Dengan wajah lesu Sahrul kembali pulang, memasuki
rumahnya dilihatnya Ranti telah menyambutnya dengan senyum hangat yang membuat
kedukaan dan rasa penasaran dihati Sahrul sedikit terobati. Ranti paham betul
nampaknya betapa galaunya hati Sahrul ketika mendapatkan kenyataan kalau
dirinya tidak bisa menemukan jalan yang kemarin dirintisnya itu.
Memang sampai saat ini Sahrul tidak tahu apa kenangan
yang terlintas dibenaknya dengan jalan itu. Namun perasaannya mengatakan kalau
dia kenal jalan itu, tapi dimana dan kapan dia sendiri belum yakin betul.
“Bagaimana, bang? Apakah abang berhasil menemukan
ujung jalan yang kemarin abang rambah itu?” tanya Ranti penuh senyum menyambut
kedatangan suaminya yang terlihat lesu.
“Tidak. Jalan itu malah tak ada sama sekali disana”
jawabnya dengan lesu. “Kok kamu tahu kalau abang mencari ujung jalan itu?”
tambahnya penasaran.
“Iya.. Soalnya kemarin abang mengatakan penasaran
melihat ada jalan yang rasa-rasanya abang kenal tapi entah kapan dan dimana.
Tentu sekarang abang kesana. Tidak mungkin kalau abang tidak kesana. Apalagi
selama ini abang tidak pernah keluar rumah” jawab Ranti.
Dia tidak ingin suaminya menduga-duga dari mana
dirinya tahu kalau suaminya itu mencoba mengulang kembali jalan yang kemarin
dirintisnya.
“Abang juga heran. Baru kemarin abang merintis jalan
itu dengan tongkat kayu. Kok sekarang tidak ada tanda-tanda sama sekali kalau
jalan itu pernah abang lewati kemarin. Minimal tentunya harus ada belukar-belukar
yang patah oleh hempasan tongkat kayu kemarin. Ini malah sebaliknya, belukar
itu sangat lebat seakan tidak pernah dijamah manusia” katanya tak habis pikir.
“Mungkin abang salah tempat. Disini kan banyak tempat
yang hampir-hampir mirip” bujuk Ranti. “Sudahlah, bang. Daripada mencari jalan
yang tidak pasti, lebih baik kita menikmati waktu yang seharusnya dari tadi
kita miliki seperti biasanya” tambahnya merayu.
“Iya, ya? Abang hanya tak habis pikir saja. Kok bisa
jalan itu hilang begitu saja”
“Kalaupun ketemu memangnya abang bisa mengingat kapan
dan dimana jalan itu pernah abang lewati?” selidik Ranti.
“Ya.. tidak juga. Tapi sekurang-kurangnya kalau abang
sudah melewatinya dalam jarak yang cukup jauh akan ketemu juga apa yang ada
diujung jalan itu yang membuat abang pernah melewatinya” jawab Sahrul.
“Sudahlah. Lebih baik kita masuk. Nampaknya hari sudah mulai sore. Jangan ada
bagian yang terlewatkan” tambahnya sembari merangkul istrinya masuk.
Ranti hanya menurut. Sedari tadi memang dia menunggu
suaminya segera pulang agar dia bisa kembali mewujudkan mimpi-mimpi indah
dengan suaminya.
Namun dibalik kebahagiaan akan gelora nafsu yang
diperlihatkannya pada suaminya, ada suatu kesenangan dihati Ranti yang disembunyikannya,
yakni karena Sahrul pasrah dan nampak tidak ingin mengingat jalan itu lagi.
Ranti tidak suka kalau Sahrul mengingat-ingat terus
jalan itu karena kalau dia ingat kembali dengan jalan itu pastilah dia akan
kembali ingat bahwa selama ini dia punya istri dan kampung halaman lain selain
di Lubuk Lungun itu. Padahal selama puluhan tahun ini Ranti sudah berupaya
dengan segala kekuatan magic yang dimilikinya mempengaruhi pikiran dan daya
ingat Sahrul sehingga tidak satupun kenangan masa lalu yang diingatnya selain
kenyataan bahwa dia tinggal di kampung itu diapit oleh wanita-wanita cantik
yang selalu memberi kehangatan kepadanya.
Makanya, begitu Sahrul mengatakan melihat ada jalan
yang membuat dia mengingat sesuatu secara samar-samar kontan saja Ranti pergi
ketempat itu dan menyuruh ayahnya Bandri untuk mengupayakan agar jalan itu
tidak terlihat oleh suaminya itu. Dan dengan kekuatan magic yang mereka miliki,
Bandri dan Ranti berhasil menghliangkan jalan itu dari pandangan dan ingatan Sahrul.
Itu makanya kemarin tidak seperti biasanya katanya dia pergi kerumah saudaranya
dengan Bandri dan membawa anak-anaknya. Bagi Ranti sendiri kesempatan pergi
dari Sahrul itu tak lain untuk menghilangkan jalan itu, namun bagi Bandri
sendiri disamping untuk membantu Ranti, dia juga memberi kesempatan bagi Ratih
untuk memperoleh kenikmatan dari Sahrul yang selama ini hanya dapat dinikmati
Ratih dengan mengintip ketika Sahrul dan Ranti melakukan hubungan badani.
Sebenarnya Ranti mengetahui kalau ibunya Ratih juga
sangat menginginkan untuk dapat mencicipi kehangatan dengan Sahrul. Namun tidak
mungkin baginya untuk menyorongkan ibunya kepada Sahrul untuk digauli. Kalau
hal itu dilakukannya tentu Sahrul akan curiga sehingga Ranti lebih memilih
untuk membiarkan proses pendekatan ibunya dengan Sahrul berlangsung apa adanya
dan tanpa rekayasa. Ternyata Sahrulpun tidak keberatan untuk memuaskan nafsu
mertuanya itu.
Hari yang dinanti-nanti Sahrul akhirnya datang juga.
Hari Minggu itu sebagaimana biasa dia pergi ke istana untuk menunaikan
kewajibannya melakukan pengabdian kepada Sang Ratu dan memberi pelayanan ekstra
kepada Mayang. Bukan bayangan akan melakukan hubungan dengan Sang Ratu dan
Mayang itu yang membuat Sahrul menunggu-nunggu kesempatan hari Minggu itu,
namun yang membuat dia sangat mengharapkan hari itu cepat datang adalah
keingintahuannya tentang posisi jalan yang kemarin sempat ditelusurinya namun
akhirnya ketika diulangi dari arah rumah Ranti jalan tersebut tidak
ditemukannya. Mungkin dengan menelusuri jalan mulai dari istana, ingatannya
akan letak jalan itu akan kembali pulih, demikian harapan Sahrul sehingga dia
tidak sabar untuk segera selesai melakukan pengabdian kepada Sang Ratu dan
Mayang.
Untuk tidak mengundang kecurigaan dari Sang Ratu dan
Mayang, dalam melakukan pengabdiannya Sahrul berusaha untuk tampil bergairah
sebagaimana biasanya. Bagaimanapun juga dia harus mematuhi perintah Sang Ratu.
Dan rasa hormat serta patuhnya harus tetap dipeliharanya, walaupun sudah
ratusan bahkan ribuan kali dia melayani nafsu syahwat Sang Ratu yang tak pernah
puas-puasnya ini.
Usai melakukan pengabdian kepada Sang Ratu dan
melayani Mayang dalam permaianan yang melelahkan, Sahrul akhirnya pulang pada
hari berikutnya. Dengan bergegas dia meninggalkan istana megah yang telah menjadi
saksi setiap perbuatan maksiatnya dengan Sang Ratu dan Mayang. Begitu sampai di
gerbang istana, Sahrul secara cermat berusaha memasang mata dan telinga serta
pikirannya untuk mengingat kembali dijalan-jalan mana saja dia kemarin lewat
dan kemungkinan jalan yang hilang itu ditemukan. Sampai separuh jarak
perjalanan, Sahrul berhenti dan melihat sejenak ke sekeliling jalan.
“Memang disini kemarin aku menemukan jalan itu. Kok
sekarang tak ada, ya?” pikirnya heran.
Diamat-amatinya kembali jalan itu dan secara yakin dia
berkesimpulan bahwa jalan itu memang seharusnya ada disisi kiri jalan menuju
arah hutan. Namun lagi-lagi tidak satu tanda bekas jalanpun yang nampak disana.
Bahkan Sahrul juga yakin disitu pula kemarin dia kembali melihat-lihat jalan
yang akhirnya juga tak ditemukannya.
Lama mengusai-usai belukar di jalan itu, akhirnya Sahrul
memutuskan untuk kembali pulang. Apalagi apa yang dicarinyapun tidak
menunjukkan tanda-tanda akan ketemu. Perasaan sesal mulai merasuki hatinya.
Mengapa kemarin ketika menemukan jalan itu dia tidak memberi tanda-tanda khusus
di jalan masuk sebelum dia merambah belukar itu. Namun siapa sangka kalau
akhirnya jalan itu harus hilang tanpa bekas.
Kok lama Bingitz sambungannya...
BalasHapus