Begitu dapat menguasai
dirinya, Sahrul mengendap-endap meninggalkan tempat itu. Tak diduganya kalau
malam ini tujuannya yang tulus untuk membantu istri dan mertuanya ternyata
harus berubah seiring perkembangan pengetahuannya akan maksud kedua orang itu
yang sama sekali tak dimengerti olehnya. Dengan berjalan gontai Sahrul terus
memikirkan ucapan-ucapan Ranti dan Bandri tadi.
“Kekuatan pikiran? Ingatan?
Jalan masuk? Kampung halaman? Apa ini?” tanyanya tak habis pikir.
Dicobanya untuk
mengkait-kaitkan semua pertanyaan itu dengan keberadaan jalan yang menurutnya pernah
dilaluinya bersama istrinya itu.
Pikirannya semakin
diarahkannya pada kata-kata jalan masuk dan kampung halaman. Sampai kakinya
tanpa terasa sampai dirumah, masih belum ada sedikitpun gambaran yang
didapatnya tentang jalan masuk dan kampung halamannya. Apalagi dilihatnya Ratih
masih tergolek seperti waktu dia meninggalkan rumah tadi. Tetap tanpa busana
dan terlihat lelah dan berkeringat.
Tak ingin mengganggu
Ratih, Sahrul duduk diruang tamu sambil pikirannya terus menerawang pada
pembicaraan antara Ranti dan Bandri di jalan tadi.
Lelah memikirkan jalan
masuk dan kampung halaman yang tadi didengarnya, tanpa terasa matanya menutup
untuk kemudian tertidur dikursi ruang tamu itu.
Menjelang pagi, Sahrul
yang baru tertidur itu dibangunkan Ratih.
“Kenapa tidur disini,
sayang? Kapan kamu pindah kesini?” tanya Ratih heran. Sebab tadi malam sebelum
tidur masih dilihatnya Sahrul tergolek disampingnya.
“Tadi malam aku masih
sangat ingin menikmati permainan gilamu. Tapi karena kamu sangat lelah maka aku
mengalah. Tapi mata dan libidoku tidak mau tertidur sehingga aku duduk-duduk
disini. Tak tahunya malah ketiduran” katanya berbohong. Sahrul takut Ratih
mencurigainya. Kalau saja Ratih tahu Sahrul telah mengalami perjalanan yang
membingungkan semalam, tentu dia akan marah dan menceritakannya pada Ranti atau
Bandri. Namun agaknya apa yang disampaikan Sahrul barusan dapat diterima Ratih.
Dengan manja dia menghempaskan tubuhnya dalam pangkuan Sahrul.
“Kalau memang kamu
sangat ingin menikmatinya, kenapa tidak kamu bangunkan saja aku? Aku masih
bersedia melayani kamu. Walaupun aku sendiri juga lelah” bujuknya.
“Sebaiknya kita mandi
dan sarapan dulu. Baru setelah itu kita mulai lagi” katanya mengelak. Bagaimanapun
Sahrul yang baru saja tertidur setelah bekerja keras semalam tentu akan
kesulitan meladeni hasrat birahi mertuanya itu. Namun untuk mengatakan yang
sebenarnya, dia harus berpikir panjang.
Sore harinya Ranti dan
Bandri sudah sampai dirumah. Tidak tampak sedikitpun kekecewaan diwajahnya. Justru
kerinduan yang diperlihatkannya pada Sahrul. Seakan-akan dia memang baru saja
dari rumah kerabatnya, bukan dimana tempat dia sedang berusaha menghapuskan
sesuatu dari ingatan Sahrul. Sahrul sendiri mendapatkan reaksi birahi yang
memuncak dari istrinya, berusaha pula untuk meladeninya seakan kerinduannya
juga sudah menggunung. Kendati diakuinya bahwa dia juga sangat ingin segera
mereguk kebahagiaan di ranjang dengan istrinya itu, namun Sahrul dalam hatinya
tetap menyimpan pertanyan yang ingin sekali diajukannya kepada Ranti. Ingin sekali
dia berteriak tentang maksud dari jalan masuk atau kampung halaman yang
dibicarakan Ranti dengan Bandri di jalan itu. Namun karena dia sendiri belum
tahu tentang apa yang dimaksudkan dengan semua perbincangan yang membingungkan
itu, ditekannya keingintahuannya sedalam mungkin agar tidak terucap secara
spontan. Kepada Bandripun Sahrul bersikap biasa saja seakan tidak terjadi
sesuatu apapun dalam dirinya. Namun demikian baik Ranti maupun Bandri tetap
berusaha mencari tahu kenapa Sahrul selalu memikirkan kepergian istrinya itu.
Usai menikmati permaianan
panjang dengan suaminya, Ranti berusaha mencari tahu kegiatan Sahrul selama dia
meninggalkannya.
“Abang sampai tak bisa
tidur karena memikirkan kepergianmu. Apalagi abang hanya tahu dari ibu kalau
kamu pergi kerumah kerabat di kampung seberang. Padahal kalau sewaktu kamu
pergi ada abang, tentu abang ingin sekali mengantar kamu kesana”
“Kenapa abang pikirkan
terus kepergianku? Bukankah aku pergi dengan ayah? Tidak ada satupun masalah
yang perlu abang pikirkan” kata Ranti manja. “Memangnya apa saja yang abang
pikirkan?” pancingnya lagi.
“Ya... yang abang
pikirkan sedang apa kamu disana. Kapan kamu pulang”
“Abang terlalu berlebihan
mengkhawatirkan aku” desahnya terharu. Dipeluknya suaminya itu dengan perasaan
haru. Tanpa terasa benih-benih cinta semakin subur tumbuh di hatinya yang seharusnya
tidak boleh terjadi sebagaimana yang diamanatkan Sang Ratu agar dia tetap mampu
membaca pikiran dan mengendalikan suaminya.
Bandri sendiri juga
menyelidiki aktifitas Sahrul selama mereka tinggalkan melalui Ratih. Namun tidak
banyak yang diperolehnya dari Ratih karena memang yang diketahui Ratih hanya kisah
dia dengan Sahrul yang hanya bercinta saja sepanjang hari sampai larut malam
hingga mereka kelelahan dan tertidur. Tidak ada satupun hal yang mencurigakan
bagi Ratih karena memang Sahrul tidak pernah lepas dari dekapannya semenitpun
kecuali untuk istirahat. Tidak terbetik kecurigaan sedikitpun di hati Ratih
kalau saat dia tertidur pulas, Sahrul
telah menyelinap keluar rumah untuk mengintip Ranti dan Bandri yang sedang
melakukan semedi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar