Sabtu, 06 Juni 2015

Penganten Rang Bunian (Part 38)



“Mana bisa ibu meninggalkan dia sekejappun. Bahkan kami selesai melakukannya begitu kalian akan pulang. Sungguh Sahrul sangat luar biasa dalam memberikan pelayanan sehingga ibu tak jemu-jemu meminta terus darinya dan dia dengan senang hati melayani ibu sepuasnya” jawab ibunya tanpa merasa malu akan kelakuannya yang memakai tenaga menantunya disaat anaknya pergi. Karena tindakannya itu sudah setahu suami dan anaknya.
“Saya hanya tidak ingin dia mengikuti kami dan mengetahui apa yang kami lakukan pada jalan masuk itu” harap Ranti.
“Jangan khawatir. Ibu akan melumatnya habis-habisan selagi kalian tidak ada dirumah” jawab ibunya memberikan jaminan. Tentu saja dia akan senang menjaga Sahrul selama Ranti pergi karena dari menjaga itu dia mendapat keuntungan yang sangat besar dapat bercengkrama sepuas hati.

“Saya harap ibu benar-benar menjaganya, karena pekerjaan itu masih perlu waktu untuk diselesaikan sampai jalan itu benar-benar hilang. Sementara setiap dia pulang dari istana aku akan menjemputnya. Dan untuk tidak menimbulkan kecurigaan Bang Sahrul, sebaiknya kita secara bergantian menjemputnya seakan-akan kita tidak sengaja menunggu dan mengawasinya pulang”
Benar saja, sejak saat itu Sahrul selalu dijemput secara tidak sengaja. Baik oleh Ranti, Ratih ataupun Bandri yang pura-pura sedang berkunjung kerumah kerabatnya di belakang istana sehingga mencari teman untuk pulang.
Sebenarnya Sahrul sudah curiga akan tindakan istri dan mertuanya yang kebetulan harus sama-sama pulang dengannya dari istana. Namun untuk mengungkapkan kecurigaannya tidak mungkin dia menghindar atau melakukan tindakan-tindakan lain. Hanya saja untuk tidak menimbulkan kecurigaan keluarga istrinya itu karena sebelum dijemput dulu dia sering pulang terlambat, maka begitu dia menyadari dirinya akan selalu dijemput maka dia dalam melayani Mayang selalu mengulur waktu dan berlama-lama sehingga harus pulang terlambat. Kendati demikian tetap saja ada yang telah menunggunya di depan gerbang istana.
Akan halnya taktik Sahrul mengulur waktu dengan cara melakukan permainan panjang dengan Mayang disisi lain bagi Mayang sangat menguntungkan  karena dia selalu mendapat porsi bonus dalam pelayanan itu sehingga tanpa dimintapun Sahrul akan memberikan pelayanan ekstra. Tidak disadari oleh Mayang kalau taktik Sahrul itu hanya untuk menunjukkan kalau dia sering dipakai Mayang dalam waktu yang lama.
Kejadian penjemputan itu berlangsung cukup lama juga. Sehingga Sahrul benar-benar kewalahan karena tidak pernah lagi punya waktu  untuk melihat jalan itu. Bahkan melalui sudut matanya ketika melewati jalan itu dilihatnya rumput-rumput dipinggiran jalan sudah mulai menutupi kembali jalan itu secara perlahan. Untuk melakukan pembersihan rasanya tidak mungkin lagi bagi dia sehingga tanpa sadar Sahrul hanya memikirkan jalan itu secara terus menerus.
Nampaknya untuk menutupi jalan itu dari pikiran Sahrul tidak bisa hanya dilakukan oleh Bandri seorang diri. Kendati sudah banyak perkembangan hasil jerih payahnya itu, namaun untuk benar-bnenar menutupi jalan itu dibutuhkan waktu yang cukup lama secara terus menerus. Dan tentu saja harus dilakukan oleh dua orang. Tidak ada jalan lain, kali ini terpaksa dia kembali mengajak anaknya untuk melakukan hal itu.
Sangat beruntung sekali Ranti ketika ayahnya mengajaknya pergi, ternyata Sahrul sedang berada di istana sehingga kepergiannya itu tidak menimbulkan kecurigaan dan keingintahuan Sahrul.
Disampaikannya kepada ibunya kalau dia akan pergi  dengan ayahnya. Tak lupa dia berpesan agar ibunya menjemput Sahrul seusai melakukan pengabdian di istana agar Sahrul tidak masuk ke jalan itu manakala Ranti dan Bandri sedang melakukan semedi yang lama di alam terbuka itu.
Benar saja, siang kira-kira Sahrul sudah akan keluar istana, Ratih telah menunggu  menantunya itu untuk diajak pulang bersama. Tak lama menunggu di gerbang istana, tampak Sahrul sudah keluar dari bangunan megah tempat kediaman Mayang di lingkungan istana Sang Ratu. Dengan wajah gembira Ratih menyambut kedatangan menantunya itu.
“Dari mana, bu? Mana Ranti?” tanyanya ber ibu menanyai Ratih di depan para pengawal istana. Kalau tadi tidak ada rang lain disitu tentu dia hanya akan memanggil nama saja kepada mertuanya yang cantik itu. Namun karena ada dihadapan penjaga istana yang sedang berdiri dengan sikap tegap terpaksa Sarul beribu kepada mertuanya itu.
“Itulah. Ibu baru saja mengantarkan dia dan ayahnya  ke rumah kerabat di belakang istana ini karena ada keperluan mendadak. Jadi sambil pulang ibu tunggu saja kamu. Biar ada teman ngobrol dijalan” jawab mertuanya.
“Kalau begitu, ayolah kita pulang” kata Sahrul tanpa menunggu waktu lagi.
Di jalan seberti biasanya dia hanya berbincang-bincang dengan ibu mertuanya itu tentang masalah-masalah yang umum-umum saja. Tidak ada pembicaraan yang menjurus kepada hal-hal yang berbau seks ataupun akan keberadaan jalan yang selama ini dipikirkannya. Memang Sahrul sudah bertekad untuk tidak membuka masalah jalan itu kepada siapapun. Bahkan dia berkeinginan untuk menutup pembicaraan tentang jalan kepada siapapun seakan tidak ada masalah jalan yang dipikirkannya lagi.
Akan halnya keberadaan Ranti di rumah kerabatnya di belakang istana juga dia tidak begitu mempermasalahkannya. Sebab selain Ranti, masih ada Ratih yang akan menemaninya dalam mereguk hari-hari indah di rumahnya nanti.
Kedua orang itu bahkan tanpa disekapati sebelumnya seakan sama-sama bergegas menuju rumah untuk mengejar suatu keindahan yang seakan jauh tertinggal dan harus segera mereka reguk. Tidak terlihat kecanggungan ataupun tindakan mencurigakan dari Sahrul ketika mereka berdua melewati jalan  yang selama beberapa bulan sejak dia selalu dijemput ketika pulang dari istana ini sudah tidak pernah dibersihkannya lagi. Namun dengan sudut matanya yang berusaha diarahkan ke badan jalan itu, Sahrul berusaha melihat jalan itu agar keberadaannya tidak hilang sama sekali dari ingatannnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar