Entah sudah berapa kali
Sahrul dan Ranti bermesraan meskipun dihadapan tetamu yang juga sibuk dengan
obrolan mereka sendiri-sendiri. Mulanya Sahrul agak grogi untuk meladeni
kemesraan Ranti di depan para undangan. Namun setelah dilihatnya Ranti juga
tidak begitu hirau, akhirnya Sahrul mulai bersikap acuh akan keadaan
disekelilingnya. Sekian lama diacuhkan dan mengacuhkan tamu dengan hanya
bermesraan saja membuat Sahrul merasa tak tahan. Dengan sedikit kode melalui
kerlingan mata dan gerakan bibir yang dimanyunkan, Sahrul beruasaha
mengisyaratkan kepada Ranti bahwa dia sedang ingin meningkatkan kemesraan lebih
jauh.
Tanpa harus mengulang
permintaan untuk kedua kalinya, Ranti segera mengajak Sahrul untuk beranjak
dari pelaminan itu dan secara perlahan berjalan menuju kamar penganten.
Kekaguman dan perkiraan
Sahrul akan kondisi kamar penganten ternyata tidak meleset. Bahkan dilihatnya
kamar itu jauh lebih hebat dari yang diperkirakannya.
Esok harinya, dengan
terpaksa Sahrul harus bangun lebih pagi. Ada beberapa bunyi-bunyian asing yang
mengusik keheningan pagi di telinganya. Dalam duduknya Sahrul berusaha
mengucek-kucek matanya yang masih sangat mengantuk.
“Ada apa sih?” tanyanya
bergumam kepada dirinya sendiri.
“Orang-orang mempersiapkan
kelompok penabuh musik untuk acara kita hari ini” jawab Ranti yang ternyata mendengar
gumaman Sahrul.
Ranti seakan tidak terganggu
dengan bunyi-bunyian itu. Dia terus tergolek dalam selimut hangat pagi itu.
Matanya masih terpejam. Namun dari bibirnya yang mungil tersungging senyuman
kebahagiaan yang dirasakannya. Memang dalam tidurnya Ranti masih mampu
memperlihatkan perasaan hatinya yang sedang bahagia. Sahrul kembali berbaring.
Dalam dinginnya pagi itu dicarinya kehangatan dengan mendekap tubuh istrinya.
Diluar, keluarga Bandri
dengan dibantu oleh beberapa orang tetangganya mempersiapkan pesta hari ini
yang rupanya masih akan berlangsung. Menjelang siang, Ranti dan Sahrul kembali
bersanding untuk menyaksikan banyaknya tamu yang berdatangan kepesta perkawinan
mereka. Entah memang Sahrul yang tidak memperhatikan para tetamu sedari kemarin
atau memang warga kampung Lubuk Lungun itu memang banyak, yang jelas setiap
tamu yang datang merupakan wajah-wajah baru yang kemarin atau hari-hari
sebelumnya tidak dilihat Sahrul.
“Banyak sekali tamunya,
berarti warga Lubuk Lungun ini banyak juga, ya?” tanya Sahrul dengan suara yang
pelan kearah telinga istrinya.
“Mereka warga kampung
sebelah. Rencananya besok warga kampung lain yang datang ke pesta kita sebagai
bentuk keikutsertaan mereka dalam kebahagiaan kita” jawab Ranti.
Sahrul hanya terdiam dan
tidak menanggapinya, mukanya sedikit pucat. Takut kalau-kalau warga kampungnya
atau orang-orang yang dikenalinya akan hadir dalam pesta perkawinannya itu.
Tentu warga kampungnya akan datang mengingat jarak kampungnya dengan Lubuk
Lungun ini cukup dekat. Apalagi waktu datang ke Lubuk Lungun ini dia hanya
berjalan kaki dengan Ranti.
“Orang kampung abang tidak
akan datang kesini. Mereka cukup jauh dari sini” kata Ranti tiba-tiba.
Tentu saja Sahrul kaget
karena Ranti sudah membaca apa yang dipikirkannya.
“Abang berharap mereka
datang kesini. Walaupun kita tidak sempat untuk mengundang mereka” kata Sahrul
basa-basi.
Mereka kembali terlena
dengan kemeriahan pesta perkawinan yang dikunjungi tamu yang tak henti-hentinya
itu.
Malam itu, ketika tamu sudah
pulang semua, Bandri dan Ratih telah pula masuk kekamarnya. Sedang
tetangga-tetangga mereka yang selama ini menjadi panitia pesta perkawinan
sedari tadi sudah meninggalkan rumah Bandri. Sahrul dan Ranti yang sudah masuk
kamar nampak asyik membicarakan hal-hal yang kemarin malam belum sempat
ditanyakan Sahrul.
“Pemberkatan perkawinan
kemarin memang berbeda dengan apa yang sudah kita praktekkan sehari sebelumnya”
kata Ranti.
“Kenapa? Abang juga merasa
aneh. Untung abang bisa menyesuaikan diri dengan mengikuti gerakan-gerakanmu”
kata Sahrul penasaran.
“Untungnya abang bisa
menyesuaikan dan mematuhi apa yang aku katakan agar mengikuti saja apa yang
dilihat tanpa ditanyakan atau diragukan pada waktu itu” jawab Ranti.
“Lalu, maksudnya kemarin itu
apa?” tanya Sahrul semakin penasaran.
“Sang Ratu memberkati
perkawinan kita dan dia turut dalam kebahagiaan kita. Makanya dia memberkati
kita diatas altar” jawab Ranti memulai penjelasannnya.
“Abang semakin bingung?”
“Abang dengarkan saja. Akan
aku jelaskan selengkap mungkin” jawab Ranti.
“Sang Ratu memberkati kita
dan dia turut dalam kebahagiaan kita. Maksudnya, dia ingin merasakan
kebahagiaan kita. Itu artinya abang dan keluarga kami mendapat kehormatan
karena tanpa diduga kita telah memberikan kebahagiaan kepada Sang Ratu. Untuk
itu pada malam ketiga besok Abang harus datang ketempat Sang Ratu memenuhi
undangannya. Apapun yang dikatakan Sang Ratu harus abang patuhi sebagai wujud
bakti abang kepadanya” jelas Ranti panjang lebar.
“Lalu apa yang harus abang
lakukan disana?”
“Sang Ratu akan menuntun dan
memberikan sabdanya sehingga abang akan melakukan apa yang disabdakannya” jelas
Ranti.
“Kalau soal dia memberikan
kursinya kepada abang dan bertukar tempat?” tanya Sahrul lagi. “Dia sudah
memberikan kehormatan kepada abang untuk mendapatkan posisi yang baik disisinya”
jawab Ranti. Kegembiraan terpancar diwajah Ranti karena dalam pemberkatan
perkawinan kemarin menyaksikan kenyataan bahwa suaminya mendapat kehormatan
dari Sang Ratu.
“Maksudnya?” tanya Sahrul
semakin bingung.
“Besok abang akan
mengetahuinya. Datang saja kesana dan ikuti apa yang diperintahkan oleh Sang Ratu”
jawab Ranti.
Wajahnya semakin
berseri-seri. Entah apa yang sedang dibayangkannya. Sementara suaminya hanya
terdiam, bingung dengan semua penjelasan yang menggantung itu. Tidak banyak
yang bisa diperolehnya dalam penjelasan Ranti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar