Jumat, 23 Januari 2015

Penganten Rang Bunian (Part 3 )



Merasa heran dengan tamu yang datang rata-rata perempuan, Sahrul bertanya kepada Ranti tentang kemana perginya lelaki di desa itu, termasuk ayah Ranti sendiri yang sedari tadi tidak pernah nampak. Namun hanya senyum kecil yang diperlihatkan Ranti sembari menatap Sahrul dengan tatapan lembut seakan ingin menyantap Sahrul hidup-hidup. Melihat gairah yang terpancar dari tatapan mata Ranti itu, Sahrul akhirnya melupakan pertanyaannya sendiri. Dinikmatinya kembali keelokan wajah dan tubuh Ranti dengan matanya yang seakan tidak berkedip sedetikpun. Memang baru kali ini Sahrul melihat dan berdekatan dengan wanita yang sangat cantik.

Hari telah larut malam, tetangga yang berkunjungpun sudah tidak ada lagi. Baru Sahrul menyadari bahwa dia hanyalah bertamu di rumah itu dan sudah waktunya dia pulang. Karena tidak mungkin dia harus bermalam di rumah seorang gadis.
“Ranti, nampaknya aku harus pulang. Tidak mungkin, kan kalau aku harus tidur disini” kata Sahrul bermaksud untuk pamit.
“Tidurlah disini, bang. Hari sudah larut malam. Siapa yang berani keluar rumah dimalam selarut ini” kata Ranti manja. Lekukan dan gerakkan tubuhnya yang sengaja dipermainkan berusaha menahan Sahrul untuk tidak beranjak dari rumah itu.
“Bagaimana dengan orangtuamu? Apakah mereka tidak akan marah kalau aku bermalam disini?” tanyanya lagi.
“Justru ibuku akan sangat marah kalau aku membiarkan abang pulang ditengah malam begini” katanya lagi. Diraihnya tangan Sahrul dan ditariknya untuk masuk ke kamar yang telah disediakan untuknya. Bagai kerbau ditusuk hidungnya, Sahrul hanya mengikut saja. Memasuki sebuah kamar yang besar Sahrul semakin bengong begitu melihat kemewahan dan hiasan kamar itu. Tidak hanya ranjang, seluruh bagian kamar itu dihiasi bagaikan kamar penganten putri-putri raja. Sahrul menahan langkahnya.
“Tidak mungkin. Tidak mungkin saya diizinkan tidur dikamar semewah ini” katanya seakan berbicara kepada dirinya sendiri.
“Kamar itu memang untuk abang. Abang kan tamu disini. Sudah selayaknya kami menghormati tamu” bujuk Ranti. Ditariknya tangan Sahrul. Lagi-lagi Sahrul tidak kuasa menolak ajakan Ranti masuk ke kamar itu.
Secara tidak sengaja, ujung selendang yang merupakan pakaian Ranti terinjak oleh Sahrul. Anehnya, tertahannya ujung selendang itu menyebabkan Ranti berputar beberapa kali sehingga selendang yang melilit tubuh mungilnya itu terlepas semua.
Mata Sahrul seakan hendak meloncat keluar begitu ditatapnya tubuh elok Ranti tidak lagi tertutup selendang. Tidak hanya matanya yang terbuka lebar, mulut Sahrulpun menganga seakan tidak percaya akan apa yang baru saja dilihatnya. Ranti yang ditatap begitu rupa berusaha menutupi bagian-bagian vital tubuhnya dengan kedua telapak tangannya. Namun senyum nakalnya seakan memberi peluang kepada Sahrul untuk semakin mendekatinya.
“Abang nakal” kata Ranti.
Dengan berlari kecil Ranti menghempaskan tubuhnya ditempat tidur yang ditaburi bunga-bunga aneka warna. Ditutupinya tubuhnya dengan selimut yang ada diatas ranjang itu.
“Abang nakal. Sengaja melepaskan pakaian aku” katanya lagi menyalahkan Sahrul. Namun dari suaranya terdengar rajukan manja yang justru semakin membakar hasrat kelaki-lakian Sahrul.
“Maafkan abang. Abang tak sengaja menginjak selendang Ranti” kata Sahrul berusaha membela diri. Namun apa guna dia harus membela diri kalau penyesalannya itu dibalas Ranti dengan menariknya ketempat tidur.
Apa yang membuat Sahrul dari tadi siang menelan ludah akhirnya malam itu dirasakannya juga. Entah berapa kali dia mengulang percintaan itu, tak diingatnya lagi. Yang jelas setiap cumbuan yang dimainkannya selalu dibalas Ranti dengan kasih sayang yang sangat menggairahkan. Sehingga tanpa terasa merekapun terlelap dalam keadaan berpelukan.
Belum lagi ayam jantan berkokok, pintu kamar itu telah dibuka paksa oleh sesosok lelaki bertubuh sedang. Ranti tetap terlelap tak menyadari apa yang baru saja terjadi di kamar itu. Sedang Sahrul yang sedang nyenyak dalam dekapan Ranti terbangun mendengar dobrakan kuat dari pintu itu. Alangkah kagetnya dia begitu menyaksikan sesosok tubuh telah berdiri di pintu itu. Wajahnya menunjukkan kemarahan yang terpendam. Lenguhan nafas terengah keluar dari hidungnya seakan berusaha menahan meledaknya suatu emosi yang tak tertahan.
“Siapa kamu? Begitu lancang masuk kekamar anak perawan saya?” tanya suara itu berat disertai suara nafasnya yang memburu.
Sahrul seakan kehilangan tempat nyawanya. Tubuhnya seakan melayang dan pandangan matanya berkunang-kunang mengingat dirinya tertangkap basah sedang berpelukan dengan anak gadis orang dalam kedaan tanpa busana. Tak satupun kata terucap dari mulutnya untuk menjawab pertanyaan lelaki yang baru saja mendobrak pintu itu.
Belum habis keterkejutan Sahrul, dari arah pintu nampak bayangan kecil berlari menyusul lelaki itu.
“Apa yang kamu lakukan? Dia tamu anak kita” kata wanita yang ternyata adalah ibunya Ranti.
“Kenapa dia tidur dengan anak kita?” tanya lelaki itu masih dengan suara yang sangat berat. Lelaki yang ternyata ayah Ranti itu adalah Bandri.
Ratih sangat kaget begitu melihat bahwa yang sedang berada dalam rangkulan Sahrul adalah Ranti anaknya.
“Lho. Ranti kenapa kamu juga tidur disini” tanyanya heran. Dirampasnya Ranti dari pelukan yang tidak juga dilepas Sahrul karena shock tadi. Digoyang-goyangnya tubuh anak gadisnya itu.
“Ngh...” suara Ranti terdengar lirih. Nyenyak sekali tidurnya.
“Ranti, bangun. Bangun, Ranti” teriak ibunya sembari menarik-narik lengan Ranti.
Sahrul yang tertangkap basah sedang telanjang bulat dengan anak gadis orang seakan telah kehilangan sukmanya. Lemas dan tidak bertenaga lagi. Tatapannya sayu memandang pasrah kehadapan Bandri yang terlihat emosi mendapatkan anak gadisnya tengah tidur dengan orang asing.
“Kamu telah menodai gadis saya. Kurang ajar” geram Bandri sembari menarik Sahrul. Sahrul sadar akan kondisi dirinya yang tidak berpakaian. Dengan segenap tenaga diraihnya pakaiannya dan berusaha mengenakannya. Tenaganya begitu lemas seakan mau pingsan menghadapi kenyataan ini. Namun dia berusaha untuk pasrah. Bagaimanapun juga jelas dia bersalah dalam hal ini. Jadi apapun resiko yang akan menimpa dirinya harus diterimanya.
Dilihatnya Ranti seakan tidak merasa kaget dan ketakutan telah kedapatan berbuat tak senonoh dengan lelaki yang bukan suaminya dirumahnya sendiri. Namun apa yang dirasakannya seakan tidak sama dengan Sahrul. Bahkan rasa bersalahpun seakan tidak dirasakannya.
“Laporkan masalah ini pada penguasa. Beritahu orang-orang kampung tentang kejadian ini. Biar pemuda busuk ini dihajar massa” geram Bandri. Jari jemarinya dikepalkan seakan ingin meninju Sahrul menahan emosi.
“Jangan, pak. Jangan sampai orang lain tahu kejadian ini. Malu” bujuk istrinya.
 “Apanya yang malu. Justru aib ini akan lebih memalukan kita” kata Bandri. Kepalanya menggeleng-geleng seakan tidak menerima kenyataan yang baru saja dilihatnya.
“Sudahlah, pak. Semua sudah terjadi. Tinggal kita mencari jalan keluar bagaimana supaya aib ini tidak tercium oleh orang lain” bujuk Ratih berusaha menenangkan suaminya yang masih uring-uringan.
“Terserahlah, tak tahu lagi apa yang harus ku perbuat” kata ayah Ranti sembari meninggalkan kamar indah itu berlalu menuju ruang depan.
“Pakailah bajumu, Ranti. Susul kami di depan nanti” kata ibunya lembut. “Sahrul, ayo kita kedepan dulu. Kita bicara didepan” kata ibunya Ranti dan Sahrul hanya mengikuti kemauan Ratih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar