Senin, 23 Februari 2015

Penganten Rang Bunian (Part 26)



Untuk kedua kalinya Sahrul pulang dengan wajah lesu dan langkah gontai. Sangat jelas bagi Ranti kalau suaminya baru saja mengulang kembali mencari jalan yang membuat dia mengingat sesuatu bayangan entah apa. Dengan penuh kasih sayang disambutnya suaminya yang baru pulang itu. Tidak ada banyak kata dan tegur sapa yang disampaikannya. Dia tahu betul kalau suaminya masih kecewa atas kegagalan pencariannya tadi. Dibiarkannya saja suaminya itu istirahat di kamarnya. Namun tak berapa lama, Sahrul yang mengajak Ranti untuk bicara.

“Jalan itu ternyata tak kutemukan. Kenapa, ya? Apa mungkin aku memang tak pernah menemukan jalan itu sehingga sekarang tidak nampak bekas jalannya sedikitpun” kata Sahrul seakan bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
“Sudahlah, bang. Nampaknya memang abang yang telah mengigau sehingga merasa melewati jalan itu. Padahal kalau jalan itu abang telusuri, tak jauh dari jalan kampung ada lembah yang curam. Tak mungkin rasanya kalau disana ada jalan yang abang maksudkan” bujuk Ranti lembut sembari membelai halus rambut suaminya penuh kasih sayang.
“Mungkin juga. Tapi kenapa, ya? Padahal selama ini abang tak pernah mengigau” tanyanya heran.
“Sudahlah. Tak usah abang pikirkan. Lebih baik kita hidup normal seperti biasa lagi. Apa abang tak rindu sama aku?” tanya Ranti.
Kali ini dia benar-benar ingin membuat suaminya mabuk sehingga inisiatif serangan langsung dilakukannya yang membuat Sahrul susah untuk mengelak. Bahkan pancingan gairah itu mendapat sambutan hangat sehingga Sahrul kembali melupakan apa yang sedari minggu lalu menghantui pikirannya.
Entah untuk alasan apa keesokan harinya Ranti, Bandri dan anak-anaknya kembali keluar rumah. Dan lagi-lagi Sahrul yang sedang istirahatpun tidak diperkenankan untuk ikut. Begitu juga dengan ibunya, Ratih yang nampaknya harus menjaga rumah lagi. Tidak lama setelah Ranti dan Bandri pergi, Ratih yang nampaknya sudah tak tahan menunggu selama seminggu bergegas menemui Sahrul di kamarnya.
Seminggu telah berlalu, Sahrul kembali ke istana untuk melakukan pengabdian kepada Sang Ratu dan Mayang. Semenjak Sahrul melihat jalan setapak yang mengingatkannya pada suatu kisah lama yang entah apa dan dimana membuat Sahrul mulai tertutup dan tidak ingin membicarakannya dengan para wanita cantik itu secara langsung. Berbagai rasa penasaran dicobanya untuk mencari jawaban sendiri atau paling tidak berusaha mencari tahu dari pihak lain yang tidak menimbulkan kecurigaan pihak yang ditanya.
Baru disadari oleh Sahrul betapa selama puluhan tahun dia sudah mengabdi di istana dan kampung Lubuk Lungun, namun banyak hal yang selama ini tidak menjadi perhatiannya selain hanya melakukan pelayanan seks kepada empat wanita cantik di kampung itu. Disadari betul betapa selama ini dia melakukan pengabdian di istana namun tidak pernah menikmati suasana dan pemandangan lain selain hanya ruang tunggu, kamar Sang Ratu dan kamar Mayang.
Sahrul penasaran sekali ingin melihat-lihat bagian lain dari istana Sang Ratu. Untuk meminta izin dari Sang Ratu tidak mungkin rasanya sehingga Sahrul mencoba untuk mendekati Mayang.
“Sayang, bolehkah aku berjalan-jalan dan melihat-lihat bagian lain dari istana yang megah ini? soalnya sejak puluhan tahun aku mengabdikan diri kepada Sang Ratu dan juga sama kamu. Tidak pernah aku disuguhkan dengan pemandangan indah dan kemewahan istana ini” bujuk Sahrul.
Dibiarkannya Mayang memakaikan bajunya yang sedari tadi tergeletak di lantai kamar Mayang.
“Untuk apa? Apakah keindahan tubuh Sang Ratu dan tubuhku bukan suatu pemandangan yang indah bagimu? Dan bukankah kemolekan tubuh kami ini lebih megah dari isi istana ini?” tanya Mayang.
“Bukan begitu. Segala keindahan tubuh kalian dan kehangatannnya sudah aku  nikmati selama puluhan tahun dan aku tak pernah bosan ataupun merasa lelah meladeni kalian berdua karena akupun merasa betapa indahnya hubungan kita. Tapi apakah salah jika aku juga ingin mengetahui sisi lain istana ini agar aku bisa melihat bahwa yang terindah dari isi istana ini adalah kalian berdua” rayu Sahrul semakin gencar.
“Bisa. Tapi tak semua bagian istana ini yang bisa kamu lihat. Kamu akan saya antar berkeliling istana. Apapun yang kamu lihat kali ini boleh kamu tanyakan karena kamu sudah cukup lama mengabdi disini dan Sang Ratu, khususnya aku sangat terkesan dengan permainan  gilamu itu” jawab Mayang tak tahan mendengar rayuan Sahrul sambil merengek-rengek terus meminta untuk diizinkan bermain barang sejenak di sekitar istana sebelum dia pulang menunaikan tugasnya di rumah.
Dengan diantar oleh Mayang, Sahrul mengelilingi istana megah itu. Baru kali ini dia punya kesempatan berkeliling istana setelah puluhan tahun dia mengabdikan dirinya pada Sang Ratu dan Mayang. Mayang layaknya penganten baru selalu merangkul lengan Sahrul sambil berjalan. Tak disia-siakannya sedikitpun kesempatan untuk memagut Sahrul yang berperawakan sedang itu.
Memasuki taman di belakang istana alangkah terkesannya Sahrul akan keindahan istana itu.
“Wah... kacau nih kalau begini” rutuknya.
“Kenapa? Kamu tidak suka keindahan disini?” tanya Mayang penasaran bercampur bingung melihat polah Sahrul yang seakan memendam suatu pikiran yang berat.
“Bukan. Melihat keindahan dan keharuman taman ini hasratku jadi naik. Rasanya akan sangat indah sekali kalau kita melakukannya disini” katanya sambil meremas pantat Mayang.
Mayang menggeliat geli.
“Kamu nakal. Bagaimana mungkin itu kita lakukan disini. Bagaimana kalau ketahuan Sang Ratu. Inikan taman bunga dia” jawab Mayang genit. Tak lupa jemarinya mencubit pinggang Sahrul.
“Itu makanya aku bilang kacau, padahal aku tak tahan untuk mencobanya disini” katanya seakan berusaha menahan gejolak nafsu yang sebetulnya baru beberapa menit yang lalu disalurkannya.
“Ya... terserahlah. Tapi aku akan tutup dulu pintu itu dan ingatkan dulu penjaganya untuk tidak mengintip” kata Mayang pasrah.
Dengan bergegas tak sanggup menahan gejolak birahinya yang juga sudah mulai tumbuh, Mayang berlari kecil menuju pintu taman dan terlihat berbicara dengan penjaga taman istana itu. Penjaga taman terlihat manggut-manggut dan tak lama dia keluar sambil menutup pintu.
Mayang berlari menghampiri Sahrul yang begitu melihat penjaga menutup pintu langsung saja membuka pakaiannya.
Melihat Sahrul mulai membuka pakaiannya, Mayang yang juga sudah mencapai puncak birahi itu mengikutinya dan sambil berlari kecil diapun melepas satu persatu pakaiannya. Walhasil, ditaman bunga yang luas itu petualangan cinta di alam terbuka mereka lakukan tanpa takut ada orang lain yang melihatnya.
“Keindahan ini akan aku ceritakan kepada Sang Ratu” kata Mayang usai melakukan pergulatan yang melelahkan itu.
“Hah... apa-apaan ini? Bisa-bisa Sang Ratu murka karena kita menodai taman bunganya dengan permainan ini. Pastilah dia akan marah besar kalau kamu menceritakannya pada beliau” kata Sahrul gugup.
Betapa tidak. Bagaimana kalau Sang Ratu marah. Pastilah dia yang akan kena damprat karena telah mengajak Mayang melakukannya di taman bunga itu.
“Tidak. Beliau pasti akan penasaran dan meminta kamu melakukannya disini. Tenang sajalah, sayang” katanya.
Dirangkulnya Sahrul untuk menunjukkan kebahagiaannya mendapatkan porsi ekstra minggu ini.
Dengkul Sahrul bergetar membayangkan akan melakukaknnya dengan Sang Ratu di taman bunga itu. Walaupun baru saja melakukannya dengan Mayang, namun membayangkan akan melakukannya dengan Sang Ratu, birahi Sahrul kembali bangkit. Tak habis-habisnya gejolak birahinya naik terus.
Usai melakukan permainan yang melelahkan di taman bunga istana, kedua insan itu kembali mengelilingi bagian-bagian terbuka dari istana itu.
Mendekati bangunan tua yang kumuh dan dijaga oleh dua orang penjaga yang amat garang, Mayang sengaja membelokkan langkah mereka yang tentu saja membuat Sahrul bertanya-tanya akan keberadaan bangunan tua nan kumuh di banding bagian lain istana yang begitu megah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar