Minggu, 13 September 2015

Penganten Rang Bunian (Part 53)


“Hamba mengerti. Hamba hanya khawatir dan mementingkan diri sendiri. Lagi pula.... bukankah Sang Ratu sendiri akan dirugikan dengan pemberkatan itu. Pijatan hamba tidak akan efektif lagi kalau ternyata hamba sendiri tidak diperkenankan untuk menikmati tubuh orang yang hamba pijat itu” kata Mayang masih berusaha mempengaruhi keputusan Sang Ratu.
“Lalu bagaimana sekarang? Apa mungkin aku akan meralat keputusan yang sudah aku buat sendiri. Apa kata hambaku nanti kalau terhadap Sahrul ada pengecualian?”

“Mungkin Sang Ratu bisa memberi kesempaan melihat perubahan sikap Sahrul ini selama satu purnama lagi. Barangkali saja dia akan tetap betah tinggal di kampung ini dan tak memikirkan kampung halamannya lagi. Kalau dalam satu purnama ini dia masih memikirkannya, maka Sang Ratu harus segera memberkatinya, kendati tanpa upacara yang dipersiapkan secara matang” jawab Mayang mencoba mencari jalan tengah yang sekurang-kurangnya masih memberi kesempatan kepadanya untuk mendapat kenikmatan dari pengabdian yang diberikan Sahrul.
Lama Sang Ratu berpikir. Disatu sisi apa yang dikatakan Mayang ada benarnya juga. Kalau memang Sahrul sudah diberkati tentu Sahrul tidak akan mempunyai keperkasaan yang selama ini mengikat hati dan tubuh Sang Ratu dalam suatu ikatan birahi yang tetap terbawa dalam mimpi dan hidupnya. Namun jika keputusan untuk melakukan pemberkatan dibatalkannya, kehormatan dan kewibawannya selaku penguasa di kampung itu akan mendapat ujian berat dari orang-orang yang mengetahuinya.
Setelah memikirkan beberapa saat usulan yang diajukan Mayang, terbetik titik terang yang mungkin saja dapat diputuskan oleh Sang Ratu dengan resiko yang sangat minim.
“Baiklah, Mayang. Kita beri waktu bagi Sahrul untuk menunjukkan ketulusan hatinya dalam memilih tetap tinggal di kampung ini.  Jika dalam satu purnama ini dia tidak menunjukkan niatnya untuk  kembali pada kehidupannya yang normal, tidak ada salahnya kalau kita tetap membiarkan dia disini sambil tetap mereguk kenikmatan birahi darinya. Aku juga tidak ingin kehilangan kesempatan berbahagia untuk yang kedua kalinya setelah dulu aku kehilangan orang yang sangat aku cintai” kata Sang Ratu.
“Terimakasih, Yang Mulia.Hamba akan memanfaatkan waktu singkat ini untuk terus mereguk kenikmatan itu dari Sahrul. Harus kita akui kalau dia sangat pandai memuaskan nafsu birahi kita yang terus bergejolak” jawab Mayang dengan mimik wajah gembira.
“Kau boleh menyampaikan berita gembira ini kepada Bandri danRatih, Mayang”
“Terimakasih, Yang Mulia. Terimalah sembah sujud hamba” katanya lagi. Kali ini disertai dengan sembah sujud yang sangat dalam yang menunjukkan betapa dia sangat bersyukur atas anugerah yang diberikan Sang Ratukepadanya dengan mengizinkan Sahrul tetap menjadi lelaki pejantan biasa selama satu purnama ini. Tentu saja hal ini bukan kesempatan terakhir bagi Mayang karena jika ternyata Sahrul memang tidak ingin kembali ke kampungnya, maka atas kesadaran sendiri Sahrul akan menjadi pejantan yang abadi bagi mereka tanpa harus memberkatinya menjadi warga yang abadi.
Dengan bergegas Mayang berlalu dari ruang kendali kekuasaan Sang Ratu untuk segera menyampaikan khabar itu kepada Bandri dan Ratih yang sudah menuggu dari tadi di luar.
“Yang Mulia Sang Ratu Datuk Puti memberi kesempatan kepada Sahrul untuk membuktikan ketulusannya dalammemilih tetap tinggal menjadi suami Ranti selama satu purnama lagi. Bila dalam satu purnama ini Sahrul memang menunjukkan bhaktinya sebagai seorang suami dan abdi yang setia maka dia akan tetap diizinkan tinggal dikampung ini tanpa diadakan pemberkatan lagi. Sedangkan hak Sang Ratu, aku maupun Ratih untuk mendapatkan kehangatan cumbu rayu dan  kenikmatan dari Sahrul tetap sebagaimana biasanya. Ini sudah menjadi keputusan Sang Ratu untuk segera kita laksanakan” tegasnya.
Bandri dan Ratih hanya menunduk mendengarkan keputusan Sang Ratu yang disampaikan Mayang itu. Sedang dari raut muka Ratih terpancar suatu kebahagiaan yag sangat mengejutkan yang diterimanya sebagai anugerah tak ternilai. Apalagi dalam keputusannya yang disampaikan Mayang itu Sang Ratumenyebutkan hak Ratih untuk mendapatkan kegairahan birahi dari Sahrul tetap ada. Alangkah indahnya hidup yang akan dilaluinya dengan pengembalian hak itu.
“Satu hal yang harus kita ingat bersama, jangan biarkan Sahrul mengetahui ikhwal pembicaraan kita sekarang. Termasuk juga keputusan yang telah diambil Sang Ratu. Terutama kau, Ratih. Jangan sampai Sahrul mengetahui semua masalah ini dari mulutmu. Jika hal itu terjadi, kamu akan tahusendiri akibatnya”tambahnya.
Mayang sendiri kendati selalu menjaga wibawa tetap saja tidak mampu menahan perasaan senang dan bahagianya atas keputusan yang telah dirundingkannya dengan Sang Ratu tadi.
Khabar gembira yang disampaikan Sang Ratu melalui Mayang itu akhirnya dibawa pulang oleh Bandri dan Ratih untuk disampaikannnya kepada anaknya.
Alangkah senangnya hati Ranti mendengar keputusan Sang Ratu untuk menunda pelaksanaan pemberkatan suaminya menjadi warga yang abadi selama satu purnama lagi. Bagaimanapun juga walaupun dia akan memperoleh hak penuh atas diri suaminya itu, namun tidak akan memperoleh kenikmatan berhubungan badan seperti halnya sekarang dirasakannya jika suaminya diberkati menjadi suami yang abadi. Apalagi sekarang dilihatnya sendiri kalau suaminya itu lebih memilih untuk tetap berada disampingnya ketimbang harus kembali ke kampungnya di Lubuk Pisang.
Keceriaan kembali menghangatkan hubungan yang beberapa bulan terakhir semakin suram di rumah itu. Tidak ada lagi alasan bagi Ranti mencurigai suaminya. Terutama karena pilihan untuk tetap tinggal di kampung itu diputuskan sendiri oleh Sahrul tanpa adanya campur tangan Sang Ratu melalui kekuatan magicnya. Ratihpun merasa bahagia dengan kembalinya keharmonisan di rumah itu. Namun untuk tidak menghilangkan haknya atas tubuh dan kehangatan Sahrul tidak ada jalan lain kecuali harus membicarakan masalah ini dengan Sahrul dan Ranti karena jika tidak dibicarakan tentu jatah Ratih  akan hilang. Terutama karena Ranti yang selama ini selalu pergi keluar rumah untuk memberi kesempatan kepada Ratih dan Sahrul sekarang tidak pernah lagi keluar rumah.
“Nampaknya masalah ini harus kita dudukkan, Nti” katanya suatu hari ketika Sahrul pergi ke istana guna melakukan pengabdian kepada Sang Ratu. “Apalagi kalau kamu tidak keluar rumah tidak mungkin bagi kami melakukan hubungan itu. Tentu suamimu akan takut melakukannya sementara kamu masih dirumah” tambahnya.
“Tapi aku sudah janji dengan abang Sahrul untuk tidak meninggalkannya di rumah, Bu” jawab Ranti melakukan pembelaan diri dari pembicaraan ibunya yang nampaknya mulai menuduh Ranti sebagai penyebab dari tidak dapatnya dia memperoleh kenikmatan dari Sahrul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar