Ratih yang sebenarnya
sudah sangat sering melakukan permainan yang hebat dengan Sahrul tetap saja
terangsang hebat melihat aksi anak dan menantunya itu. Ingin sekali dia turut
serta dalam permainan itu. Sedang untuk melakukannya dengan suaminya jelas
tidak mungkin karena Bandri sebagaimana halnya lelaki umumnya dalam kaum mereka
tidak memiliki kemampuan bertahan yang cukup lama dalam permainan seks. Bahkan yang
membuat Ratih tidak berminat melakukannya dengan suaminya karena Bandri sangat
sering mengecewakannya. Belum sempat Ratih membuka seluruh pakaiannya, biasanya
Bandri sudah sampai pada pucak kenikmatannya tanpa sempat melakukan permainan
dengan istrinya itu.
Sabtu, 08 Agustus 2015
Kamis, 06 Agustus 2015
Penganten Rang Bunian (Part 44)
“Keputusan Sang Ratu
untuk menjadikan Bang Sahrul sebagai warga tetap kampung kita dan menjadi kaum
kita. Dia pasti akan sangat gembira”
“Jangan, Ranti. Jangan
sekali-kali kamu mendahului pemberkatan yang akan diberikan Sang Ratu kepada
suamimu. Kalau sampai dia tahu akan diberi pemberkatan menjadi warga tetap
pasti dia akan bertanya-tanya statusnya selama ini. Hal ini akan memulihkan ingatannya
bahwa dia bukan kaum kita. Tentu dia akan bertanya dimana kampungnya yang
akhirnya akan membawa dia pada kesadaran bahwa dia punya kampung lain selain
disini”.
“Benar juga ya, Yah. Untung
ayah mengingatkanku. Kalau saja aku menyampaikan berita gembira ini sebelum
Sang Ratu memberkatinya, bisa-bisa aku justru akan kehilangan dia
selama-lamanya sebelum pemberkatan di bulan punama dilakukan” jawab Ranti
seakan baru menyadari kekeliruan yang hampir saja diperbuatnya yang dapat
berakibat fatal bagi kehidupannya selanjutnya.
Senin, 03 Agustus 2015
Penganten Rang Bunian (Part 43)
Hari yang
dinanti-nanti Ranti dan Bandri akhirnya datang juga dimana dia dapat kesempatan
untuk bertemu dengan Sang Ratu guna melaporkan kejadian yang sudah mulai tidak
bisa dikendalikannya.
“Mohon ampun, Sang
Ratu. Kami telah berusaha untuk menutup jalan masuk itu dari ingatan Sahrul. Namun
jalan itu seakan tak mau lagi menutup. Bahkan kalau kami tidak mencegahnya,
jalan itu semakin terbuka lebar karena Sahrul selalu memusatkan pikirannya ke
arah jalan itu” kata Bandri melaporkan situasi yang dihadapinya. Memang sengaja
melapor pada hari itu karena kemarin Sahrul sudah datang ke istana guna melakukan
pengabdian kepada Sang Ratu. Tentu saat ini Sahrul tengah melakukan pengabdian
kepada Mayang sehingga Sang Ratu bisa ditemui tanpa ketahuan oleh Sahrul.
Penganten Rang Bunian (Part 42)
Begitu dapat menguasai
dirinya, Sahrul mengendap-endap meninggalkan tempat itu. Tak diduganya kalau
malam ini tujuannya yang tulus untuk membantu istri dan mertuanya ternyata
harus berubah seiring perkembangan pengetahuannya akan maksud kedua orang itu
yang sama sekali tak dimengerti olehnya. Dengan berjalan gontai Sahrul terus
memikirkan ucapan-ucapan Ranti dan Bandri tadi.
“Kekuatan pikiran? Ingatan?
Jalan masuk? Kampung halaman? Apa ini?” tanyanya tak habis pikir.
Minggu, 02 Agustus 2015
Penganten Rang Bunian (Part 41)
Setelah memastikan
kalau Ratih sudah benar-benar tidur, Sahrul beranjak perlahan dari ranjang yang
sudah kusut masai tak berbentuk itu. Diraihnya pakaiannya untuk dibawa keluar. Bagaimanapun
dia tidak ingin gerakannya akan membangunkan Ratih.
Usai mengenakan
pakaiannya diluar, Sahrul segera berlalu dari rumah itu menuju jalan yang
membuat dia penasaran. Tak lain tujuannya kali ini adalah untuk melihat apakah
Ranti dan Bandri masih bekerja di jalan itu. Kalau memang mereka masih bekerja
disana, Sahul berniat untuk membantunya. Tak mungkin rasanya bagi dia untuk
membiarkan istrinya menghadapi masalah seorang diri tanpa dibantu. Bisa tidaknya
dia membantu nanti, yang jelas dia ingin menunjukkan itikad baiknya untuk
membantu.
Penganten Rang Bunian (Part 40)
“Apa yang sebenarnya
sedang dilakukan istri dan mertuaku itu. Kenapa mereka selama ini mengatakan
kalau jalan itu tidak ada. Tapi justru jalan itu sangat besar ketika mereka
bersemedi disana. Sedangkan siang harinya aku lihat jalan itu semakin
menghilang saja karena tidak pernah lagi aku siangi” pikirnya.
Dicobanya kembali
memeras otaknya yang pas-pasan dan sudah mengalami pengurangan kemampuan
semenjak dia hanya memikirkan hal-hal yang berbau seks dan pelayanan seks
kepada empat orang wanita tercantik dikampung itu.
“Aku rasa ada kaitannya
antara jalan yang mereka bantah itu dengan dijemputnya aku setiap pulang dari
istana. Pasti mereka tidak ingin aku mengetahui adanya jalan itu. Tapi kenapa?
Dan jalan apa itu yang membuat mereka sangat ketakutan kalau aku mengetahuinya?
Bahkan Mayang sendiri juga pernah melarangku untuk memikirkan hal-hal yang
lain” pikirnya terus menerus.
Langganan:
Postingan (Atom)