Merasa heran dengan tamu yang datang rata-rata
perempuan, Sahrul bertanya kepada Ranti tentang kemana perginya lelaki di desa
itu, termasuk ayah Ranti sendiri yang sedari tadi tidak pernah nampak. Namun
hanya senyum kecil yang diperlihatkan Ranti sembari menatap Sahrul dengan
tatapan lembut seakan ingin menyantap Sahrul hidup-hidup. Melihat gairah yang terpancar
dari tatapan mata Ranti itu, Sahrul akhirnya melupakan pertanyaannya sendiri.
Dinikmatinya kembali keelokan wajah dan tubuh Ranti dengan matanya yang seakan
tidak berkedip sedetikpun. Memang baru kali ini Sahrul melihat dan berdekatan
dengan wanita yang sangat cantik.
Hari telah larut malam, tetangga yang berkunjungpun
sudah tidak ada lagi. Baru Sahrul menyadari bahwa dia hanyalah bertamu di rumah
itu dan sudah waktunya dia pulang. Karena tidak mungkin dia harus bermalam di
rumah seorang gadis.
“Ranti, nampaknya aku harus pulang. Tidak mungkin, kan
kalau aku harus tidur disini” kata Sahrul bermaksud untuk pamit.
“Tidurlah disini, bang. Hari sudah larut malam. Siapa
yang berani keluar rumah dimalam selarut ini” kata Ranti manja. Lekukan dan
gerakkan tubuhnya yang sengaja dipermainkan berusaha menahan Sahrul untuk tidak
beranjak dari rumah itu.
“Bagaimana dengan orangtuamu? Apakah mereka tidak akan
marah kalau aku bermalam disini?” tanyanya lagi.
“Justru ibuku akan sangat marah kalau aku membiarkan
abang pulang ditengah malam begini” katanya lagi. Diraihnya tangan Sahrul dan
ditariknya untuk masuk ke kamar yang telah disediakan untuknya. Bagai kerbau
ditusuk hidungnya, Sahrul hanya mengikut saja. Memasuki sebuah kamar yang besar
Sahrul semakin bengong begitu melihat kemewahan dan hiasan kamar itu. Tidak
hanya ranjang, seluruh bagian kamar itu dihiasi bagaikan kamar penganten
putri-putri raja. Sahrul menahan langkahnya.
“Tidak mungkin. Tidak mungkin saya diizinkan tidur
dikamar semewah ini” katanya seakan berbicara kepada dirinya sendiri.
“Kamar itu memang untuk abang. Abang kan tamu disini.
Sudah selayaknya kami menghormati tamu” bujuk Ranti. Ditariknya tangan Sahrul.
Lagi-lagi Sahrul tidak kuasa menolak ajakan Ranti masuk ke kamar itu.
Secara tidak sengaja, ujung selendang yang merupakan
pakaian Ranti terinjak oleh Sahrul. Anehnya, tertahannya ujung selendang itu
menyebabkan Ranti berputar beberapa kali sehingga selendang yang melilit tubuh
mungilnya itu terlepas semua.
Mata Sahrul seakan hendak meloncat keluar begitu
ditatapnya tubuh elok Ranti tidak lagi tertutup selendang. Tidak hanya matanya
yang terbuka lebar, mulut Sahrulpun menganga seakan tidak percaya akan apa yang
baru saja dilihatnya. Ranti yang ditatap begitu rupa berusaha menutupi
bagian-bagian vital tubuhnya dengan kedua telapak tangannya. Namun senyum nakalnya
seakan memberi peluang kepada Sahrul untuk semakin mendekatinya.
“Abang nakal” kata Ranti.
Dengan berlari kecil Ranti menghempaskan tubuhnya ditempat
tidur yang ditaburi bunga-bunga aneka warna. Ditutupinya tubuhnya dengan
selimut yang ada diatas ranjang itu.
“Abang nakal. Sengaja melepaskan pakaian aku” katanya
lagi menyalahkan Sahrul. Namun dari suaranya terdengar rajukan manja yang justru
semakin membakar hasrat kelaki-lakian Sahrul.
“Maafkan abang. Abang tak sengaja menginjak selendang
Ranti” kata Sahrul berusaha membela diri. Namun apa guna dia harus membela diri
kalau penyesalannya itu dibalas Ranti dengan menariknya ketempat tidur.
Apa yang membuat Sahrul dari tadi siang menelan ludah
akhirnya malam itu dirasakannya juga. Entah berapa kali dia mengulang
percintaan itu, tak diingatnya lagi. Yang jelas setiap cumbuan yang dimainkannya
selalu dibalas Ranti dengan kasih sayang yang sangat menggairahkan. Sehingga tanpa
terasa merekapun terlelap dalam keadaan berpelukan.
Belum lagi ayam jantan berkokok, pintu kamar itu telah
dibuka paksa oleh sesosok lelaki bertubuh sedang. Ranti tetap terlelap tak
menyadari apa yang baru saja terjadi di kamar itu. Sedang Sahrul yang sedang
nyenyak dalam dekapan Ranti terbangun mendengar dobrakan kuat dari pintu itu. Alangkah
kagetnya dia begitu menyaksikan sesosok tubuh telah berdiri di pintu itu. Wajahnya
menunjukkan kemarahan yang terpendam. Lenguhan nafas terengah keluar dari
hidungnya seakan berusaha menahan meledaknya suatu emosi yang tak tertahan.
“Siapa kamu? Begitu lancang masuk kekamar anak perawan
saya?” tanya suara itu berat disertai suara nafasnya yang memburu.
Sahrul seakan kehilangan tempat nyawanya. Tubuhnya seakan
melayang dan pandangan matanya berkunang-kunang mengingat dirinya tertangkap
basah sedang berpelukan dengan anak gadis orang dalam kedaan tanpa busana. Tak satupun
kata terucap dari mulutnya untuk menjawab pertanyaan lelaki yang baru saja
mendobrak pintu itu.
Belum habis keterkejutan Sahrul, dari arah pintu
nampak bayangan kecil berlari menyusul lelaki itu.
“Apa yang kamu lakukan? Dia tamu anak kita” kata
wanita yang ternyata adalah ibunya Ranti.
“Kenapa dia tidur dengan anak kita?” tanya lelaki itu
masih dengan suara yang sangat berat. Lelaki yang ternyata ayah Ranti itu
adalah Bandri.
Ratih sangat kaget begitu melihat bahwa yang sedang
berada dalam rangkulan Sahrul adalah Ranti anaknya.
“Lho. Ranti kenapa kamu juga tidur disini” tanyanya
heran. Dirampasnya Ranti dari pelukan yang tidak juga dilepas Sahrul karena
shock tadi. Digoyang-goyangnya tubuh anak gadisnya itu.
“Ngh...” suara Ranti terdengar lirih. Nyenyak sekali
tidurnya.
“Ranti, bangun. Bangun, Ranti” teriak ibunya sembari
menarik-narik lengan Ranti.
Sahrul yang tertangkap basah sedang telanjang bulat
dengan anak gadis orang seakan telah kehilangan sukmanya. Lemas dan tidak
bertenaga lagi. Tatapannya sayu memandang pasrah kehadapan Bandri yang terlihat
emosi mendapatkan anak gadisnya tengah tidur dengan orang asing.
“Kamu telah menodai gadis saya. Kurang ajar” geram
Bandri sembari menarik Sahrul. Sahrul sadar akan kondisi dirinya yang tidak
berpakaian. Dengan segenap tenaga diraihnya pakaiannya dan berusaha
mengenakannya. Tenaganya begitu lemas seakan mau pingsan menghadapi kenyataan
ini. Namun dia berusaha untuk pasrah. Bagaimanapun juga jelas dia bersalah
dalam hal ini. Jadi apapun resiko yang akan menimpa dirinya harus diterimanya.
Dilihatnya Ranti seakan tidak merasa kaget dan
ketakutan telah kedapatan berbuat tak senonoh dengan lelaki yang bukan suaminya
dirumahnya sendiri. Namun apa yang dirasakannya seakan tidak sama dengan
Sahrul. Bahkan rasa bersalahpun seakan tidak dirasakannya.
“Laporkan masalah ini pada penguasa. Beritahu orang-orang
kampung tentang kejadian ini. Biar pemuda busuk ini dihajar massa” geram
Bandri. Jari jemarinya dikepalkan seakan ingin meninju Sahrul menahan emosi.
“Jangan, pak. Jangan sampai orang lain tahu kejadian
ini. Malu” bujuk istrinya.
“Apanya yang
malu. Justru aib ini akan lebih memalukan kita” kata Bandri. Kepalanya menggeleng-geleng
seakan tidak menerima kenyataan yang baru saja dilihatnya.
“Sudahlah, pak. Semua sudah terjadi. Tinggal kita mencari
jalan keluar bagaimana supaya aib ini tidak tercium oleh orang lain” bujuk
Ratih berusaha menenangkan suaminya yang masih uring-uringan.
“Terserahlah, tak tahu lagi apa yang harus ku perbuat”
kata ayah Ranti sembari meninggalkan kamar indah itu berlalu menuju ruang
depan.
“Pakailah bajumu, Ranti. Susul kami di depan nanti”
kata ibunya lembut. “Sahrul, ayo kita kedepan dulu. Kita bicara didepan” kata
ibunya Ranti dan Sahrul hanya mengikuti kemauan Ratih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar