Tak jauh dari tikungan tadi,
mata Sahrul begitu terpana menatap kesatu arah dihadapannya. Langkahnya tanpa
sadar terhenti walau hanya untuk beberapa jenak. Tak jauh dihadapannya berdiri
megah sebuah bangunan yang pantas dikatakan istana. Memang dibanding dengan
bangunan-bangunan di kampungnya Lubuk Pisang, rumah-rumah di Lubuk Lungun ini
jauh lebih bagus. Namun istana Sang Ratu yang akan dikunjunginya itu ternyata
keindahannya jauh diluar dugaan Sahrul. Bangunan itu berdiri megah dengan
hiasan mengkilau bagaikan sisik ikan emas yang mengelilingi seluruh dinding
bangunan itu. Sangat sulit bagi Sahrul untuk mengungkapkan kekagumannya dengan
kata-kata karena baru kali ini dia menyaksikan kemegahan seperti itu sehingga
dia tidak tahu lagi sebutan untuk keindahan yang begitu rupa. Hanya saja dari
tatapan matanya, jelas sekali kalau Sahrul sangat terpesona, bahkan terkejut menyaksikan
pemandangan dihadapannya.
“Sangat pantas kalau Sang Ratu
menghuni istana ini karena sangat sesuai dengan kecantikannya” pikir Sahrul.
Memasuki pintu istana yang
terbuat dari kayu hitam yang membentuk jembatan, rombongan disambut oleh
seorang wanita muda yang sangat cantik. Kecantikannya sebanding dengan
kecantikan Ranti. Melihat kecantikan wanita itu Sahrul berpikir kalau dia
adalah wanita ketiga tercantik yang pernah ditemuinya seumur hidup. Diujung
jembatan itu rombongan berhenti.
“Yang Mulya Sang Ratu Datuk
Puti sedang istirahat. Mohon tamu dibiarkan menunggu diruang tunggu” kata
wanita itu lembut.
“Terimakasih, Mayang.
Sampaikan sembah kami pada Sang Ratu bahwa kami telah menunaikan titah beliau”
kata kepala rombongan tadi.
“Baiklah, Basir. Sembahmu
akan aku sampaikan” jawab wanita cantik itu yang ternyata bernama Mayang kepada
kepala rombongan yang ternyata bernama Basir. Tak banyak orang yang tahu bahwa
nama kepala rombongan yang merupakan orang kepercayaan Sang Ratu untuk
urusan-urusan diluar istana itu bernama Basir. Sahrul sendiri kendati tidak
dinampakkannya, namun mengangguk-anggukan kepalanya seakan selama ini sedang
bertanya-tanya tentang nama lelaki misterius yang tak suka senyum itu.
“Silakan, mempelai. Harap
menunggu Sang Ratu di ruang tunggu untuk sementara waktu. Saya yang akan
menemani anda selama menunggu Sang Ratu” kata Mayang ramah sembari mengulurkan
tangannya menyilakan Sahrul berjalan duluan.
Sahrul hanya mengangguk. Tak
tahu apa yang harus dilakukannya ditempat asing yang megah ini. Sementara
dibelakangnya tak tampak lagi rombongan pasukan dan penjemputnya yang sedari
tadi mengiringinya. Hanya mereka berdua yang berjalan diruangan itu menuju
ruang tamu seperti yang tadi disampaikan Mayang.
Mayangpun seperti halnya
Basir tadi juga tidak banyak bicara. Namun penampilan Mayang jauh lebih ramah
dibanding Basir. Hal ini diketahui Sahrul ketika beberapa kali dia beruasaha
menoleh kearah Mayang, selalu disambut dengan senyum oleh wanita cantik itu. Sahrul
pun seakan tak ingin mengusik ketenangan Mayang dalam menjalankan tugasnya.
Nampak sekali kalau Mayang tidak ingin
diajak bicara selama menjalankan tugasnya itu.
Memasuki sebuah ruangan yang
dijadikan ruangan tamu, Sahrul kembali terpana, namun tidak begitu kaget karena
dia nampaknya sudh terbiasa dengan kemegahan istana yang dilihatnya sejak tadi.
“Silakan duduk dulu. Saya
akan menyediakan persiapan yang harus kamu lakukan dalam menghadap Sang Ratu”
kata Mayang.
Kali ini keramahannya
benar-benar nampak. Bahkan tak segan-segan melihat Sahrul yang tengah duduk
dikursi panjang itu. Diraihnya kaki Sahrul dan meletakannya diatas kursi empuk
itu.
“Kamu pasti lelah sekali
setelah menempuh perjalanan jauh tadi. Saya akan melakukan pemijitan biar kamu
merasa lebih enakan” katanya.
Tanpa menunggu Sahrul
menganggukkan kepalanya, Mayang sudah memberikan pijatan-pijatan lembut di kaki
Sahrul. Tak ada kata-kata yang bisa diucapkan Sahrul selain hanya bengong dan
menikmati pijatan lembut yang diberikan oleh wanita cantik itu.
Lama Mayang memijit Sahrul,
kali ini tidak hanya kaki Sahrul yang dipijat, malah sudah sampai ke punggung
dan pinggang Sahrul. Betapa kuat rangsangan yang dirasakan Sahrul ketika
pinggang belakangnya dipijat oleh Mayang. Sesuatu dari selangkangannya bereaksi
positif menanggapi pijatan lembut Mayang itu. Namun apa hendak dikata. Tak
mungkin Sahrul bisa melepaskan hasratnya dengan wanita yang bukan istrinya,
Ranti ini.
“Seandainya kamu istri saya,
sudah kulumat habis kamu dengan rangsangan birahi yang tak tertahankan ini”
pikir Sahrul mulai ngeres.
“Kamu tidak boleh melakukan
apaun kepada saya sebelum kamu bertemu dan mengabdi pada Sang Ratu” kata Mayang
tiba-tiba.
“Hah...” mulut Sahrul
menganga tak tahu harus berkata apa begitu tahu Mayang mengerti apa yang
dipikirkannya.
“Iya. Kamu tak boleh berbuat
apapun seperti yang kamu pikirkan tadi pada saya sebelum kamu mengabdi pada
Sang Ratu” kata Mayang menjelaskan lagi ucapannya tadi.
“Apa yang harus saya lakukan
dalam mengabdi pada Sang Ratu?” tanya Sahrul mulai santai.
“Ya.. sama seperti apa yang
kamu pikirkan tadi” jelas Mayang. Kali ini pijitan yang diberikannya mulai
dibumbui dengan cubitan, canda dan kenakalan seorang wanita remaja.
“Aw.. jangan dicubit. Aku
tidak pernah memikirkan apa-apa tentang pengabdianku pada Sang Ratu” kata
Sahrul.
Dirasakannya betapa
nikmatnya pijatan yang diberikan Mayang sehingga birahinya bangkit seketika itu
juga. Diusahakannya untuk mengimbangi kenakalan Mayang dengan turut juga
sesekali membelai dan memijat bagian-bagian tertentu tubuh Mayang. Mayang hanya
mengeliat. Mengelak dan sesekali karena tak tahan dibiarkannya tangan Sahrul
menggerayanginya.
“Kamu tadikan berpikiran
jelek tentang saya. Itu juga yang akan kamu alami dengan Sang Ratu nanti. Tapi
saya tak boleh lancang mendahului apa yang akan diperintahkan Sang Ratu kepada
kamu selaku abdinya. Jangan-jangan memang sama dengan apa yang kamu pikirkan
tadi” goda Mayang lagi.
“Kamu ini ada-ada saja.
Nggak mungkinlah saya akan berpikiran sampai sejauh itu kepada Sang Ratu yang
begitu kita junjung tinggi. Bagaimanapun juga beliau itu adalah sesembahan yang
tidak boleh dibicarakan sembarangan” kata Sahrul mengingatkan.
Sebenarnya Sahrul takut
kalau-kalau apa yang baru saja dikatakan Mayang dan apa yang sudah dilakukannya
kepada Mayang hanyalah suatu ujian tentang keteguhan hatinya dalam menyembah
Sang Ratu. Apalagi nampaknya Mayang adalah orang kepercayaan Sang Ratu yang
mengurus masalah-masalah yang berkaitan
dengan urusan pribadi Sang Ratu.
“Maaf. Saya telah lancang
membicarakan Sang Ratu di luar kesadaran. Memang Sang Ratu bukan untuk
dibicarakan ataupun dipertanyakan” kata Mayang dengan wajah yang kembali
serius. Nampaknya dia baru sadar dari kekhilafan yang tak sengaja dilakukannya
karena terbuai bujuk rayu lelaki.
“Ah.. tak perlu sampai
begitu. Hanya saja dalam pembicaraan kita jangan mengkait-kaitkan Sang Ratu.
Diantara kita biasa sajalah” kata Sahrul merasa tak enak hati telah menyadarkan
Mayang dari kesenangannya tadi.
Mayang hanya tersenyum
hambar. Bagaimanapun juga seharusnya dia yang mengingatkan tentang posisi Sang Ratu
yang tidak boleh dibicarakan sembarangan. Kali ini justru ucapan peringatan itu
datang dari orang asing yang tidak mengetahui sama sekali kebiasaan di
kampungnya. Betapa Mayang merasa tersindir. Tapi tak berapa lama dia kembali
biasa lagi.
Usai memijat sekujur tubuh
Sahrul, Mayang berdiri hendak mengambil baju yang akan dikenakan Sahrul. Namun
dengan sigap Sahrul memegang tangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar