Minggu, 02 Agustus 2015

Penganten Rang Bunian (Part 40)



“Apa yang sebenarnya sedang dilakukan istri dan mertuaku itu. Kenapa mereka selama ini mengatakan kalau jalan itu tidak ada. Tapi justru jalan itu sangat besar ketika mereka bersemedi disana. Sedangkan siang harinya aku lihat jalan itu semakin menghilang saja karena tidak pernah lagi aku siangi” pikirnya.
Dicobanya kembali memeras otaknya yang pas-pasan dan sudah mengalami pengurangan kemampuan semenjak dia hanya memikirkan hal-hal yang berbau seks dan pelayanan seks kepada empat orang wanita tercantik dikampung itu.
“Aku rasa ada kaitannya antara jalan yang mereka bantah itu dengan dijemputnya aku setiap pulang dari istana. Pasti mereka tidak ingin aku mengetahui adanya jalan itu. Tapi kenapa? Dan jalan apa itu yang membuat mereka sangat ketakutan kalau aku mengetahuinya? Bahkan Mayang sendiri juga pernah melarangku untuk memikirkan hal-hal yang lain” pikirnya terus menerus.

Seharian dirumah tanpa kehadiran istrinya membuat Sahrul benar-benar bebas memikirkan tindak tanduk istri dan mertuanya serta keberadaan jalan itu. Namun belum tuntas dia memikirkan jalan itu, Ratih sore harinya telah datang kembali menagih kesempatan yang tidak ingin disia-siakannya. Praktis semenjak sore itu sampai keesokan paginya tidak akan banyak waktu yang dimiliki Sahrul untuk memikirkan jalan itu. Tentu pikirannya akan terfokus pada aktifitas seks dengan Ratih semata. Apalagi kegarangan Ratih di ranjang akhir-akhir ini dirasakannya sangat mengikat dia untuk tidak memikirkan hal-hal lain selain menikmati keindahan tubuh sintal dan gempal mertuanya yang masih sangat awet muda itu.
Sahrul sendiri akhir-akhir ini sudah tidak pernah lagi menganggap Ratih sebagai mertuanya. Terutama karena akhir-akhir ini dia memiliki kesempatan yang luas untuk menikmati tubuh mertuanya itu. Apalagi hubungannya dengan Ratih itupun diketahui dan disetujui oleh Ranti dan Bandri. Sehingga tanpa canggung lagi Sahrul tidak pernah menolak kehendak mertuanya itu hanya karena alasan sungkan ataupun malu. Kecuali kalau Ranti sedang dirumah, tentu dia akan memainkan permainan yang melelahkan itu dengan istrinya.
Sudah dua hari ini Ranti dan Bandri tidak pulang. Tidak ada satu keterangan yang dapat diperoleh Sahrul, baik dari Ratih maupun dari orang lain. Justru setiap ditanyakan kepada Ratih jawaban yang diperolehnya hanya tentang kesempatan yang sengaja diberikan Ranti kepada Ratih dan Sahrul untuk mereguk kenikmatan sepuas-puasnya. Tidak nampak kekhawatiran sedikitpun di wajah Ratih atas tidak pulangnya Ranti dan Bandri suaminya dalam dua hari ini.
Sementara Ranti dan Bandri yang tengah berusaha keras menutup keberadaan jalan itu dengan ritual semedi penutupan juga tidak berhasil melakukan pekerjaannya itu dengan baik. Bukan hanya karena konsentrasi Ranti yang terus terganggu oleh bayangan Sahrul, namun pemusatan pemikiran Sahrul terhadap jalan dan keberadaan istrinya benar-benar telah mengganggu Ranti dan Bandri sehingga apa yang telah mereka lakukan dua hari ini sangat sia-sia.
“Apa yang dilakukan ibumu di rumah sehingga suamimu terus saja memikirkan jalan ini?” tanya Bandri entah pada siapa.
“Nampaknya ibu tidak sanggup melakukan permainan panjang dengan Bang Sahrul sehingga banyak waktu tersisa yang dapat digunakan Bang Sahrul untuk memikirkan kita dan jalan ini”  jawab Ranti. Dia yakin ibunya tidak akan mampu menahan Sahrul dalam permainan seks non stop. Sehingga waktu istirahat yang panjang akan mengalihkan perhatian Sahrul pada keberadan Ranti dan Bandri serta jalan itu.
“Ayo kita coba lagi. Kalau tidak bisa juga, kita minta bantuan Sang Ratu dan Mayang agar bisa menahan Sahrul lebih lama di istana. Mereka tentu bisa bergantian meladeni permainan Sahrul  sehingga dia tidak ingat sama sekali pada kita”.
“Baik, Yah” jawab Ranti singkat. Diambilnya kembali posisi bersemedi sebagaimana yang sudah dua hari ini mereka lakukan.
“Memasuki pagi ketiga tanpa keberadaan Ranti, Sahrul memutuskan untuk mencari tahu sendiri akan apa yang sedang dilakukan istrinya itu. Yang jelas dia sangat yakin kalau istri dan mertuanya itu pasti tengah menggarap jalan itu. Tidak mungkin ada pekerjaan lain yang membuat mereka begitu lama pulang.
Bosan menunggu yang tak pasti akhirnya Sahrul memutuskan untuk mencari istri dan mertuanya itu di jalan seperti yang beberapa malam lalu dilihatnya. Namun untuk meminta izin pergi kepada Ratih rasanya tidak mungkin akan mendapat izin. Bisa-bisa justru Ratih akan berusaha sekuat tenaga dan kemampuan menghalangi niat Sahrul itu. Tidak ada jalan lain selain menyelinap sendiri kesana. Namun untuk mengalihkan perhatian Ratih tentunya dia harus ditidurkan terlebih dahulu.
Dipagi yang cerah itu Sahrul berusaha menyusun strategi agar bisa dengan leluasa pergi malam itu ke tempat istri dan mertuanya bersemedi. Lama termenung akhirnya Sahrul mendongakkan kepalanya. Raut mukanya cerah seakan baru saja mendapatkan ide yang sangat cemerlng. Dengan bergegas ditemuinya Ratih yang masih terbaring malas diatas ranjang empuk Ranti yang baru beberapa jam yang lalu kusut masai mereka buat dengan aksi spektakuler permainan yang tak putus-putusnya.
Masih nampak kantuk dimata Ratih. Namun begitu dilihatnya Sahrul sangat antusias menyerangnya, diusirnya juga kantuk yang akan merugikannya itu. Tidak ada kecurigaan sedikitpun didiri Ratih mendapatkan serangan yang tanpa diminta itu. Bahkan dengan sangat antusias diterimanya serangan pagi itu.
Menjelang malam, Sahrul yang sudah memperkirakan Ratih akan kalah dalam permainan itu berhasil membuat Ratih tertidur pulas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar