Selasa, 23 Januari 2018

Penganten Rang Bunian (Part 61)



Tak ingin ambil pusing dengan kondisi Sahrul yang kelelahan setelah melayani ibunya itu, Ranti dengan caranya sendiri berusaha mengejar kenikmatan yang diperlukannya. Berbagai gaya dalam bermain dicobanya untuk membangkitkan gairah kelaki-lakian suaminya yang sedari tadi nampaknya tidak bersemangat. Dengan sabar dibangkitkannya kembali gairah suaminya melalui rangsangan dan sentuhan yang diberikannya.

Memang ibunya memiliki kelebihan dalam menaikkan gairah Sahrul dengan memberinya ramuan mujarab yang dalam jangka waktu yang sangat cepat bisa membangunkan kembali gairah yang sudah mati kelelahan. Sedangkan Sang Ratu yang tidak memiliki kemampuan apa-apa dalam menaikkan gairah kejantanan Sahrul  selama ini hanya mengandalkan kepandaian Mayang dalam melakukan pijatan-pijatan birahi yang dilakukan Mayang disekitar pinggang bagian belakang tubuh Sahrul. Dari situ pulalah Mayang selama ini mengejar kenikmatan yang diinginkannya sesuai dengan tingkat kepuasan yang dia inginkan. Sehingga dari keempat wanita yang memperoleh kenikmatan dari pelayanan yang diberikan Sahrul hanya Ranti yang tidak memiliki kemampuan untuk membangkitkan gairah Sahrul. Padahal Sahrul adalah suaminya sendiri. Justru orang-orang lain yang dapat menikmati permainan panjang  dengan senjata andalan mereka masing-masing  untuk membangkitkan gairah Sahrul. Dari sisa-sisa pengaruh obat mujarab yang diberikan ibunya atau dari sisa-sisa kekuatan pijatan yang diberikan Mayang lah Ranti selama ini mendapatkan kenikmatan dari pelayanan seks yang diberikan suaminya.
Menghadapi kenyataan kalau saat ini suaminya mulai mengeluhkan kelelahan yang dirasakannya, baru Ranti sadar akan kelemahan yang dimilikinya. Memang selama ini dia tidak pernah merasa kurang dalam melayani suaminya karena suaminyapun tak pernah mengeluh atau menolak permainan dengannya.
“Berarti ibu tadi memberikan ramuan mujarab kepada Bang Sahrul dan menghabiskan kekuatan obat itu untuk dia sendiri tanpa menyisakan reaksi obat itu untuk aku” pikirnya lagi mulai curiga kepada ibunya. Tapi segera saja dibuangnya pikiran itu karena ibunya memang berdasarkan keputusan Sang Ratu berhak untuk memperoleh kenikmatan dari suaminya.
Upaya Ranti yang dengan sabar menaikkan kembali gairah seksual suaminya ternyata membuahkan hasil. Lambat laun dilihatnya benda vital diselangkangan suaminya mulai berreaksi positif. Dengan pekikan tertahan Ranti menyambut naiknya semangat Sahrul itu. Baru kali ini dia merasa puas atas hasil kerjanya menaikkan gairah suaminya. Tak ingin membuang waktu diserbunya suaminya yang baru saja hendak bersiap-siap untuk menunaikan tugas itu. Sungguh kepuasan yang diperolehnya dalam permainan kali ini membuat Ranti sangat bangga. Bahkan Sahrul tak henti-hentinya memberikan kepuasan kepada istrinya itu, entah untuk berapa lama.
Sebenarnya kemampuan Sahrul untuk melayani istrinya kali ini sama saja dengan kesempatan di waktu-waktu sebelumnya. Bagaimanapun juga Sahrul masih mempunyai kemampuan untuk melakukan tugasnya sebagai suami. Namun pengaruh pikirannya tadi yang membuat dia seakan kehilangan gairah kejantanannya yang selama ini sangat dibanggakan oleh istrnya dan ketiga wanita lain dalam hidupnya itu.
Usai permainan panjang itu, Sahrul berencana untuk menanyakan kepada istrinya perihal anak-anak mereka yang tidak pernah lagi dilihat Sahrul dirumahnya. Bahkan entah sudah berapa banyak anak-anak mereka, Sahrul pun tak tahu lagi.
“Nti. Boleh abang menanyakan sesuatu kepadamu?” tanyanya tiba-tiba yang tentu saja membuat Ranti yang sedang mengenang kenikmatan yang diterimanya tadi menjadi kaget. Bukan pada pertanyaan yang tiba-tiba itu yang membuat Ranti sedikit pucat karena kagetnya, yang membuat dia takut justru kalau-kalau suaminya menanyakan sesuatu yang tidak ingin dijawabnya karena menyangkut masa lalu Sahrul atau keanehan di kampung itu.
“Apa, Bang?” Kok tumben?” dicobanya untuk bersikap semanis mungkin agar tidak terlihat keterkejutannya memperoleh pertanyaan itu.
“Boleh aku tahu kemana anak-anak kita yang selama ini kau lahirkan?”
Tak bisa menjawab secara mendadak begitu, Ranti hanya terdiam. Diperasnya otaknya untuk mencari jawaban apa yang akan diberikannya atas pertanyaan suaminya itu.
“Kenapa, Nti?” Apakah aku tak boleh menanyakan anak-anak kita?”
“Untuk apa abang menanyakan masalah anak-anak. Bukankah selama ini tidak pernah terpikir bagi abang tentang mereka dan dimana mereka hidup serta siapa yang merawat mereka?” entah menyindir ketidak hirauan Sahrul akan anak-anaknya selama ini  atau memang hanya sekedar menanyakannnya saja, yang jelas pertanyan balik yang diberikan Ranti membuat Sahrul merasa terpojok. Betapapun dia menyadari kalau dia selama ini memang tidak pernah menghiraukan kemana anak-anaknya dan siapa yang merawat anak-anak itu.
“Maafkan aku, Nti. Bukan aku tak ingin merawat mereka atau tak peduli kepada mereka selama ini. Tapi memang aku baru sadar kalau aku ternyata selama ini telah melupakan kewajibanku terhadap keluarga. Itu makanya sekarang aku ingin memperbaikinya dan ingin merawat anak-anak itu bersama kamu” katanya penuh sesal.
“Tidak mungkin, Bang. Bagaimana mungkin kau akan mempedulikan dan menjaga anak-anak kita sementara tugasmu memberikan pengabdian kepada Sang Ratu, Mayang dan kepada ibuku sendiri. Belum lagi waktumu yang harus kau berikan untukku. Mana mungkin kau akan memiliki kesempatan untuk melihat anak-anakmu”
“Pelayanan dan pengabdianku kepada para wanita itu kan bisa aku kurangi”
“Tidak  bisa. Bang. Apa kata Sang Ratu dan Mayang nanti kalau kau tak memenuhi tugasmu sesuai jadwal yang telah diberikannya. Begitu juga dengan ibu. Kalau kau mengurangi jatahnya tentu ibu akan marah sama aku sehingga aku nanti dianggapnya menjadi penghalang dia untuk memperoleh kenikmatan hidup yang merupakan tujuan hidup kami” jawab Ranti.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar