Tidak
pernah terpikir sedikitpun dibenak
Sahrul akan keganjilan kehamilan wanita-wanita itu yang hanya memakan waktu
yang sangat singkat dan kemudian melahirkan tanpa diketahuinya lagi dimana
anak-anak yang dilahirkan itu ditempatkan.
Sebenarnya
Sahrul sudah beberapa kali mengetahui keberadaan anak-anaknya, baik yang
dilahirkan oleh Ranti, Sang Ratu, Mayang maupun Ratih sendiri. Keberadaan anak-anak
itu selama ini tidak pernah menarik perhatian Sahrul. Sehingga dalam waktu yang
sangat singkat mereka menginjak dewasa, Sahrul sendiri tidak pernah peduli atau
bertanya akan keberadaan mereka yang tidak lagi dirumahnya.
Hal
itu terjadi karena pikiran Sahrul selalu dipenuhi oleh hal-hal yang berbau seks
yang diakibatkan oleh masih bereaksinya pengaruh obat-obat pembangkit nafsu birahi
yang diberikan Ratih atau akibat pijatan-pijatan pembangkit nafsu yang dilakukan oleh Mayang. Kendati
pijatan-pijatan yang dilakukan Mayang hanya sekali dalam seminggu, namun
pengaruhnya cukup lama. Perpaduan antara obat yang diberikan Ratih dengan pijatan
yang dilakukan Mayang inilah yang membuai fantasi Sahrul untuk selalu mengejar
pemuasan nafsu birahi dengan keempat wanita cantik di kampung itu.
Jika
disuruh menghitung anak-anak yang telah diwariskannya kepada keempat wanita
cantik itu, Sahrul tidak mungkin akan bisa menghitungnya. Apalagi kepeduliannya
kepada hal-hal lain diluar masalah seks selama ini tidak ada sama sekali. Kalaupun
ada keinginannya untuk memikirkan masalah lain diluar masalah birahi, tentu dia
tidak akan memiliki kesempatan untuk itu karena tanpa henti dia secara bergilir
telah melayani wanita-wanita cantik yang sangat haus seks itu selama puluhan
tahun ini.
Untuk
menghilangkan kebingungannya, secara perlahan Sahrul berusaha mengorek
keterangan dari mertuanya, Ratih saat dia memberikan pelayanan nafsu kepada
wanita itu. Begitu pentingnya informasi yang ingin diperolehnya mengenai
anak-anaknya dari Ratih membuat Sahrul harus benar-benar berhati-hati dalam
memancing keterangan dari mulut Ratih yang sedang meregang kenikmatan agar
tanpa sadar wanita cantik itu memberikan informasi akan apa yang dibutuhkannya.
Semula
Ratih keberatan memberikan keterangan akan keberadaan anak-anak Sahrul. Bahkan wanita
itu kaget mendengar pertanyaan Sahrul yang begitu tiba-tiba dan tak pernah
dibayangkannya. Ratih sendiri yakin kalau pertanyaan ini tidak pernah
dilontarkan Sahrul kepada istrinya sekalipun. Buktinya dia tidak mengetahui keberadaan
anak-anaknya sama sekali. Namun dengan kepandaian Sahrul menggantung kenikmatan
yang akan diberikannya kepada mertuanya itu, membuat Ratih tanpa sadar dan
dengan gamblang memberikan penjelasan akan masalah anak-anaknya itu.
“Jadi...
aku selaku ayah dari anak-anakku tidak diperkenankan mengunjungi anak-anakku
sendiri?” tanyanya heran. “Peraturan bagaimana itu yang membuat aku harus
berpisah dengan anak-anakku?” tambahnya.
“Memang
menurut peraturan disini, setiap keluarga tidak memelihara anak-anaknya
sendiri. Semua anak-anak dipelihara oleh Sang Ratu dengan pengawalan dan
pemeliharaan yang ketat. Aku sendiri tidak tahu bagaimana nasib anak-anak kita dari
hasil hubunganku dengan kamu yang aku titipkan disana” jawab Ratih kalem. Namun
bibirnya masih juga berusaha mengejar bibir Sahrul yang mulai menegang sejalan
dengan tegangnya pikirannya akan nasib anak-anaknya dipenampungan yang dimaksud
Ratih.
“Berapa
banyak anakku saat ini?” tanya Sahrul tiba-tiba yang tentu saja tidak pernah
diduga oleh Ratih.
“Kenapa?
Apakah keberadaan mereka menarik perhatian kamu?”
“Tentu
saja. Aku sangat ingin bertemu dengan mereka dan merawat mereka”
“Kamu
hanya punya hak merawat satu dari sekian banyak anak Ranti. Itupun kalau hubungan
kamu dengan Ranti sudah diberkati dalam suatu hubungan yang abadi dan kamu
menjadi warga abadi dikampung ini”
“Seperti
halnya kamu dan Bandri yang hanya boleh memelihara Ranti sendiri?” tanya Sahrul
semakin penasaran.
“Iya.
Sedang anak-anakku dari kamu tidak boleh aku miliki. Mereka sepenuhnya mengabdi
pada Sang Ratu untuk menjadi wanita kehormatan di kampung ini”
Sahrul
semakin bingung dengan pernyataan-pernyataan Ratih yang membingungkan itu. Bagaimana
mungkin dia dapat memelihara anak-anaknya kalau untuk itu dia harus menjadi
suami yang abadi bagi Ranti. Sedangkan kalau sudah menjadi suami yang abadi
tentu dia tidak akan memiliki kemampuan yang tinggi dalam masalah seks. Sama halnya
seperti Bandri yang sudah tidak memiliki kemampuan seks. Sementara istrinya
sangat haus akan pemuasan nafsu birahi. Tentu kalau dia tidak memiliki
kemampuan memberikan pelayanan birahi kepada istrinya, suatu saat istrinya akan
mencarinya dari orang lain. Seperti halnya Ratih yang saat ini mencari
kenikmatan melalui Sahrul sedang Bandri hanya mampu merelakan saja istrinya
tidur dengan orang lain, yang tak lain adalah menantunya sendiri.
Rasanya
Sahrul tak sanggup kalau harus berada pada posisi Bandri yang tidak memiliki
kemampuan seksual ditengah gejolak nafsu birahi istrinya yang menggelora
sehingga tanpa dapat berbuat apa-apa harus merelakan istrinya digarap oleh
orang lain. Namun disisi lain, kalau dia tidak mampu menghadapi kenyataan hidup
seperti yang dialami Bandri tentu Sahrul tidak akan bisa juga bertemu dengan
anak-anaknya. Sehingga hidupnya akan begini terus.
“Kenapa
hal ini baru aku sadari sekarang, ya? Bukankah dulu aku sering melihat
anak-anakku pergi diantar oleh Ranti dan Bandri kerumah keluarganya, dan mereka
tidak pernah kembali lagi. Bodohnya, aku tidak pernah bertanya lagi tentang
keberadaan mereka dan kenapa mereka tidak dibawa kembali pulang?” pikir hati
Sahrul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar