Sabtu, 25 Maret 2017

Penganten Rang Bunian (Part 58)



Tidak pernah terpikir sedikitpun  dibenak Sahrul akan keganjilan kehamilan wanita-wanita itu yang hanya memakan waktu yang sangat singkat dan kemudian melahirkan tanpa diketahuinya lagi dimana anak-anak yang dilahirkan itu ditempatkan.
Sebenarnya Sahrul sudah beberapa kali mengetahui keberadaan anak-anaknya, baik yang dilahirkan oleh Ranti, Sang Ratu, Mayang maupun Ratih sendiri. Keberadaan anak-anak itu selama ini tidak pernah menarik perhatian Sahrul. Sehingga dalam waktu yang sangat singkat mereka menginjak dewasa, Sahrul sendiri tidak pernah peduli atau bertanya akan keberadaan mereka yang tidak lagi dirumahnya.

Hal itu terjadi karena pikiran Sahrul selalu dipenuhi oleh hal-hal yang berbau seks yang diakibatkan oleh masih bereaksinya pengaruh obat-obat pembangkit nafsu birahi yang diberikan Ratih atau akibat pijatan-pijatan  pembangkit nafsu yang dilakukan oleh Mayang. Kendati pijatan-pijatan yang dilakukan Mayang hanya sekali dalam seminggu, namun pengaruhnya cukup lama. Perpaduan antara obat yang diberikan Ratih dengan pijatan yang dilakukan Mayang inilah yang membuai fantasi Sahrul untuk selalu mengejar pemuasan nafsu birahi dengan keempat wanita cantik di kampung itu.
Jika disuruh menghitung anak-anak yang telah diwariskannya kepada keempat wanita cantik itu, Sahrul tidak mungkin akan bisa menghitungnya. Apalagi kepeduliannya kepada hal-hal lain diluar masalah seks selama ini tidak ada sama sekali. Kalaupun ada keinginannya untuk memikirkan masalah lain diluar masalah birahi, tentu dia tidak akan memiliki kesempatan untuk itu karena tanpa henti dia secara bergilir telah melayani wanita-wanita cantik yang sangat haus seks itu selama puluhan tahun ini.
Untuk menghilangkan kebingungannya, secara perlahan Sahrul berusaha mengorek keterangan dari mertuanya, Ratih saat dia memberikan pelayanan nafsu kepada wanita itu. Begitu pentingnya informasi yang ingin diperolehnya mengenai anak-anaknya dari Ratih membuat Sahrul harus benar-benar berhati-hati dalam memancing keterangan dari mulut Ratih yang sedang meregang kenikmatan agar tanpa sadar wanita cantik itu memberikan informasi akan apa yang dibutuhkannya.
Semula Ratih keberatan memberikan keterangan akan keberadaan anak-anak Sahrul. Bahkan wanita itu kaget mendengar pertanyaan Sahrul yang begitu tiba-tiba dan tak pernah dibayangkannya. Ratih sendiri yakin kalau pertanyaan ini tidak pernah dilontarkan Sahrul kepada istrinya sekalipun. Buktinya dia tidak mengetahui keberadaan anak-anaknya sama sekali. Namun dengan kepandaian Sahrul menggantung kenikmatan yang akan diberikannya kepada mertuanya itu, membuat Ratih tanpa sadar dan dengan gamblang memberikan penjelasan akan masalah anak-anaknya itu.
“Jadi... aku selaku ayah dari anak-anakku tidak diperkenankan mengunjungi anak-anakku sendiri?” tanyanya heran. “Peraturan bagaimana itu yang membuat aku harus berpisah dengan anak-anakku?” tambahnya.
“Memang menurut peraturan disini, setiap keluarga tidak memelihara anak-anaknya sendiri. Semua anak-anak dipelihara oleh Sang Ratu dengan pengawalan dan pemeliharaan yang ketat. Aku sendiri tidak tahu bagaimana nasib anak-anak kita dari hasil hubunganku dengan kamu yang aku titipkan disana” jawab Ratih kalem. Namun bibirnya masih juga berusaha mengejar bibir Sahrul yang mulai menegang sejalan dengan tegangnya pikirannya akan nasib anak-anaknya dipenampungan yang dimaksud Ratih.
“Berapa banyak anakku saat ini?” tanya Sahrul tiba-tiba yang tentu saja tidak pernah diduga oleh Ratih.
“Kenapa? Apakah keberadaan mereka menarik perhatian kamu?”
“Tentu saja. Aku sangat ingin bertemu dengan mereka dan merawat mereka”
“Kamu hanya punya hak merawat satu dari sekian banyak anak Ranti. Itupun kalau hubungan kamu dengan Ranti sudah diberkati dalam suatu hubungan yang abadi dan kamu menjadi warga abadi dikampung ini”
“Seperti halnya kamu dan Bandri yang hanya boleh memelihara Ranti sendiri?” tanya Sahrul semakin penasaran.
“Iya. Sedang anak-anakku dari kamu tidak boleh aku miliki. Mereka sepenuhnya mengabdi pada Sang Ratu untuk menjadi wanita kehormatan di kampung ini”
Sahrul semakin bingung dengan pernyataan-pernyataan Ratih yang membingungkan itu. Bagaimana mungkin dia dapat memelihara anak-anaknya kalau untuk itu dia harus menjadi suami yang abadi bagi Ranti. Sedangkan kalau sudah menjadi suami yang abadi tentu dia tidak akan memiliki kemampuan yang tinggi dalam masalah seks. Sama halnya seperti Bandri yang sudah tidak memiliki kemampuan seks. Sementara istrinya sangat haus akan pemuasan nafsu birahi. Tentu kalau dia tidak memiliki kemampuan memberikan pelayanan birahi kepada istrinya, suatu saat istrinya akan mencarinya dari orang lain. Seperti halnya Ratih yang saat ini mencari kenikmatan melalui Sahrul sedang Bandri hanya mampu merelakan saja istrinya tidur dengan orang lain, yang tak lain adalah menantunya sendiri.
Rasanya Sahrul tak sanggup kalau harus berada pada posisi Bandri yang tidak memiliki kemampuan seksual ditengah gejolak nafsu birahi istrinya yang menggelora sehingga tanpa dapat berbuat apa-apa harus merelakan istrinya digarap oleh orang lain. Namun disisi lain, kalau dia tidak mampu menghadapi kenyataan hidup seperti yang dialami Bandri tentu Sahrul tidak akan bisa juga bertemu dengan anak-anaknya. Sehingga hidupnya akan begini terus.
“Kenapa hal ini baru aku sadari sekarang, ya? Bukankah dulu aku sering melihat anak-anakku pergi diantar oleh Ranti dan Bandri kerumah keluarganya, dan mereka tidak pernah kembali lagi. Bodohnya, aku tidak pernah bertanya lagi tentang keberadaan mereka dan kenapa mereka tidak dibawa kembali pulang?” pikir hati Sahrul.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar