Senin, 02 Februari 2015

Penganten Rang Bunian (Part 12)



Entah sudah berapa kali Sahrul dan Ranti bermesraan meskipun dihadapan tetamu yang juga sibuk dengan obrolan mereka sendiri-sendiri. Mulanya Sahrul agak grogi untuk meladeni kemesraan Ranti di depan para undangan. Namun setelah dilihatnya Ranti juga tidak begitu hirau, akhirnya Sahrul mulai bersikap acuh akan keadaan disekelilingnya. Sekian lama diacuhkan dan mengacuhkan tamu dengan hanya bermesraan saja membuat Sahrul merasa tak tahan. Dengan sedikit kode melalui kerlingan mata dan gerakan bibir yang dimanyunkan, Sahrul beruasaha mengisyaratkan kepada Ranti bahwa dia sedang ingin meningkatkan kemesraan lebih jauh.

Tanpa harus mengulang permintaan untuk kedua kalinya, Ranti segera mengajak Sahrul untuk beranjak dari pelaminan itu dan secara perlahan berjalan menuju kamar penganten.
Kekaguman dan perkiraan Sahrul akan kondisi kamar penganten ternyata tidak meleset. Bahkan dilihatnya kamar itu jauh lebih hebat dari yang diperkirakannya.
Esok harinya, dengan terpaksa Sahrul harus bangun lebih pagi. Ada beberapa bunyi-bunyian asing yang mengusik keheningan pagi di telinganya. Dalam duduknya Sahrul berusaha mengucek-kucek matanya yang masih sangat mengantuk.
“Ada apa sih?” tanyanya bergumam kepada dirinya sendiri.
“Orang-orang mempersiapkan kelompok penabuh musik untuk acara kita hari ini” jawab Ranti yang ternyata mendengar gumaman Sahrul.
Ranti seakan tidak terganggu dengan bunyi-bunyian itu. Dia terus tergolek dalam selimut hangat pagi itu. Matanya masih terpejam. Namun dari bibirnya yang mungil tersungging senyuman kebahagiaan yang dirasakannya. Memang dalam tidurnya Ranti masih mampu memperlihatkan perasaan hatinya yang sedang bahagia. Sahrul kembali berbaring. Dalam dinginnya pagi itu dicarinya kehangatan dengan mendekap tubuh istrinya.
Diluar, keluarga Bandri dengan dibantu oleh beberapa orang tetangganya mempersiapkan pesta hari ini yang rupanya masih akan berlangsung. Menjelang siang, Ranti dan Sahrul kembali bersanding untuk menyaksikan banyaknya tamu yang berdatangan kepesta perkawinan mereka. Entah memang Sahrul yang tidak memperhatikan para tetamu sedari kemarin atau memang warga kampung Lubuk Lungun itu memang banyak, yang jelas setiap tamu yang datang merupakan wajah-wajah baru yang kemarin atau hari-hari sebelumnya tidak dilihat Sahrul.
“Banyak sekali tamunya, berarti warga Lubuk Lungun ini banyak juga, ya?” tanya Sahrul dengan suara yang pelan kearah telinga istrinya.
“Mereka warga kampung sebelah. Rencananya besok warga kampung lain yang datang ke pesta kita sebagai bentuk keikutsertaan mereka dalam kebahagiaan kita” jawab Ranti.
Sahrul hanya terdiam dan tidak menanggapinya, mukanya sedikit pucat. Takut kalau-kalau warga kampungnya atau orang-orang yang dikenalinya akan hadir dalam pesta perkawinannya itu. Tentu warga kampungnya akan datang mengingat jarak kampungnya dengan Lubuk Lungun ini cukup dekat. Apalagi waktu datang ke Lubuk Lungun ini dia hanya berjalan kaki dengan Ranti.
“Orang kampung abang tidak akan datang kesini. Mereka cukup jauh dari sini” kata Ranti tiba-tiba.
Tentu saja Sahrul kaget karena Ranti sudah membaca apa yang dipikirkannya.
“Abang berharap mereka datang kesini. Walaupun kita tidak sempat untuk mengundang mereka” kata Sahrul basa-basi.
Mereka kembali terlena dengan kemeriahan pesta perkawinan yang dikunjungi tamu yang tak henti-hentinya itu.
Malam itu, ketika tamu sudah pulang semua, Bandri dan Ratih telah pula masuk kekamarnya. Sedang tetangga-tetangga mereka yang selama ini menjadi panitia pesta perkawinan sedari tadi sudah meninggalkan rumah Bandri. Sahrul dan Ranti yang sudah masuk kamar nampak asyik membicarakan hal-hal yang kemarin malam belum sempat ditanyakan Sahrul.
“Pemberkatan perkawinan kemarin memang berbeda dengan apa yang sudah kita praktekkan sehari sebelumnya” kata Ranti.
“Kenapa? Abang juga merasa aneh. Untung abang bisa menyesuaikan diri dengan mengikuti gerakan-gerakanmu” kata Sahrul penasaran.
“Untungnya abang bisa menyesuaikan dan mematuhi apa yang aku katakan agar mengikuti saja apa yang dilihat tanpa ditanyakan atau diragukan pada waktu itu” jawab Ranti.
“Lalu, maksudnya kemarin itu apa?” tanya Sahrul semakin penasaran.
“Sang Ratu memberkati perkawinan kita dan dia turut dalam kebahagiaan kita. Makanya dia memberkati kita diatas altar” jawab Ranti memulai penjelasannnya.
“Abang semakin bingung?”
“Abang dengarkan saja. Akan aku jelaskan selengkap mungkin” jawab Ranti.
“Sang Ratu memberkati kita dan dia turut dalam kebahagiaan kita. Maksudnya, dia ingin merasakan kebahagiaan kita. Itu artinya abang dan keluarga kami mendapat kehormatan karena tanpa diduga kita telah memberikan kebahagiaan kepada Sang Ratu. Untuk itu pada malam ketiga besok Abang harus datang ketempat Sang Ratu memenuhi undangannya. Apapun yang dikatakan Sang Ratu harus abang patuhi sebagai wujud bakti abang kepadanya” jelas Ranti panjang lebar.
“Lalu apa yang harus abang lakukan disana?”
“Sang Ratu akan menuntun dan memberikan sabdanya sehingga abang akan melakukan apa yang disabdakannya” jelas Ranti.
“Kalau soal dia memberikan kursinya kepada abang dan bertukar tempat?” tanya Sahrul lagi. “Dia sudah memberikan kehormatan kepada abang untuk mendapatkan posisi yang baik disisinya” jawab Ranti. Kegembiraan terpancar diwajah Ranti karena dalam pemberkatan perkawinan kemarin menyaksikan kenyataan bahwa suaminya mendapat kehormatan dari Sang Ratu.
“Maksudnya?” tanya Sahrul semakin bingung.
“Besok abang akan mengetahuinya. Datang saja kesana dan ikuti apa yang diperintahkan oleh Sang Ratu” jawab Ranti.
Wajahnya semakin berseri-seri. Entah apa yang sedang dibayangkannya. Sementara suaminya hanya terdiam, bingung dengan semua penjelasan yang menggantung itu. Tidak banyak yang bisa diperolehnya dalam penjelasan Ranti itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar