Sabtu, 08 Agustus 2015

Penganten Rang Bunian (Part 45)


Ratih yang sebenarnya sudah sangat sering melakukan permainan yang hebat dengan Sahrul tetap saja terangsang hebat melihat aksi anak dan menantunya itu. Ingin sekali dia turut serta dalam permainan itu. Sedang untuk melakukannya dengan suaminya jelas tidak mungkin karena Bandri sebagaimana halnya lelaki umumnya dalam kaum mereka tidak memiliki kemampuan bertahan yang cukup lama dalam permainan seks. Bahkan yang membuat Ratih tidak berminat melakukannya dengan suaminya karena Bandri sangat sering mengecewakannya. Belum sempat Ratih membuka seluruh pakaiannya, biasanya Bandri sudah sampai pada pucak kenikmatannya tanpa sempat melakukan permainan dengan istrinya itu.

Walaupun setiap kali Sahrul dan Ranti melakukan permainan gila itu tidak terlepas dari tatapan haus Ratih dan Bandri, namun hal itu tidak mampu menambah kejantanan Bandri. Bahkan biasanya dia sudah basah duluan selagi mengintip permainan yang dahsyat itu.
Usai permaianan Sahrul dan Ranti pada ronde pertama mereka beristirahat. Kesempatan itu dipergunakan Bandri untuk mengajak istrinya berbincang-bincang di luar rumah. Sesampainya diluar rumah Bandri segera menyampaikan apa yang dititahkan oleh Sang Ratu.
“Nampaknya Ranti sangat ingin menjadikan Sahrul sebagai suaminya yang abadi. Sehingga titah Sang Ratu untuk dilakukannya pemberkatan bagi Sahrul tinggal dilaksanakan saja” kata Bandri.
Ratih hanya murung. Tak terlihat kegembiraan di wajahnya ketika mendengar kabar akan memperoleh menantu yang abadi. Tentu saja kabar gembira itu bagi Ratih dianggap sebagai kabar buruk karena kalau hal itu sampai terjadi maka dia tidak akan memperoleh kesempatan lagi menikmati permainan yang indah dengan Sahrul.
“Lalu bagaimana dengan aku, bang?” tanyanya lirih.
“Kau harus bersabar. Bagaimanapun juga ini semua demi kebahagiaan anakmu. Apalagi ini adalah titah Sang Ratu yang harus kita terima” bujuk Bandri melihat kedukaan yang dalam dimata istrinya.
Ratih hanya terdiam. Tidak mungkin rasanya dia akan membantah niat yang telah terpatri di hati anaknya untuk menjadikan Sahrul sebagai suaminya yang abadi. Apalagi hal ini merupakan petunjuk Sang Ratu ketika mereka menghadap tadi yang tentu saja tidak mungkin bagi Ratih untuk menolaknya. Kalau saja keinginan menjadikan Sahrul sebagai suami abadinya hanya datang dari Ranti atau Bandri saja, mungkin Ratih akan berusaha keras untuk menentang niat itu karena dia merasa berhak untuk mendapatkan kenikmatan tubuh dan permainan Sahrul setiap ada kesempatan.
Kenyataan akan lepasnya Sahrul dari dekapannya benar-benar membuat Ratih berduka. Bagaimana tidak, dia yang selama ini sangat menikmati permainan dengan Sahrul secara tiba-tiba dipaksa berpisah tanpa diberi kesempatan untuk meraih seluruh kehangatan itu diakhir-akhir masa yang sangat menyakitkan itu.
“Jadi sekarang bagaimana, bang?” tanyanya.
“Kita harus mempersiapkan pemberkatan ini sebaik mungkin. Makanya kamu jangan terlalu sedih akan kepergian Sahrul hanya kepada pangkuan Ranti anak kita. Lebih baik kamu membantu aku dan Ranti mempersiapkan segala sesuatu menyangkut upacara itu”
“Apa yang harus aku lakukan, bang?” tanyanya datar tanpa emosi.
“Kami benar-benar harus mempersiapkan upacara itu dengan melakukan semedi menutup jalan selama tujuh hari hingga datangnya purnama penuh sekitar duapuluh hari lagi. Untuk itu selama kami pergi kali ini, kamu harus menjaga agar menantu kita benar-nenar terlena dengan kehidupannya disini sehingga dia tidak sempat memikirkan jalan itu atau Ranti” kata Bandri membeberkan rencananya.
Akhirnya Ratih yang semula tidak rela melepaskan begitu saja Sahrul menjadi suami abadi Ranti  terpaksa menerima kenyataan itu. Apalagi sekarang dia harus membantu suami dan anaknya untuk menjaga agar Sahrul benar-benar terlena dirumah sehingga melupakan jalan masuk yang selama ini diusahakan Bandri untuk menutupnya. Tentu saja kesempatan ini akan dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Ratih untuk memburu kenikmatan yang akan segera ditinggalkannya setelah pemberkatan Sahrul menjadi menantu abadinya.
Menjelang persiapan semedi Bandri dan Ranti selama tujuh hari tujuh malam di jalan itu, tidak ada perubahan sikap yang diperlihatkannya kepada suaminya itu. Bahkan Ranti tidak sedikitpun memberi kesempatan kepada suaminya untuk beristirahat barang sejenak. Sementara pancaran sinar kebahagiaan semakin nampak dimata Ranti yang sudah tak sabar ingin menjadikan Sahrul sebagai suami abadinya.
Memang peraturan yang dibuat oleh Sang Ratu bagi kaumnya yang akan kawin dengan pihak luar sangat ketat, dimana si wanita tidak diperbolehkan untuk mencintai suaminya dengan melibatkan segenap perasaan. Tujuannya tak lain agar sang istri tetap bisa membaca pikiran suaminya untuk kemudian bisa mengendalikan pikiran suaminya. Kalau hal ini dipatuhi oleh sang istri maka hubungan perkawinan mereka akan berlangsung lama karena pikiran suaminya tidak akan pernah tertuju pada kampung halaman dan asal usulnya. Tiada satu halpun yang akan dipikirkan oleh para lelaki yang menikahi wanita dikaum itu selain kenikmatan berhubungan seks dengan beberapa wanita yang paling cantik di desa itu.
Ranti sendiri sebenarnya telah melakukan kesalahan besar karena terlanjur mencintai suaminya sehingga tanpa disadarinya dia telah kehilangan kemampuan untuk mengontrol tindakan dan pikiran suaminya sehingga begitu mngetahui suaminya memiliki pikiran lain, sudah terlambat bagi Ranti untuk mencoba mengendalikan pikirannya. Apalagi ketika menyadari kemampuannya untuk membaca dan mengendalikan pikiran suaminya itu hilang, Ranti tidak langsung sadar akan kelemahannya. Dia justru beranggapan kalau pikiran suaminya ditutupi oleh Sang Ratu sehingga dia sendiri tidak bisa membaca pikiran Sahrul.
Berbagai upaya magic untuk menutup jalan telah dilakukan Ranti yang dibantu ayahnya, Bandri. Namun tetap saja pikiran Sahrul yang sudah terlanjur liar tidak bisa lagi dikendalikan oleh Ranti yang secara jujur harus mengakui kalau dia tidak bisa berpikir rasional dalam menghadapi percintaan dengan suaminya itu.
Tidak ada jalan lain tentu saja mereka harus meminta bantuan Sang Ratu untuk kembali mengendalikan kehidupan Sahrul. Hanya saja untuk mengendalikan pikiran dan tindakan Sahrul sepenuhnya harus dilakukan pemberkatan bagi hubungan abadi kedua pasangan ini. Hal ini sangat jarang dilakukan oleh Sang Ratu karena pemberkatan ini akan berakibat pada hilangnya sama sekali ingatan suami Ranti akan masa lalunya. Disamping itu pemberkatan ini juga disertai dengan larangan bagi setiap suami di kampung itu untuk melakukan percintaan dengan wanita lain selain istrinya sendiri atau dengan Sang Ratu jika suatu waktu dibutuhkan oleh Sang Ratu. Namun hal itu tidak akan berlangsung lama karena biasanya Sang Ratu tidak berminat untuk mengencani suami abadi warganya. Karena  lelaki yang sudah diberkati menjadi warga tetap kampung itu sekaligus juga akan kehilangan kemampuan seksual yang menggebu-gebu sebagaimana biasanya. Kehidupan seks lelaki yang sudah diberkati menjadi warga tetap akan biasa saja seperti halnya kemampuan seks Bandri atau lelaki lainnya dikampung itu. Tentu saja hal ini akan menghilangkan keinginan Sang Ratu untuk mengencaninya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar