“Maksud kamu.. pijatan yang
membuat aku siap tempur seperti kemarin?” tanya Sahrul.
“Ya... baru setelah itu...
gliran kita melakukannya” katanya tersipu.
“Bagaimana dengan istriku,
Ranti? Bagaimana kalau dia tahu aku melakukan ini dengan Sang Ratu dan kamu?”
tanya Sahrul begitu diingatnya betapa akan marahnya Ranti kalau dia tahu apa
yang sudah dilakukan suaminya yang baru saja mengawininya.
“Ranti tahu kamu diberi
kehormatan oleh Sang Ratu dan dia juga tahu apa bentuk kehormatan itu. Seorang
wanita akan sangat bahagia kalau
suaminya terpakai oleh Sang Ratu yang
menjadi sesembahannya” jelas Mayang.
“Hah... mana mungkin? Itu
namanya...”
“Tidak. Bagi kami ini adalah
suatu kehormatan yang dimiliki oleh suatu keluarga. Jadi dia tidak akan marah.
Justru dia akan sangat gembira kalau kamu bercerita bahwa kamu telah mengabdi sebagaimana
seharusnya kepada Sang Ratu” kata Mayang.
Tak tahu lagi entah perasaan
apa yang harusnya dirasakan oleh Sahrul. Yang jelas dia telah melakukan
hubungan badani yang begitu menggairahkan dengan Sang Ratu yang sangat cantik.
Ditambah dengan hubungannya yang dituntut Mayang. Dan nampaknya ini harus
dilakukannya setiap Minggu. Entah apa yang akan dihadapinya nanti di rumah,
yang jelas Sahrul tidak yakin kalau hal ini diceritakannya kepada istrinya,
Ranti akan menerima dengan senang hati. Mana ada istri yang akan bahagia kalau
suaminya dipakai wanita lain, Sang Ratu sesembahan mereka sekalipun. Apalagi
kalau kisah tambahannya dengan Mayang juga diceritakannya. Tentunya Ranti akan
semakin murka dn tidak mau meladeni dia lagi.
Berbagai pengandaian tentang
apa yang akan terjadi berkecamuk dibenak Sahrul. Namun begitu diingatnya kalau
dia harus setiap Minggu meladeni Sang Ratu dengan permainan yang menggairahkan
itu, alangkah indahnya hidupnya di Lubuk Lungun.
“Ada beberapa hal yang
menyangkut kewajiban dan tugas kamu selama tinggal dikampung ini yang harus
saya sampaikan sama kamu” kata Mayang.
“Apa itu?”
“Selama kamu tinggal di
kampung ini, kamu tidak diwajibkan mencari nafkah untuk keluarga kamu. Karena
nafkah untuk keluarga penduduk di kampung ini sudah dipenuhi oleh Yang Mulia
Sang Ratu Datuk Puti. Tinggal Sang Ratu membagi pekerjaan dan bentuk pengabdian
yang harus dilakukan abdinya sesuai dengan kebutuhan Sang Ratu” jelas Mayang.
“Ada yang tugasnya menimba
air, menyiapkan makanan, melayani kebutuhan hidup Sang Ratu, mengawal Sang Ratu
dan sebagainya” tambahnya.
“Lalu apa yang harus aku lakukan
dalam mengabdi pada Sang Ratu?” tanya Sahrul penasaran.
”Kamu diugaskan melayani
Sang Ratu untuk memenuhi kebutuhan bathinnya sebagaimana yang baru saja kamu lakukan.
Apa yang kamu lakukan kemudian harus pula kamu lakukan pada saya. Karena saya
adalah kepercayaan Sang Ratu yang harus juga menikmati apa yang menjadi milik
Sang Ratu” jawab Mayang.
“Kenapa harus itu yang saya
lakukan? Bukankah hal itu bisa menjadi selingan disamping saya melakukan
tugas-tugas lainnya?” tanya Sahrul tambah penasaran.
“Tugas kamu disini sudah
ditentukan. Kamu harus melayani kebutuhan
bathin istrimu, Sang Ratu dan aku. Tugas lain tidak perlu kamu lakukan
karena kamu harus mampu menjamin kelangsungan hidup kaum kami agar tetap
berkembang biak dan bertambah banyak”
“Hah... apa?”
“Tidak semua lelaki di
kampung ini memiliki kemampuan untuk memberikan keturunan kepada kami. Kamu
bisa dan kamu harus melakukannya kepada kami bertiga sekaligus” jelas Mayang.
“Mana mungkin” pikir hati
Sahrul.
Tidak pernah terbayangkan
sebelumnya dibenaknya kalau dia harus meladeni keinginan birahi ketiga wanita
tercantik di kampung ini. Apalagi selama ini dalam hubungan seks ketiga wanita
ini sangat buas dan sangat sulit memuaskannya. Apalagi Sang Ratu yang sangat
lihai dalam permaian itu sehingga sulit untuk memuaskannya. Namun setelah
dipikir dan dibayangkan kembali oleh Sahrul akhirnya dia tersenyum sendiri
betapa tidak selama dia melakukan hubungan itu, ketiga wanita itu justru lebih
menikmati hubungan itu. Bahkan dirasakannya dirinya juga lebih kuat dan tak kekurangan
tenaga sedikitpun dalam meladeni keinginan mereka. Mungkin ada pijatan-pijatan
misterius yang mereka miliki sehingga Sahrul merasa kuat dan mampu memuaskan
nafsu birahi ketiga wanita cantik itu.
“Mungkin aku adalah
satu-satunya lelaki pertama dan paling bahagia di kampung ini. Apalagi sewaktu
melakukan hubungan dengan Sang Ratu kemarin nampaknya dia masih perawan”
pikirnya sambil tersenyum bahagia. Diikutinya petunjuk-petunjuk yang diberikan
Mayang akan apa yang harus dilakukannya selama hidup di kampung itu. Tidak
banyak kewajiban yang harus dilakukan oleh Sahrul. Yang jelas semua tujuan dari
pelaksanaan kewajibannya sebagai warga baru di kampung itu hanyalah membahagiakan
istrinya dan meladeni Sang Ratu serta Mayang. Tidak ada pekerjaan lain yang
harus dilakukannya.
Sahrul merasa aneh dan risih
karena dirinya hanya diwajibkan meladeni istrinya setiap malam dan setiap hari
Minggu dia harus datang sendiri ke Istana Sang Ratu untuk melakukan
pengabdiannya. Tidak ada tugas lain baik dalam hidup bermasyarakat maupun
mencari nafkah yang harus dilakukannya. Semata-mata hanya melayani nafsu birahi
ketiga perempuan itu.
“Bagaimana mungkin saya
sanggup melakukannya setiap saat?” tanyanya.
“Ranti akan memandu kamu
untuk selalu menikmati hidup kalian berdua. Dan untuk disini, saya akan memandu
kamu agar mampu menghadapi permainan Sang Ratu dan saya” jelas Mayang.
Tidak ada basa basi atau
perasaan sungkan yang dirasakan Mayang ketika menyampaikan tugas-tugas yang
harus dilakukan oleh Sahrul itu. Apalagi menyangkut apa yang harus dilakukan
Sahrul kepada dirinya juga tidak membuat Mayang harus malu seakan hal itu sudah
menjadi hak Mayang dan kewajiban bagi Sahrul.
Dengan berbagai perasaan
aneh dan bingung Sahrul kembali pulang ke rumah Ranti. Seperti halnya kemarin,
sekarangpun dia pulang diiringi oleh rombongan pengantar yang jumlah dan
orangnya tetap seperti kemarin. Bahkan waga kampung yang mengelu-elukannya
dijalanpun seperti halnya kemarin. Seakan dia baru saja lewat dijalanan itu
beberapa jam yang lalu karena warga kampung itu nampaknya belum juga bubar.
Sesampainya didepan rumah
Ranti dilihatnya kemeriahan pesta perkawinannya masih berlangsung. Bahkan saat
ini yang menunggu kedatangannya lebih banyak lagi jumlahnya. Bukan hanya karena
hari ini Sahrul akan pulang, namun hari ini adalah hari terakhir pesta panjang
yang digelar keluarga Bandri sehingga tetamu yang berdatanganpun cukup banyak.
Memasuki halaman rumah itu, Basir kepala rombongan hulubalang Sang Ratu
mendahului langkah Sahrul dan dengan menunjukkan kewibawaannya dia tampil
menghadapi rombongan tuan rumah yang sudah menunggu kedatangan mereka
mengembalikan penganten pria.
“Penganten sudah menghadap
Sang Ratu. Pengabdiannya telah diterima dengan baik oleh Sang Ratu dan tugas
kamipun telah selesai. Terimakasih atas kerjasamanya, Bandri” katanya.
“Hamba juga mengucapkan
terimakasih atas kehormatan yang diberikan kepada keluarga kami, tuan. Sampaikan
juga sembah sujud dan terimakasih kami kepada Yang Mulia Sang Ratu” jawab
Bandri.
“Baiklah” jawab Basir
singkat. Tak lama berselang kepala rombongan itu berlalu membawa anak buahnya
yang sedari kemarin setia mendampingi Sahrul menghadap Sang Ratu.
“Mari kita masuk, Bang.
Bagaimana dengan pengabdianmu? Apakah Sang Ratu senang menerimanya?” tanya Ranti
tak sabaran sambil mengajak suaminya itu masuk kerumah.
“Biasa-biasa saja. Sang Ratu
nampaknya senang dengan pengabdian yang aku persembahkan” jawab Sahrul. Namun
dihatinya masih terganjal suatu masalah besar yang menjadi pertanyaan yang tak
sanggup ditanyakannya. “Apakah Ranti tahu apa bentuk pengabdian yang diminta
Sang Ratu dariku?” pikirnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar