katanya secara tiba-tiba dari belakang yang tentu saja membuat Ratih kaget. Betapa tidak, orang yang sedari tadi dicarinya tiba-tiba muncul mengagetkannya.
”Kamu dari mana saja? Dari tadi aku mencari kamu” tanya Ratih agak merajuk.
“Rasa-rasanya akan sangat menggairahkan permainan yang dimulai dengan rasa cemas dan menunggu yang tak pasti. Kamu pasti akan menjadi kuda binal yang tak terkendalikan lagi” rayu Sahrul berusaha menutupi kepergiannya tadi agar tak diketahui oleh Ratih.
Di istana, Mayang yang telah usai menerima tugas yang dilakukan Sahrul mulai bersantai dengan lelaki idamannya itu.
“Bagaimana khabar istrimu? Apa dia bisa menerima kesibukanmu melayani kami?” tanya Mayang begitu mereka usai melakukan permainan yang melelahkan.
“Ya... bisa. Tapi akhir-akhir ini dia sangat sibuk untuk satu urusan yang harus diselesaikannya di kampung seberang. Dia selalu pergi bersama ayahnya ke kampung itu”
“Urusan apa?”
“Entahlah. Aku juga tak tahu. Pernah kutanyakan. Tapi katanya masalah keluarga yang tak perlu aku ketahui”
“Kamu tidak penasaran untuk mengetahui urusan istrimu itu?” pancing Mayang.
“Tidak lagi. Tadinya aku memang penasaran, tapi sekarang tidak lagi”
“Kenapa? Apa karena kamu sudah tahu apa yang dilakukannya di kampung seberang itu?” pancing Mayang tambah penasaran. Tentu saja dia ingin tahu apakah Sahrul tahu bahwa Ranti akhir-akhir ini melakukan tugas agar suaminya itu melupakan jalan masuk yang masih membuat dia penasaran sampai sekarang.
“Memang aku tak tahu. Tapi untuk apa aku harus tahu sementara dirumahpun aku cukup disibukkan melayani keinginan mertuaku yang membuatku tak perlu berpikir yang macam-macam lagi” katanya berbohong. Kalau saja Sahrul menceritakan betapa dia tadi malam mellihat Ranti dan Bandri melakukan semedi yang entah untuk apa, tentu akan ada sesuatu hal yang bisa-bisa membuat dia ketahuan telah mengintip kepergian istri dan mertuanya. Sementara dia sendiri tidak tahu apakah kepergian mereka bersemedi itu memang harus dirahasiakan atau tidak.
“Jadi.. kamu terlalu terlena dengan permainan mertuamu itu, ya?” goda Mayang puas.
Karena ternyata Sahrul tidak memikirkan kepergian istrinya lagi yang berarti Sahrul juga tidak akan memikirkan jalan masuk itu lagi.
“Tentu saja aku terlena dan ketagihan. Permainannya memiliki kenikmatan tersendiri” kenang Sahrul memancing rasa cemburu Mayang.
“Kalau aku? Apa permainanku kurang memuaskan?” tanyanya penasaran.
“Permainanmu atau permainan Sang Ratu memiliki kenikmatan tersendiri pula yang tidak ada taranya. Pokoknya aku betul-betul puas bisa melayani kalian semua”.
“Makanya jangan berikir yang aneh-aneh yang akhirnya akan membawa kamu pergi dari sini” pinta Mayang seakan berbisik manja dalam pelukan Sahrul.
“Tidak, sayang” balas Sahrul tak kalah pelan.
Betapa bahagia kedua insan ini dalam rahasia masing-masing yang menurut mereka tidak diketahui oleh satu sama lainnya.
Sebenarnya Mayang memiliki kemampuan untuk membaca pikiran Sahrul sebagaimana halnya dengan Sang Ratu ataupun Ranti. Namun entah apa yang menyebabkan dia begitu terlena dengan bujuk rayu dan permainan gila Sahrul yang telah membuai hatinya dalam kenikmatan tiada tara sehingga tanpa terasa dia sebenarnya sudah tidak bisa lagi membaca apa yang dipikirkan Sahrul. Sebagaimana juga Ranti, saat ini Mayang maupun Sang Ratu telah larut dalam tuak cinta dan gairah yang memabukkan yang diberikan Sahrul. Namun hal itu mereka anggap wajar. Wajar kalau mereka menikmatinya dengan segenap perasaan. Justru yang tidak boleh melibatkan perasaan dalam permainan ini hanyalah Ranti, istri Sahrul sendiri. Sebab ketentuannya hanya istri yang bersangkutanlah yang bisa mengendalikan pikiran suaminya. Dan untuk mengendalikan pikiran suaminya itu seorang istri harus mampu membaca pikiran suaminya. Tentu saja kalau Ranti sudah melibatkan perasaan dalam bercumbu rayu dengan suaminya akan bermain pula perasaan sayang, cinta dan rasa nikmat yang akhirnya justru tanpa terasa akan mengurangi bahkan bisa jadi menghilangkan kemampuannya untuk membaca pikiran suaminya itu.
Lain halnya dengan Sang Ratu, Mayang atau Ratih mertuanya sendiri. Mereka benar-benar diberi hak untuk menikmati permainan gila Sahrul dengan melibatkan segenap perasaan. Karena kalaupun mereka bisa membaca pikiran anak muda ini, tentunya mereka tidak juga  bisa berbuat apa-apa karena mereka tidak memiliki kemampuan mengendalikan pikiran suami orang lain. Mereka hanya diberi hak untuk menikmati permainan gila itu tanpa berkewajiban menjaga pengantennya agar tidak memiliki pikiran lain yang pada akhirnya berakibat kaburnya si lelaki idamannya itu.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar