Senin, 23 Februari 2015

Penganten Rang Bunian (Part 27)



“Mengapa ada bangunan yang nampaknya sengaja tak dirawat di istana semegah ini” tanya Sahrul begitu tiba-tiba.
Memang tak bisa dia menyembunyikan keterkejutannya.
“Disitu ada sebuah jala tua yang tidak dijadikan sebagai bagian istana” jawab Mayang tanpa bermaksud menjelaskannya.
Namun tentu saja Sahrul semakin penasaran dibuatnya.
“Sebuah jala tua? Kenapa tidak dibuang saja? Kok malah dijaga segala? Bukankah bangunan itu akan mengurangi keindahan istana yang megah ini?” tanyanya.
“Jala itu menjadi simbol musuh bagi kami karena Sang Ratu menaruh dendam kepada pemilik jala itu. Dia bekas suami Sang Ratu” jelas Mayang lebih terbuka dibanding saat-saat Sahrul baru mengenal istana itu.
“Jadi... Jala itu benda kenangan Sang Ratu?” tanya Sahrul semakin penasaran.

“Justru jala itu adalah satu-satunya benda yang tak ingin dikenang Sang Ratu”
“Kok tidak dibuang saja?” tanya Sahrul mengulangi pertanyaannya akan keistimewaan jala yang amat dibenci Sang Ratu itu.
“Entahlah. Aku juga tak tahu. Untuk menanyakannyapun aku tak berani” jawab Mayang.
Nampaknya Mayang memang tak terlalu banyak mengetahui sejarah jala tua yang begitu dibenci Sang Ratu sehingga untuk merawatnyapun tidak diperkenankan. Bahkan bangunan tempat menyimpan jala itu sengaja dibiarkan terlantar dan menjadi pemandangan yang tidak menyenangkan diantara kemegahan bangunan istana itu.
Benar saja apa yang dikatakan Mayang kalau dia akan menceritakan apa saja yang telah dilakukannya dengan Sahrul kepada Sang Ratu. Minggu berikutnya ketika Sahrul selesai menunaikan pengabdiannya kepada Sang Ratu, tidak seperti biasanya pagi itu Sang Ratu tetap menahan Sahrul. Sementara Mayang yang biasanya datang membawakan pakaian Sang Ratu juga tak datang.
“Sayang. Aku telah mendengar apa yang kalian lakukan di taman bungaku dari Mayang” kata Sang Ratu begitu tiba-tiba.
“Ampun, Yang Mulya. Hamba yang salah telah memaksa Mayang melakukannya karena hamba tidak bisa menahan gejolak asmara yang datang tiba-tiba begitu kami menikmati pemandangan indah taman bunga istana” kata Sahrul langsung bersujud menyadari kesalahannya.
“Jangan begitu. Aku masih milikmu. Berdirilah. Aku juga ingin kita kesana sekarang dan menikmati permainan di alam bebas yang kata Mayang memiliki kenikmatan tersendiri” kata Sang Ratu merayu. Di dekapnya Sahrul yang berdiri dihadapannya dengan mesra. Dengan melingkarkan lengannya di lehar Sahrul, Sang Ratu dengan kedipan matanya yang sayu meminta Sahrul untuk menggendongnya menuju taman bunga.
Tanpa menunggu aba-aba berikutnya, digendongnya Sang Ratu yang masih tanpa busana itu. Tak satu helai benangpun menutupi keindahan tubuhnya. Sahrul yang juga belum berpakaian merasa ragu untuk melanjutkan langkahnya menuju pintu, sebab untuk berjalan menuju taman bunga seperti minggu lalu mereka harus melewati beberapa tempat yang dijaga ketat oleh para penjaga dalam jumlah yang tidak sedikit. Namun begitu dilihatnya Sang Ratu begitu yakin dengan kerlingan matanya tetap menyuruh Sahrul untuk maju, diapun mengikuti arahan yang disampaikan junjungan sekaligus kekasih hatinya itu.
Karena sudah diperintahkan Mayang sebelumnya, ternyata disepanjang jalan menuju taman bunga tak satu pengawalpun yang tampak sehingga Sahrul yang tadinya matanya liar melihat kalau-kalau ada pengawal akhirnya merasa tenang dan dengan mantap digendongnya putri cantik itu menuju sorga dunia episode kedua di pagi hari itu.
Benar saja. Begitu sampai di taman bunga istana, Sang Ratu sangat bergirah. Bahkan sebelum mereka mereguk kenikmatan puncak, kedua insan itu bercanda ria dengan kejar-kejaran dan saling menggoda. Semakin lama mereka bersenda gurau, gejolak birahi kedua insan ini semakin tak terkendali sehingga akhirnya mereka melakukannya di taman itu.
Usai melakukan permaianan gila yang melelahkan itu seperti halnya Mayang, Sang Ratu juga mengajak Sahrul untuk berjalan-jalan mengelilingi bagian-bagian lain dari istana. Namun tetap saja mereka melakukannya dalam keadaan tanpa busana bagaikan sepasang balita kampung yang sibuk bermain tanpa menghiraukan kondisi tubuh mereka.
Dan tepat di depan bangunan lusuh yang dijadikan tempat menyimpan jala tua seperti yang diceritakan Mayang minggu lalu, kedua insan itu berjalan sedikit menjauh. Namun kali ini didepan pintu bangunan kumuh itu tak ada penjaga sebagaimana tempat-tempat lain yang mereka lalui.
Ada keinginann yang sangat kuat dihati Sahrul untuk menanyakan ikhwal jala tua yang tak bisa dijelaskan oleh Mayang minggu lalu. Namun tak mungkin hal itu akan ditanyakannya kepada Sang Ratu. Walaupun kemesraan baru mereka lalui dan mereka masih belum mengenakan pakaiannya, namun Sahrul masih tidak berani menanyakan masalah jala tua itu karena menyangkut nostalgia Sang Ratu yang mungkin sangat menyakitkan.
“Silakan kamu tanyakan jika memang keberadaan bangunan lusuh dan jala tua yang ada didalamnya mengganggu pikiranmu. Aku tak akan murka” kata Sang Ratu tiba-tiba.
Tentu saja Sahrul menjadi gelagapan karena Sang Ratu telah membaca pikirannya.
“Maaf,Yang Mulia. Tapi memang keberadaan bangunan lusuh dan jala tua itu menimbulkan rasa penasaran dihatiku. Bolehkah aku mengetahuinya?” tanya Sahrul sangat hati-hati.
Kalau tidak dimulai oleh Sang Ratu memang Sahrul tidak akan berani menanyakannya.
“Aku sudah menganggap kamu bagian dari hidupku. Maka sepantasnya pula kamu mengetahui sedikit tentang masa laluku. Yang mungkin saja akan menjadi pelajaran bagimu dalam menjalani pengabdian kepadaku” kata Sang Ratu datar.
“Terimakasih, sayang” kata Sahrul terharu. Betapapun Sang Ratu adalah junjungan mereka, namun dirasakannya betapa lambat laun Sang Ratu telah bisa meninggalkan ketinggian hatinya selaku penguasa dalam berhubungan dengan Sahrul.
Sangat berbeda dengan waktu-waktu pertama dia melayani hasrat birahi Sang Ratu, terasa sekali pada waktu itu kalau dirinya hanyalah budak nafsu yang lebih banyak bertindak selaku pemuas nafsu Sang Ratu semata ketimbang menjadi kekasih yang bisa dijadikan tempat berbagi suka dan duka. Terasa sekali akhir-akhir ini banyak aturan istana yang seharusnya tidak diketahui oleh Sahrul malah dibeberkan kepadanya. Baik oleh Mayang maupun Sang Ratu sendiri. Sebagaimana halnya hari ini disaat mereka usai melakukan pesta seks ditaman yang tidak dijaga oleh satu orang pengawalpun.
“Dalam bangunan tua dan lusuh itu tersimpan benda berupa jala tua yang menjadi kenangan pahit sekaligus menyakitkan bagiku. Sehingga untuk menguburnyapun aku tidak rela. Aku ingin menyimpannya sebagai simbol kebencianku pada orang yang memiliki benda itu” jelas Sang Ratu. Kali ini tidak tampak sama sekali kalau dia adalah Sang Ratu selain hanyalah sebagai seorang kekasih yang tengah bermanja-manja dengannya.
“Sebegitu hebatnya kebencianmu padanya. Bolehkah aku tahu, siapa orang yang mempunyai jala tua itu?”
“Dia bekas suamiku yang berkhianat dan kemudian melarikan diri” katanya. Mimik mukanya berubah seakan berusaha untuk mengubur kenangan dan tak ingin mengulangi kembali walaupun hanya untuk mengingat sesaat saja.
“Mengapa ada orang yang begitu bodoh mau meninggalkan Sang Ratu yang sangat cantik jelita ini?” tanya Sahrul seakan berguman pada dirinya sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar