Jumat, 27 Februari 2015

Penganten Rang Bunian (Part 32)



“Sangat sulit bagi kita untuk melawan kekuatan pikiran suamimu itu Ranti. Nampaknya dia begitu penasaran dan berpikir keras untuk mengingat jalan masuk ini. Satu-satunya cara yang mungkin bisa membuat dia melupakan jalan ini hanyalah dengan menjaga jalan ini setiap hari dari pengaruh pikiran suamimu yang semakin hari semakin membuka terang jalan ini”
“Caranya, Yah?”
“Kita harus setiap hari datang dan membacakan mantera ke sini. Disamping itu kamu juga harus berusaha membaca pikiran dan mengendalikan pikiran suamimu itu”

“Sudah aku coba, Yah. Tapi nampaknya butuh waktu lama untuk mengembalikan kemampuanku membaca pikiran Sahrul. Tentu aku harus membuang perasaanku dulu sebelum aku bisa lebih jernih membaca pikirannya. Sedang untuk membuang perasaan yang terlanjur ada ini sangat sulit bagiku” keluh Ranti.
“Kalau memang kita sudah menyerah betul, sebaiknya kita minta bantuan yang mulia Sang Ratu Datuk Puti agar dia juga bisa turun tangan membantu kamu mengembalikan kemampuan kamu membaca pikiran suamimu itu dan mengendalikannya”
“Susah, Yah. Aku malu pada Puteri Mayang karena tidak terkendalinya kelakuan suamiku ini adalah karena kesalahan aku semata. Lebih baik kita coba usahakan sendiri jalan apa yang patut kita tempuh untuk mencegah dia mengingat jalan ini. Kalau memang tidak bisa betul baru kita meminta bantuan yang mulia Sang Ratu”
“Ya. Dia memang harus menghilangkan ingatannya akan jalan ini. Kalau dia tahu jalan ini adalah pintu masuk yang kamu gunakan sewaktu membawanya masuk kesini dulu, tanpa dibersihkannyapun jalan ini akan terbuka sendiri dan dia dengan leluasa bisa saja kembali ke kampungnya”
“Itu yang aku takutkan, yah” kata Ranti merinding membayangkan suaminya akan meninggalkan dia begitu saja.
Berbagai bacaan-bacaan magic diucapkan Bandri yang entah karena apa nampaknya kali ini sangat sulit untuk melakukannya. Biasanya untuk melakukan sesuatu yang bertujuan membuat Sahrul melupakan hal-hal yang pernah dialaminya sangat gampang bagi Ranti karena selama ini pengendalian atas apa yang dipikirkan Sahrul sepenuhnya berada ditangan Ranti. Namun semenjak dia begitu mengagungkan dan mencintai suaminya itu, perasaan sayang dan cintanya telah memperngaruhi kemampuannya untuk membaca apa yang terlintas dalam pikiran Sahrul.
Malam itu, ketika Sahrul menyampaikan berita ditemukannya jalan itu, kendati kecewa, namun Ranti berusaha untuk menunjukkan kemarahannya. Sebenarnya dia memang tengah bersiap-siap untuk pergi ke jalan itu bersama ayahnya. Hanya saja untuk menunjukkan ketidaksenangannya itu, dia pura-pura marah karena suaminya yang masih juga berusaha mencari jalan itu. Kalau saja Sahrul tahu bahwa istrinya itu telah bersiap-siap untuk pergi ke jalan itu, tentu dia akan curiga akan maksud Ranti merusak jalan itu dengan kekuatan magic yang dimilikinya dan digabungkan dengan kekuatan ayahnya.
Akan halnya bayangan mereka yang membawa suluh yang nampak dari kejauhan oleh Sahrul sama sekali tidak diketahui oleh Sahrul bahwa bayangan itu adalah bayangan Ranti dan Bandri. Untung saja waktu itu Sahrul tidak berani mendekati mereka. Kalau saja Sahrul nekad mendekati mereka tentu dia akan sangat kaget karena istri dan mertuanya itu telah merusak jalan yang baru saja ditemukannya kembali.
Sepulangnya dari pengabdiannya di istana Sahrul kembali melewati jalan yang kemarin di temukannya. Jalan itu masih nampak jelas oleh Sahrul. Namun sebagian ujung jalan yang pendek itu seakan tertutup belukar yang telah lama tumbuh.
“Aneh sekali. Baru kemarin aku menyianginya, sekarang jalan itu sudah hampir tertutup kembali. Kenapa begitu cepat pepohonan ini tumbuh?” kata hatinya tak habis pikir.
Dicobanya untuk kembali melanjutkan pekerjaan merambah belukar itu. Kendati belukar ini sudah memenuhi badan jalan, tetap saja ketika Sahrul menguakkannya tidak mengalami kesulitan. Apalagi dilhatnya tidak banyak belukar yang tumbuh di badan jalan. Sebagian besar dari belukar itu justru tumbuh dipinggir jalan dan condong ke arah jalan sehingga jalanan tertutup.
Tak ingin mebuat istri dan mertuanya bertanya-tanya akan keterlambatannya, Sahrul hanya sebentar saja menyiangi jalan itu. Dibenaknya sudah tersusun rencana untuk menyiangi jalanan ini hanya pada waktu dia pulang dari istana saja. Sedang dihari-hari lain dia bermaksud untuk tidak melakukannya agar istrinya tidak curiga lagi dan mengadukannya kepada Sang Ratu. Apalagi Sang Ratu telah berpesan melalui Mayang agar dia benar-benar membahagiakan istrinya agar tidak lagi melaporkan hal-hal yang terjadi diantara mereka kepada Sang Ratu.
“Kok terlambat pulangnya, Bang?” sapa Ranti lembut. Tidak tampak lagi kemarahan di wajahnya.
“Mayang meminta pelayanan lebih. Oh, ya... kapan adik pulang. Kemarin abang cari-cari sampai larut malam tapi adik tidak tampak. Kemana kemarin itu?” tanyanya penasaran.
“Biasalah, Bang. Ayah minta ditemani menemui kerabat di kampung seberang”
“Kok enggak bilang dulu sama abang? Masih marah ya?”
“Ah.. tidak juga. Cuman memang kebetulan ayah perlunya mendadak”
“Ya, sudah. Abang capek, nih. Kita istirahat dulu, yuk” katanya tidak ingin melanjutkan pembicaraan yang bisa-bisa malah menimbulkan pertengkaran baru. Dirangkulnya istrinya itu kekamar. Ranti hanya menurut. Diapun tidak ingin memperpanjang masalah. Apalagi rasa rindu untuk segera merengguk kenikmatan duniawi sudah tidak bisa dibendungnya.
Hari-hari berlalu. Tidak satu patah katapun yang disampaikan Sahrul menyangkut keberadaan jalan atau apa yang disampaikan Mayang kepada Ranti. Rantipun tidak ingin mempersoalkan jalan yang selalu menjadi bahan pikiran suaminya. Kendati demikian setiap pulang dari istana Sahrul berusaha untuk membersihkan jalan yang masih mebuat dia penasaran itu. Setiap saat juga dicobanya untuk memikirkan ikhwal jalan itu dan apa hubunganya dengan dirinya sehingga dia begitu merasa terikat akan keberadaan jalan itu.
Ranti sendiri juga kendati tidak pernah mendengar cerita dari suaminya akan keberadaan jalan itu, namun dia masih menaruh curiga karena setiap pulang dari istana suaminya selalu terlambat. Segala upaya dilakukannya untuk menutup jalan itu dari pikiran suaminya. Namun tetap saja jalan itu secara magic tak mampu ditutupnya. Memang ada pengurangan jarak jalan. Namun tetap saja jarak jalan itu semakin jauh karena disamping otot Sahrul yang selalu membersihkannya setiap seminggu sekali, pikirannya pun selalu diarahkannya kesana sehingga sangat menyulitkan Bandri dan Ranti yang dengan diam-diam berusaha menutup jalan setiap kali Sahrul berusaha membukanya.
Dalam kesehariannya, anatara Sahrul dengan Ranti seakan tidak terjadi apa-apa dan hubungan mereka semakin mesra saja. Namun dibalik itu masing-masing mereka menyimpan rahasia. Dimana Sahrul merahasiakan masalah pekerjaannya membersihkn jalan, sedang Ranti dan Bandri yang mengetahui akan usaha Sahrul itu juga berusaha menutup jalan namun tidak berhasil.
Hari-hari terakhir ini Ranti sering kali keluar rumah. Bahkan kepergiannya dengan ayahnya itu hampir seiap hari. Bahkan terkadang mereka bermalam ditempat yang tidak pernah diketahui oleh Sahrul. Kontan saja kesibukan Ranti dan ayahnya itu memberi kesempatan yang sangat luas kepada Ratih untuk menikmati cumbuan maut Sahrul yang dulunya hanya sekali seminggu didapatkannya. Setiap Ranti dan Bandri pergi, tak ayal lagi Ratih sudah meluruk ke kamar anaknya untuk segera menjumpai Sahrul. Sahrul yang semakin lama semakin berusaha untuk tidak menunjukkan perubahan pada dirinya itu dengan senang hati melayani keinginan nakal Ratih yang seakan-akan tidak ada puasnya itu.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar