Untuk kedua kalinya
Sahrul pulang dengan wajah lesu dan langkah gontai. Sangat jelas bagi Ranti
kalau suaminya baru saja mengulang kembali mencari jalan yang membuat dia
mengingat sesuatu bayangan entah apa. Dengan penuh kasih sayang disambutnya
suaminya yang baru pulang itu. Tidak ada banyak kata dan tegur sapa yang
disampaikannya. Dia tahu betul kalau suaminya masih kecewa atas kegagalan
pencariannya tadi. Dibiarkannya saja suaminya itu istirahat di kamarnya. Namun
tak berapa lama, Sahrul yang mengajak Ranti untuk bicara.
“Jalan itu ternyata
tak kutemukan. Kenapa, ya? Apa mungkin aku memang tak pernah menemukan jalan
itu sehingga sekarang tidak nampak bekas jalannya sedikitpun” kata Sahrul
seakan bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
“Sudahlah, bang. Nampaknya
memang abang yang telah mengigau sehingga merasa melewati jalan itu. Padahal
kalau jalan itu abang telusuri, tak jauh dari jalan kampung ada lembah yang
curam. Tak mungkin rasanya kalau disana ada jalan yang abang maksudkan” bujuk
Ranti lembut sembari membelai halus rambut suaminya penuh kasih sayang.
“Mungkin juga. Tapi
kenapa, ya? Padahal selama ini abang tak pernah mengigau” tanyanya heran.
“Sudahlah. Tak usah
abang pikirkan. Lebih baik kita hidup normal seperti biasa lagi. Apa abang tak
rindu sama aku?” tanya Ranti.
Kali ini dia
benar-benar ingin membuat suaminya mabuk sehingga inisiatif serangan langsung
dilakukannya yang membuat Sahrul susah untuk mengelak. Bahkan pancingan gairah
itu mendapat sambutan hangat sehingga Sahrul kembali melupakan apa yang sedari
minggu lalu menghantui pikirannya.
Entah untuk alasan apa
keesokan harinya Ranti, Bandri dan anak-anaknya kembali keluar rumah. Dan
lagi-lagi Sahrul yang sedang istirahatpun tidak diperkenankan untuk ikut.
Begitu juga dengan ibunya, Ratih yang nampaknya harus menjaga rumah lagi. Tidak
lama setelah Ranti dan Bandri pergi, Ratih yang nampaknya sudah tak tahan
menunggu selama seminggu bergegas menemui Sahrul di kamarnya.
Seminggu telah
berlalu, Sahrul kembali ke istana untuk melakukan pengabdian kepada Sang Ratu
dan Mayang. Semenjak Sahrul melihat jalan setapak yang mengingatkannya pada
suatu kisah lama yang entah apa dan dimana membuat Sahrul mulai tertutup dan
tidak ingin membicarakannya dengan para wanita cantik itu secara langsung.
Berbagai rasa penasaran dicobanya untuk mencari jawaban sendiri atau paling
tidak berusaha mencari tahu dari pihak lain yang tidak menimbulkan kecurigaan
pihak yang ditanya.
Baru disadari oleh
Sahrul betapa selama puluhan tahun dia sudah mengabdi di istana dan kampung
Lubuk Lungun, namun banyak hal yang selama ini tidak menjadi perhatiannya
selain hanya melakukan pelayanan seks kepada empat wanita cantik di kampung
itu. Disadari betul betapa selama ini dia melakukan pengabdian di istana namun
tidak pernah menikmati suasana dan pemandangan lain selain hanya ruang tunggu,
kamar Sang Ratu dan kamar Mayang.
Sahrul penasaran
sekali ingin melihat-lihat bagian lain dari istana Sang Ratu. Untuk meminta
izin dari Sang Ratu tidak mungkin rasanya sehingga Sahrul mencoba untuk
mendekati Mayang.
“Sayang, bolehkah aku
berjalan-jalan dan melihat-lihat bagian lain dari istana yang megah ini?
soalnya sejak puluhan tahun aku mengabdikan diri kepada Sang Ratu dan juga sama
kamu. Tidak pernah aku disuguhkan dengan pemandangan indah dan kemewahan istana
ini” bujuk Sahrul.
Dibiarkannya Mayang
memakaikan bajunya yang sedari tadi tergeletak di lantai kamar Mayang.
“Untuk apa? Apakah
keindahan tubuh Sang Ratu dan tubuhku bukan suatu pemandangan yang indah
bagimu? Dan bukankah kemolekan tubuh kami ini lebih megah dari isi istana ini?”
tanya Mayang.
“Bukan begitu. Segala
keindahan tubuh kalian dan kehangatannnya sudah aku nikmati selama puluhan tahun dan aku tak
pernah bosan ataupun merasa lelah meladeni kalian berdua karena akupun merasa
betapa indahnya hubungan kita. Tapi apakah salah jika aku juga ingin mengetahui
sisi lain istana ini agar aku bisa melihat bahwa yang terindah dari isi istana
ini adalah kalian berdua” rayu Sahrul semakin gencar.
“Bisa. Tapi tak semua
bagian istana ini yang bisa kamu lihat. Kamu akan saya antar berkeliling istana.
Apapun yang kamu lihat kali ini boleh kamu tanyakan karena kamu sudah cukup
lama mengabdi disini dan Sang Ratu, khususnya aku sangat terkesan dengan
permainan gilamu itu” jawab Mayang tak
tahan mendengar rayuan Sahrul sambil merengek-rengek terus meminta untuk
diizinkan bermain barang sejenak di sekitar istana sebelum dia pulang
menunaikan tugasnya di rumah.
Dengan diantar oleh
Mayang, Sahrul mengelilingi istana megah itu. Baru kali ini dia punya
kesempatan berkeliling istana setelah puluhan tahun dia mengabdikan dirinya
pada Sang Ratu dan Mayang. Mayang layaknya penganten baru selalu merangkul
lengan Sahrul sambil berjalan. Tak disia-siakannya sedikitpun kesempatan untuk
memagut Sahrul yang berperawakan sedang itu.
Memasuki taman di
belakang istana alangkah terkesannya Sahrul akan keindahan istana itu.
“Wah... kacau nih
kalau begini” rutuknya.
“Kenapa? Kamu tidak
suka keindahan disini?” tanya Mayang penasaran bercampur bingung melihat polah
Sahrul yang seakan memendam suatu pikiran yang berat.
“Bukan. Melihat
keindahan dan keharuman taman ini hasratku jadi naik. Rasanya akan sangat indah
sekali kalau kita melakukannya disini” katanya sambil meremas pantat Mayang.
Mayang menggeliat
geli.
“Kamu nakal. Bagaimana
mungkin itu kita lakukan disini. Bagaimana kalau ketahuan Sang Ratu. Inikan
taman bunga dia” jawab Mayang genit. Tak lupa jemarinya mencubit pinggang
Sahrul.
“Itu makanya aku
bilang kacau, padahal aku tak tahan untuk mencobanya disini” katanya seakan
berusaha menahan gejolak nafsu yang sebetulnya baru beberapa menit yang lalu
disalurkannya.
“Ya... terserahlah.
Tapi aku akan tutup dulu pintu itu dan ingatkan dulu penjaganya untuk tidak
mengintip” kata Mayang pasrah.
Dengan bergegas tak
sanggup menahan gejolak birahinya yang juga sudah mulai tumbuh, Mayang berlari
kecil menuju pintu taman dan terlihat berbicara dengan penjaga taman istana
itu. Penjaga taman terlihat manggut-manggut dan tak lama dia keluar sambil
menutup pintu.
Mayang berlari
menghampiri Sahrul yang begitu melihat penjaga menutup pintu langsung saja
membuka pakaiannya.
Melihat Sahrul mulai
membuka pakaiannya, Mayang yang juga sudah mencapai puncak birahi itu
mengikutinya dan sambil berlari kecil diapun melepas satu persatu pakaiannya.
Walhasil, ditaman bunga yang luas itu petualangan cinta di alam terbuka mereka
lakukan tanpa takut ada orang lain yang melihatnya.
“Keindahan ini akan
aku ceritakan kepada Sang Ratu” kata Mayang usai melakukan pergulatan yang
melelahkan itu.
“Hah... apa-apaan ini?
Bisa-bisa Sang Ratu murka karena kita menodai taman bunganya dengan permainan
ini. Pastilah dia akan marah besar kalau kamu menceritakannya pada beliau” kata
Sahrul gugup.
Betapa tidak.
Bagaimana kalau Sang Ratu marah. Pastilah dia yang akan kena damprat karena
telah mengajak Mayang melakukannya di taman bunga itu.
“Tidak. Beliau pasti
akan penasaran dan meminta kamu melakukannya disini. Tenang sajalah, sayang”
katanya.
Dirangkulnya Sahrul
untuk menunjukkan kebahagiaannya mendapatkan porsi ekstra minggu ini.
Dengkul Sahrul
bergetar membayangkan akan melakukaknnya dengan Sang Ratu di taman bunga itu.
Walaupun baru saja melakukannya dengan Mayang, namun membayangkan akan
melakukannya dengan Sang Ratu, birahi Sahrul kembali bangkit. Tak
habis-habisnya gejolak birahinya naik terus.
Usai melakukan
permainan yang melelahkan di taman bunga istana, kedua insan itu kembali
mengelilingi bagian-bagian terbuka dari istana itu.
Mendekati bangunan tua
yang kumuh dan dijaga oleh dua orang penjaga yang amat garang, Mayang sengaja
membelokkan langkah mereka yang tentu saja membuat Sahrul bertanya-tanya akan
keberadaan bangunan tua nan kumuh di banding bagian lain istana yang begitu
megah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar