Kendati mendengar
langsung cerita lama yang memilukan dari Sang Ratu, bukan berarti Sahrul akan
melupakan begitu saja rasa penasarannya akan jalan yang pernah ditemuinya dan
kemudian hilang dengan tiba-tiba itu. Dihadapan Ranti memang dia seakan telah
melupakan jalan yang membuat dia yakin pernah punya kenangan itu, namun
kenyataannya bayangan akan jalan yang pernah di tempuhnya sampai tengah hutan
masih kuat diingatannya. Tanpa bermaksud menyusahkan istrinya yang juga
memikirkan masalah itu. Sahrul secara diam-diam tetap berusaha mengamati jalan
yang pernah dilihatnya. Siapa tahu secara tidak sengaja pula dia kembali dapat
melihat jalan itu.
Setelah sekian lama
tidak keluar rumah selain ke istana, siang itu tidak seperti biasanya Sahrul
secara tiba-tiba pamit kepada istrinya untuk mencari angin segar. Untuk melarangnya
nampaknya sudah tidak mungkin lagi bagi Ranti, sedang untuk membaca
pikirannyapun sudah tidak mungkin karena pikiran Sahrul sudah dilindungi oleh
Sang Ratu. Namun rasa penasarannya akan tujuan Sahrul yang tidak biasanya
keluar rumah itu membuat Ranti mengikutinya dari jauh. Dia berusaha untuk
menjaga jarak agar tidak terlihat oleh Sahrul. Ada kemungkinan Sahrul memang
akan mencari kembali jalan yang pernah hilang itu, namun untuk apa dia kembali
mengulang pencariannya setelah sekian lama dia pasrah dan tidak menemukan jalan
itu lagi. Bisa jadi Sahrul sebenarnya hanya ingin memberi pelayanan ekstra
kepada Sang Ratu atau Mayang diluar jam dinasnya.
Tidak dapat menjawab
pertanyaan yang berkecamuk dihatinya itulah yang membuat Ranti nekad mengikuti
suaminya dari belakang.
Benar saja, ternyata Sahrul
memang bermaksud mencari jalan itu lagi. Dari kejauhan nampak dia kembali
mengusai-usai jalan seakan mencari sesuatu di atas rumput-rumput tinggi yang
dikuakkannya. Alangkah terkejutnya Sahrul begitu dilihatnya ada badan jalan
yang pernah diikutinya dulu, walaupun jauhnya tidak seperti yang dulu lagi.
Dengan semangat diikutinya badan jalan yang tertutup itu. Tak lama dia
mengikuti jalan bersemak itu tubuh Sahrul tak terlihat lagi dari jalan. Dia
sendiri juga tidak lagi menghiraukan apakah ada orang yang melihat tindakannya
atau tidak. Yang terpikir saat itu hanya satu, mencari ujung jalan yang membuat
dia merasa pernah kesana.
Sementara dijalan,
Ranti yang sedari tadi mengikutinya dengan nada kecewa segera berlalu menuju
istana. Dengan berlari kecil dia memburu waktu untuk segera sampai di istana.
“Pak pengawal. Izinkan
hamba menghadap yang mulia Sang Ratu Datuk Puti”
Ada apa engkau hendak
menghadap yang mulia, wahai Ranti?”
“Ada hal yang penting
yang harus aku sampaikan sehubungan dengan masalah suamiku, Sahrul” katanya.
“Kesediaan Sang Ratu
untuk menerima hambanya harus engkau tanyakan kepada Mayang. Kami tidak berhak
menentukan boleh tidaknya kamu menghadap yang mulia” kata pengawal berbadan
tegap itu.
Tanpa berkata lagi
diantarnya Ranti menuju kediaman Mayang dilingkungan istana megah itu.
“Ada apa, Ranti?”
tanya Mayang begitu dilihatnya Ranti tengah diantar penjaga istana menuju
kediamannya.
“Izinkan hamba
menghadap yang mulia untuk melaporkan perihal suami hamba, Putri Mayang”
“Ada masalah apa
dengan suamimu itu? Apakah dia kurang membahagiakanmu?”
”Bukan, Putri. Hanya
saja akhir-akhir ini suami hamba bertingkah laku aneh. Dia berusaha mencari
jalan masuk”.
Wajah cantik Mayang
menegang seketika. Namun secepat itu pula dikuasainya dirinya menghilangkan
keterkejutan akan khabar yang baru saja disampaikan Ranti.
“Kenapa, Ranti? Kenapa
kamu tidak bisa mengawasi suamimu? Bukankah kamu bisa mempengaruhinya begitu
kamu tahu jalan pikirannya?”
“Hamba tidak dapat
lagi membaca apa yang sedang dipikirkannya. Mungkin yang mulia Sang Ratu telah
mengunci pikiran suami hamba sehingga hamba tak dapat lagi membaca pikirannya”.
“Jangan kamu pikir
kalau yang mulia mau melakukannya kepada suamimu, Ranti. Dia adalah mutlak
milikmu. Tak mungkin Sang Ratu ataupun aku mau mengunci pikirannya”
“Ampunkan hamba kalau
begitu, Putri. Tapi kenapa akhir-akhir ini hamba tidak dapat lagi membaca
pikiran suami hamba sehingga hamba tidak bisa mengendalikannya?”
“Justru pikiranmulah
yang telah dikuasainya. Tanpa kamu sadari kamu telah melibatkan perasaanmu
dalam hal ini. Jika perasaanmu tidak bisa kamu kendalikan, kamulah yang akan
dikendalikan olehnya. Pikirkan itu!”
Wajah cantik Mayang
kembali menegang. Terlihat kemurkaan diwajahnya. Betapa tidak, dia merasa
dituduh telah berusaha menguasai Sahrul dari istrinya sendiri. Melihat
kegusaran di raut muka Mayang cepat-cepat Ranti bersujud dan memohon ampun.
“Ampunkan hamba, tuan
putri. Memang salah hamba. Tapi sekarang bagaimana? Bagaimana kalau suami hamba
terus memikirkan jalan masuk itu? Kalau kekuatan pikirannya terus ditujukan
kesana, hamba takut lama kelamaan jalan itu akan semakin memanjang dan
mengantarkan dia pada ingatannya semula”.
“Kembalilah kamu
pulang. Dan ingat, jangan kamu libatkan perasaan kamu dalam permainan ini.
Bagaimanapun kamu harus mampu mengendalikannya agar ingatannya tidak kembali
lagi. Biar nanti aku juga akan mengingatkan dan berusaha untuk
mengendalikannya. Namun hanya kamulah yang bisa dengan tegas mengendalikannya
karena kalian telah diberkati Sang Ratu. Aku akan memperingatkan suami kamu
untuk lebih memperhatikanmu” kata Mayang tegas.
Ranti hanya menunduk
dalam. Tak disangkanya kalau ketidakmampuannya membaca pikiran dan
mengendalikan suaminya adalah karena kesalahannya sendiri. Untung saja Mayang
tidak begitu murka karena mendengar Ranti secara tidak langsung menuduh Sang Ratu
yang telah mengunci pikiran suaminya. Betapa murkanya Sang Ratu kalau dia
mengetahui secara tak langsung hambanya telah menuduh dia yang mengunci pikiran
suaminya Ranti itu.
Setelah Ranti berlalu
dari hadapannya, Mayang yang juga mengkhawatirkan apa yang dilaporkan Ranti itu
bergegas menuju kediaman Sang Ratu untuk memberi laporan tentang perkembangan
terakhir Sahrul yang tak disangkanya itu.
“Izinkan hamba
menghadap yang mulia. Ada hal penting yang perlu hamba sampaikan kepada yang
mulia” sembah Mayang begitu menghadap Sang Ratu.
”Duduklah, Mayang.
Berita apa yang hendak kau sampaikan sehingga kau datang menghadap padaku
diluar waktu yang ditetapkan”
“Ampun yang mulia.
Baru saja hamba menerima kedatangan Ranti yang datang memberi laporan akan
halnya suaminya yang sudah mulai memikirkan jalan masuk dan berusaha mencari
tahu tentang jalan yang pernah dilihatnya itu” kata Mayang memulai laporannya.
Diceritakannya semua
apa yang dilaporkan Ranti kepadanya tadi. Namun tentang keraguan Ranti yang
menganggap pikiran suaminya telah dikunci Sang Ratu tidak diceritakannya. Kalau
hal ini diceritakannya tentu Sang Ratu akan sangat murka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar