“Mengapa ada bangunan
yang nampaknya sengaja tak dirawat di istana semegah ini” tanya Sahrul begitu
tiba-tiba.
Memang tak bisa dia menyembunyikan
keterkejutannya.
“Disitu ada sebuah
jala tua yang tidak dijadikan sebagai bagian istana” jawab Mayang tanpa
bermaksud menjelaskannya.
Namun tentu saja
Sahrul semakin penasaran dibuatnya.
“Sebuah jala tua?
Kenapa tidak dibuang saja? Kok malah dijaga segala? Bukankah bangunan itu akan
mengurangi keindahan istana yang megah ini?” tanyanya.
“Jala itu menjadi
simbol musuh bagi kami karena Sang Ratu menaruh dendam kepada pemilik jala itu.
Dia bekas suami Sang Ratu” jelas Mayang lebih terbuka dibanding saat-saat
Sahrul baru mengenal istana itu.
“Jadi... Jala itu
benda kenangan Sang Ratu?” tanya Sahrul semakin penasaran.
“Justru jala itu
adalah satu-satunya benda yang tak ingin dikenang Sang Ratu”
“Kok tidak dibuang
saja?” tanya Sahrul mengulangi pertanyaannya akan keistimewaan jala yang amat
dibenci Sang Ratu itu.
“Entahlah. Aku juga
tak tahu. Untuk menanyakannyapun aku tak berani” jawab Mayang.
Nampaknya Mayang
memang tak terlalu banyak mengetahui sejarah jala tua yang begitu dibenci Sang Ratu
sehingga untuk merawatnyapun tidak diperkenankan. Bahkan bangunan tempat
menyimpan jala itu sengaja dibiarkan terlantar dan menjadi pemandangan yang tidak
menyenangkan diantara kemegahan bangunan istana itu.
Benar saja apa yang
dikatakan Mayang kalau dia akan menceritakan apa saja yang telah dilakukannya
dengan Sahrul kepada Sang Ratu. Minggu berikutnya ketika Sahrul selesai menunaikan
pengabdiannya kepada Sang Ratu, tidak seperti biasanya pagi itu Sang Ratu tetap
menahan Sahrul. Sementara Mayang yang biasanya datang membawakan pakaian Sang Ratu
juga tak datang.
“Sayang. Aku telah
mendengar apa yang kalian lakukan di taman bungaku dari Mayang” kata Sang Ratu
begitu tiba-tiba.
“Ampun, Yang Mulya.
Hamba yang salah telah memaksa Mayang melakukannya karena hamba tidak bisa
menahan gejolak asmara yang datang tiba-tiba begitu kami menikmati pemandangan
indah taman bunga istana” kata Sahrul langsung bersujud menyadari kesalahannya.
“Jangan begitu. Aku
masih milikmu. Berdirilah. Aku juga ingin kita kesana sekarang dan menikmati
permainan di alam bebas yang kata Mayang memiliki kenikmatan tersendiri” kata
Sang Ratu merayu. Di dekapnya Sahrul yang berdiri dihadapannya dengan mesra.
Dengan melingkarkan lengannya di lehar Sahrul, Sang Ratu dengan kedipan matanya
yang sayu meminta Sahrul untuk menggendongnya menuju taman bunga.
Tanpa menunggu aba-aba
berikutnya, digendongnya Sang Ratu yang masih tanpa busana itu. Tak satu helai
benangpun menutupi keindahan tubuhnya. Sahrul yang juga belum berpakaian merasa
ragu untuk melanjutkan langkahnya menuju pintu, sebab untuk berjalan menuju
taman bunga seperti minggu lalu mereka harus melewati beberapa tempat yang
dijaga ketat oleh para penjaga dalam jumlah yang tidak sedikit. Namun begitu
dilihatnya Sang Ratu begitu yakin dengan kerlingan matanya tetap menyuruh
Sahrul untuk maju, diapun mengikuti arahan yang disampaikan junjungan sekaligus
kekasih hatinya itu.
Karena sudah
diperintahkan Mayang sebelumnya, ternyata disepanjang jalan menuju taman bunga
tak satu pengawalpun yang tampak sehingga Sahrul yang tadinya matanya liar
melihat kalau-kalau ada pengawal akhirnya merasa tenang dan dengan mantap
digendongnya putri cantik itu menuju sorga dunia episode kedua di pagi hari
itu.
Benar saja. Begitu
sampai di taman bunga istana, Sang Ratu sangat bergirah. Bahkan sebelum mereka
mereguk kenikmatan puncak, kedua insan itu bercanda ria dengan kejar-kejaran
dan saling menggoda. Semakin lama mereka bersenda gurau, gejolak birahi kedua
insan ini semakin tak terkendali sehingga akhirnya mereka melakukannya di taman
itu.
Usai melakukan
permaianan gila yang melelahkan itu seperti halnya Mayang, Sang Ratu juga
mengajak Sahrul untuk berjalan-jalan mengelilingi bagian-bagian lain dari
istana. Namun tetap saja mereka melakukannya dalam keadaan tanpa busana
bagaikan sepasang balita kampung yang sibuk bermain tanpa menghiraukan kondisi
tubuh mereka.
Dan tepat di depan
bangunan lusuh yang dijadikan tempat menyimpan jala tua seperti yang
diceritakan Mayang minggu lalu, kedua insan itu berjalan sedikit menjauh. Namun
kali ini didepan pintu bangunan kumuh itu tak ada penjaga sebagaimana
tempat-tempat lain yang mereka lalui.
Ada keinginann yang
sangat kuat dihati Sahrul untuk menanyakan ikhwal jala tua yang tak bisa
dijelaskan oleh Mayang minggu lalu. Namun tak mungkin hal itu akan
ditanyakannya kepada Sang Ratu. Walaupun kemesraan baru mereka lalui dan mereka
masih belum mengenakan pakaiannya, namun Sahrul masih tidak berani menanyakan
masalah jala tua itu karena menyangkut nostalgia Sang Ratu yang mungkin sangat
menyakitkan.
“Silakan kamu tanyakan
jika memang keberadaan bangunan lusuh dan jala tua yang ada didalamnya
mengganggu pikiranmu. Aku tak akan murka” kata Sang Ratu tiba-tiba.
Tentu saja Sahrul
menjadi gelagapan karena Sang Ratu telah membaca pikirannya.
“Maaf,Yang Mulia. Tapi
memang keberadaan bangunan lusuh dan jala tua itu menimbulkan rasa penasaran
dihatiku. Bolehkah aku mengetahuinya?” tanya Sahrul sangat hati-hati.
Kalau tidak dimulai
oleh Sang Ratu memang Sahrul tidak akan berani menanyakannya.
“Aku sudah menganggap
kamu bagian dari hidupku. Maka sepantasnya pula kamu mengetahui sedikit tentang
masa laluku. Yang mungkin saja akan menjadi pelajaran bagimu dalam menjalani
pengabdian kepadaku” kata Sang Ratu datar.
“Terimakasih, sayang”
kata Sahrul terharu. Betapapun Sang Ratu adalah junjungan mereka, namun dirasakannya
betapa lambat laun Sang Ratu telah bisa meninggalkan ketinggian hatinya selaku
penguasa dalam berhubungan dengan Sahrul.
Sangat berbeda dengan
waktu-waktu pertama dia melayani hasrat birahi Sang Ratu, terasa sekali pada
waktu itu kalau dirinya hanyalah budak nafsu yang lebih banyak bertindak selaku
pemuas nafsu Sang Ratu semata ketimbang menjadi kekasih yang bisa dijadikan
tempat berbagi suka dan duka. Terasa sekali akhir-akhir ini banyak aturan
istana yang seharusnya tidak diketahui oleh Sahrul malah dibeberkan kepadanya.
Baik oleh Mayang maupun Sang Ratu sendiri. Sebagaimana halnya hari ini disaat
mereka usai melakukan pesta seks ditaman yang tidak dijaga oleh satu orang
pengawalpun.
“Dalam bangunan tua
dan lusuh itu tersimpan benda berupa jala tua yang menjadi kenangan pahit
sekaligus menyakitkan bagiku. Sehingga untuk menguburnyapun aku tidak rela. Aku
ingin menyimpannya sebagai simbol kebencianku pada orang yang memiliki benda
itu” jelas Sang Ratu. Kali ini tidak tampak sama sekali kalau dia adalah Sang Ratu
selain hanyalah sebagai seorang kekasih yang tengah bermanja-manja dengannya.
“Sebegitu hebatnya
kebencianmu padanya. Bolehkah aku tahu, siapa orang yang mempunyai jala tua
itu?”
“Dia bekas suamiku
yang berkhianat dan kemudian melarikan diri” katanya. Mimik mukanya berubah
seakan berusaha untuk mengubur kenangan dan tak ingin mengulangi kembali
walaupun hanya untuk mengingat sesaat saja.
“Mengapa ada orang
yang begitu bodoh mau meninggalkan Sang Ratu yang sangat cantik jelita ini?”
tanya Sahrul seakan berguman pada dirinya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar