Rabu, 25 Februari 2015

Penganten Rang Bunian (Part 29)


Kendati mendengar langsung cerita lama yang memilukan dari Sang Ratu, bukan berarti Sahrul akan melupakan begitu saja rasa penasarannya akan jalan yang pernah ditemuinya dan kemudian hilang dengan tiba-tiba itu. Dihadapan Ranti memang dia seakan telah melupakan jalan yang membuat dia yakin pernah punya kenangan itu, namun kenyataannya bayangan akan jalan yang pernah di tempuhnya sampai tengah hutan masih kuat diingatannya. Tanpa bermaksud menyusahkan istrinya yang juga memikirkan masalah itu. Sahrul secara diam-diam tetap berusaha mengamati jalan yang pernah dilihatnya. Siapa tahu secara tidak sengaja pula dia kembali dapat melihat jalan itu.

Setelah sekian lama tidak keluar rumah selain ke istana, siang itu tidak seperti biasanya Sahrul secara tiba-tiba pamit kepada istrinya untuk mencari angin segar. Untuk melarangnya nampaknya sudah tidak mungkin lagi bagi Ranti, sedang untuk membaca pikirannyapun sudah tidak mungkin karena pikiran Sahrul sudah dilindungi oleh Sang Ratu. Namun rasa penasarannya akan tujuan Sahrul yang tidak biasanya keluar rumah itu membuat Ranti mengikutinya dari jauh. Dia berusaha untuk menjaga jarak agar tidak terlihat oleh Sahrul. Ada kemungkinan Sahrul memang akan mencari kembali jalan yang pernah hilang itu, namun untuk apa dia kembali mengulang pencariannya setelah sekian lama dia pasrah dan tidak menemukan jalan itu lagi. Bisa jadi Sahrul sebenarnya hanya ingin memberi pelayanan ekstra kepada Sang Ratu atau Mayang diluar jam dinasnya.
Tidak dapat menjawab pertanyaan yang berkecamuk dihatinya itulah yang membuat Ranti nekad mengikuti suaminya dari belakang.
Benar saja, ternyata Sahrul memang bermaksud mencari jalan itu lagi. Dari kejauhan nampak dia kembali mengusai-usai jalan seakan mencari sesuatu di atas rumput-rumput tinggi yang dikuakkannya. Alangkah terkejutnya Sahrul begitu dilihatnya ada badan jalan yang pernah diikutinya dulu, walaupun jauhnya tidak seperti yang dulu lagi. Dengan semangat diikutinya badan jalan yang tertutup itu. Tak lama dia mengikuti jalan bersemak itu tubuh Sahrul tak terlihat lagi dari jalan. Dia sendiri juga tidak lagi menghiraukan apakah ada orang yang melihat tindakannya atau tidak. Yang terpikir saat itu hanya satu, mencari ujung jalan yang membuat dia merasa pernah kesana.
Sementara dijalan, Ranti yang sedari tadi mengikutinya dengan nada kecewa segera berlalu menuju istana. Dengan berlari kecil dia memburu waktu untuk segera sampai di istana.
“Pak pengawal. Izinkan hamba menghadap yang mulia Sang Ratu Datuk Puti”
Ada apa engkau hendak menghadap yang mulia, wahai Ranti?”
“Ada hal yang penting yang harus aku sampaikan sehubungan dengan masalah suamiku, Sahrul” katanya.
“Kesediaan Sang Ratu untuk menerima hambanya harus engkau tanyakan kepada Mayang. Kami tidak berhak menentukan boleh tidaknya kamu menghadap yang mulia” kata pengawal berbadan tegap itu.
Tanpa berkata lagi diantarnya Ranti menuju kediaman Mayang dilingkungan istana megah itu.
“Ada apa, Ranti?” tanya Mayang begitu dilihatnya Ranti tengah diantar penjaga istana menuju kediamannya.
“Izinkan hamba menghadap yang mulia untuk melaporkan perihal suami hamba, Putri Mayang”
“Ada masalah apa dengan suamimu itu? Apakah dia kurang membahagiakanmu?”
”Bukan, Putri. Hanya saja akhir-akhir ini suami hamba bertingkah laku aneh. Dia berusaha mencari jalan masuk”.
Wajah cantik Mayang menegang seketika. Namun secepat itu pula dikuasainya dirinya menghilangkan keterkejutan akan khabar yang baru saja disampaikan Ranti.
“Kenapa, Ranti? Kenapa kamu tidak bisa mengawasi suamimu? Bukankah kamu bisa mempengaruhinya begitu kamu tahu jalan pikirannya?”
“Hamba tidak dapat lagi membaca apa yang sedang dipikirkannya. Mungkin yang mulia Sang Ratu telah mengunci pikiran suami hamba sehingga hamba tak dapat lagi membaca pikirannya”.
“Jangan kamu pikir kalau yang mulia mau melakukannya kepada suamimu, Ranti. Dia adalah mutlak milikmu. Tak mungkin Sang Ratu ataupun aku mau mengunci pikirannya”
“Ampunkan hamba kalau begitu, Putri. Tapi kenapa akhir-akhir ini hamba tidak dapat lagi membaca pikiran suami hamba sehingga hamba tidak bisa mengendalikannya?”
“Justru pikiranmulah yang telah dikuasainya. Tanpa kamu sadari kamu telah melibatkan perasaanmu dalam hal ini. Jika perasaanmu tidak bisa kamu kendalikan, kamulah yang akan dikendalikan olehnya. Pikirkan itu!”
Wajah cantik Mayang kembali menegang. Terlihat kemurkaan diwajahnya. Betapa tidak, dia merasa dituduh telah berusaha menguasai Sahrul dari istrinya sendiri. Melihat kegusaran di raut muka Mayang cepat-cepat Ranti bersujud dan memohon ampun.
“Ampunkan hamba, tuan putri. Memang salah hamba. Tapi sekarang bagaimana? Bagaimana kalau suami hamba terus memikirkan jalan masuk itu? Kalau kekuatan pikirannya terus ditujukan kesana, hamba takut lama kelamaan jalan itu akan semakin memanjang dan mengantarkan dia pada ingatannya semula”.
“Kembalilah kamu pulang. Dan ingat, jangan kamu libatkan perasaan kamu dalam permainan ini. Bagaimanapun kamu harus mampu mengendalikannya agar ingatannya tidak kembali lagi. Biar nanti aku juga akan mengingatkan dan berusaha untuk mengendalikannya. Namun hanya kamulah yang bisa dengan tegas mengendalikannya karena kalian telah diberkati Sang Ratu. Aku akan memperingatkan suami kamu untuk lebih memperhatikanmu” kata Mayang tegas.
Ranti hanya menunduk dalam. Tak disangkanya kalau ketidakmampuannya membaca pikiran dan mengendalikan suaminya adalah karena kesalahannya sendiri. Untung saja Mayang tidak begitu murka karena mendengar Ranti secara tidak langsung menuduh Sang Ratu yang telah mengunci pikiran suaminya. Betapa murkanya Sang Ratu kalau dia mengetahui secara tak langsung hambanya telah menuduh dia yang mengunci pikiran suaminya Ranti itu.
Setelah Ranti berlalu dari hadapannya, Mayang yang juga mengkhawatirkan apa yang dilaporkan Ranti itu bergegas menuju kediaman Sang Ratu untuk memberi laporan tentang perkembangan terakhir Sahrul yang tak disangkanya itu.
“Izinkan hamba menghadap yang mulia. Ada hal penting yang perlu hamba sampaikan kepada yang mulia” sembah Mayang begitu menghadap Sang Ratu.
”Duduklah, Mayang. Berita apa yang hendak kau sampaikan sehingga kau datang menghadap padaku diluar waktu yang ditetapkan”
“Ampun yang mulia. Baru saja hamba menerima kedatangan Ranti yang datang memberi laporan akan halnya suaminya yang sudah mulai memikirkan jalan masuk dan berusaha mencari tahu tentang jalan yang pernah dilihatnya itu” kata Mayang memulai laporannya.
Diceritakannya semua apa yang dilaporkan Ranti kepadanya tadi. Namun tentang keraguan Ranti yang menganggap pikiran suaminya telah dikunci Sang Ratu tidak diceritakannya. Kalau hal ini diceritakannya tentu Sang Ratu akan sangat murka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar