Sesampainya dihadapan batu besar ceper yang mereka
jadikan Altar itu, Sang Ratu berdiri dan menunduk sejenak. Sedangkan dibelakangnya
Ranti dan Sahrul tertunduk lebih dalam lagi. Tak lama berselang Sang Ratu naik
ke atas batu ceper besar itu. Tadinya Ranti dan Sahrul merasa ragu untuk
mengikuti langkah Sang Ratu naik keatas batu ceper itu karena sebelumnya dalam
gladi resik persiapan upacara perkawinan mereka tidak dijelaskan terlebih
dahulu, namun sebagaimana upacara-upacara perkawinan yang selama ini
berlangsung di desa itu, beberapa upacara perkawinan juga ada yang dilengkapi
dengan naiknya Sang Ratu dan kedua penganten keatas batu Altar. Sedang upacara-upacara
yang tidak terlalu istimewa, kendati dihadiri oleh Sang Ratu banyak yang tidak
dilengkapi dengan pemberkatan perkawinan di atas Altar. Begitu juga dengan saat
ini, yang berarti bahwa kedua penganten dan keluarganya mendapat kehormatan
dari Sang Ratu dengan melakukan pemberkatan perkawinan mereka di atas Altar.
Melihat Sang Ratu menaiki Altar, segera Ranti yang sangat gembira menyaksikan
kenyataan itu mengikutinya dan kemudian disusul oleh Sahrul. Kendati tidak tahu
apa yang diperbuatnya, dia hanya mengikuti langkah apa yang dilakukan oleh Ranti.
Sabtu, 31 Januari 2015
Jumat, 30 Januari 2015
Penganten Rang Bunian (Part 9)
Sang Ratu berjalan menuju kursi yang telah tersedia
disisi kiri lorong menuju Altar didampingi dua orang pengawal berbadan kokoh
dan berpakaian lebih mewah dibanding semua orang yang hadir di ruangan itu.
Sesampainya dekat kursi yang tersedia itu, tanpa duduk atau berhenti dekat
kursi itu Sang Ratu masuk ke celah yang dilindungi batu menjorok untuk memberi
penghormatan pada Altar yang mereka sanjung. Berbeda dengan cara warga memberi
penghormatan kepada Altar, Sang Ratu justru naik keatas batu besar yang
dijadikan Altar itu dan mengangkat tangan setinggi-tingginya. Entah apa yang
diucapkannya, hanya terdengar seperti suatu gumaman yang bergemuruh. Suara itu
tidaklah parau, bahkan bisa dibilang merdu. Namun anehnya lengkingan merdu itu
menusuk kehulu hati bagi yang mendengarnya. Tak lama dia turun dan berjalan
mundur menuju kursinya. Tepat dikursi tengah, Sang Ratu duduk dengan anggunnya.
Kamis, 29 Januari 2015
Penganten Rang Bunian (Part 8)
“Ya. Lebih baik kita begini terus daripada kita
memikirkan sesuatu yang bisa membuat kita pusing dan kehilangan gairah” kata
Sahrul nakal. Saat iu yang dia tahu hanyalah bagaimana agar dapat terus
melakukan hubungan dengan gadis pujaan yang sebentar lagi akan dikawininya
melalui suatu upacara ritual yang sebenarnya sangat aneh baginya.
Sahrul sendiri sebenarnya merasa heran dengan tenaga
yang dimilikinya. Seakan tak pernah puas-puasnya dan tak pernah habis-habisnya dia
dan Ranti melakukan hubungan seksual seakan hidup di kampung Ranti hanyalah
untuk mengejar kepuasan birahi semata. Tenaga yang dimiliki Sahrulpun seakan
tak habis-habisnya. Berulangkali dia mencapai orgasme, namun begitu selesai
mencapai puncak kenikmatan, tenaga dan gairah Sahrul kembali pulih dan
hasratnya untuk berhubungan dengan Rantipun kembali membara.
Selasa, 27 Januari 2015
Penganten Rang Bunian (Part 7)
Tidak adanya kaum lelaki di kampung itu yang terlibat
dalam penyambutan pesta membuat Sahrul bertanya-tanya dalam hati. Apakah kaum
lelaki disini yang wajahnya lebih kurang berada dibawah standard itu tidak
senang dirinya menikahi Ranti gadis tercantik yang menjadi kembang desa itu.
Ataukah mereka memang pada siang-siang begini bekerja di ladang sehingga tidak sempat pulang?
Tak tahan dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak
terjawab dalam hatinya, Sahrul menanyakan hal itu kepada Ranti.
“Pada kemana kaum lelaki kampung ini? Tidak seperti
hari kemaren yang terlihat ramai?” tanyanya.
Penganten Rang Bunian (Part 6)
Sampai ditempat yang mereka tuju, dua buah batu besar
yang berbentuk sama terpasang disisi kiri dan kanan jalan menuju tempat yang
selama ini mereka sebut-sebut sebagai altar. Sahrul merasa asing berada
ditempat itu mengingat selama ini bayangannya akan tempat pesta adalah suatu
tempat yang terang benderang dan disemarakkan oleh hiasan-hiasan yang beraneka
warna. Yang ada ditempat itu hanyalah suatu pelataran yang lebih terang dan
bersih yang mana disekeliling pelataran itu terdapat tanah-tanah berbukit yang
melingkupinya sehingga tempat itu benar-benar terkurung dari tempat lainnya.
Namun lantai tanah pelataran itu bukan dari tanah melainkan dari batu hitam
yang basah, tapi tidak licin. Suasana di pelataran itu dingin dan berembun.
Embun yang berasal dari uap air terjun yang diterbangkan angin. Memang
berhadapan dengan batu gapura yang dipakai sebagai pintu gerbang itu, terdapat
air terjun yang cukup tinggi. Disisi air terjun itu ada sebuah lorong yang
diatasnya terdapat sebuah batu besar yang menjorok sekitar satu meter keluar
dari bukit batu itu. Lorong yang berada dibawah batu menjorok itu merupakan
satu-satunya jalan menuju altar yang menjadi pusat persembahan warga kampung
itu.
Minggu, 25 Januari 2015
Penganten Rang Bunian (Part 5)
Banyak hal yang sebenarnya ingin ditanyakan Sahrul
kepada Ranti, namun ada saja hal-hal tak terduga yang membuat Sahrul
membatalkan niatnya untuk bertanya. Baik itu sikap Ranti yang berusaha membuat
Sahrul terlena sehingga melupakan apa yang akan ditanyakannya sampai pada
hilangnya masalah tersebut dari pikiran Sahrul secara tiba-tiba sehingga dia
hanya bertanya-tanya dalam hati akan apa yang pernah terpikirkan dalam
benaknya. Namun tak berapa lama akhirnya Sahrul akan melupakan apa yang hendak
ditanyakannya itu.
Sabtu, 24 Januari 2015
Penganten Rang Bunian (Part 4)
Sahrul berjalan dibelakang Ratih, diruang depan
dilihatnya Bandri sedang berdiri menghadap jendela yang tertutup. Bahunya naik
turun seakan mencoba mengendalikan diri.
Ratih duduk di kursi panjang.
“Duduklah dulu, pak. Kita selesaikan masalah ini
secara baik-baik” kata Ratih pada suaminya.
Suaminya hanya menurut. Namun matanya yang mengandung
kemarahan tetap memandangi Sahrul yang berdiri kaku sambil menundukkan
kepalanya dalam-dalam.
“Duduklah, Rul” ajak Ratih.
“Terimakasih, bu” kata Sahrul singkat. Hanya kata-kata
itu yang terucap dari mulutnya sejak tertangkap basah tadi.
Jumat, 23 Januari 2015
Penganten Rang Bunian (Part 3 )
Merasa heran dengan tamu yang datang rata-rata
perempuan, Sahrul bertanya kepada Ranti tentang kemana perginya lelaki di desa
itu, termasuk ayah Ranti sendiri yang sedari tadi tidak pernah nampak. Namun
hanya senyum kecil yang diperlihatkan Ranti sembari menatap Sahrul dengan
tatapan lembut seakan ingin menyantap Sahrul hidup-hidup. Melihat gairah yang terpancar
dari tatapan mata Ranti itu, Sahrul akhirnya melupakan pertanyaannya sendiri.
Dinikmatinya kembali keelokan wajah dan tubuh Ranti dengan matanya yang seakan
tidak berkedip sedetikpun. Memang baru kali ini Sahrul melihat dan berdekatan
dengan wanita yang sangat cantik.
Rabu, 21 Januari 2015
Penganten Rang Bunian (Part 2)
“Bu... bukan begitu. Rasanya baru sekali ini abang
melihat adik ini didesa ini. Apakah adik baru datang dari kota atau sedang
kesasar disini?” tanya Sahrul memberanikan diri. Kondisi badannya yang tidak
berpakaian dan hanya mengenakan celana dalampun tidak disadari oleh Sahrul
padahal reaksi dari balik celana dalamnya menunjukkan betapa kagum dan terangsangnya
Sahrul akan keelokkan tubuh wanita itu. Tapi karena dia tidak mendengar ada
nada protes dan perasaan malu dari si wanita dalam menghadapi Sahrul yang hanya
berpakaian celana dalam, membuat Sahrul semakin tidak menyadari kalau dirinya
belum berpakaian.
Selasa, 20 Januari 2015
Penganten Rang Bunian (Part 1)
Seiring
meningginya matahari pagi, yang disertai kicauan burung Murai yang hinggap di
pohon jeruk nipis dibelakang rumah, Siti telah pula selesai membersihkan Udang
yang akan digulainya sebagai menu istimewa yang akan disuguhkannya pada
suaminya hari ini. Kendati sudah terbangun dari tidurnya, namun Sahrul, suami
tercintanya agaknya masih malas-malasan untuk bangun dari tempat tidurnya yang
hangat. Tentunya Siti sangat memaklumi jika Sahrul masih juga malas bangun
karena sebagai penganten baru Sahrul masih belum mulai membuka tokonya tempat
mencari nafkah sehari-hari. Biarlah dia menikmati indahnya pagi ini ditempat
tidur, pikir Siti. Sementara dirinya sendiri tidak mungkin harus
bermalas-malasan juga seperti suaminya karena sebagai seorang istri dia harus mempersiapkan makanan untuk makan
siang mereka. Apalagi sebagai orang desa mereka tidak punya pembantu, sedang
untuk membebankan tugas pengurus rumah tangga tidak mungkin diserahkannya
kepada ibunya, walaupun mereka masih penganten baru yang menikah enam hari yang
lalu.
Langganan:
Postingan (Atom)