Ranti dan Sahrul yang dari
tadi menunggu-nunggu kedatangan rombongan penjemput tak ketinggalan berdiri
seraya menfokuskan pandangannya kearah pintu. Sinaran mata yang berseri-seri
terpancar dari mata Ranti nan indah. Entah apa yang akan diperoleh suaminya
dihadapan Sang Ratu nantinya, namun dari mimik mukanya yang menunjukkan
kebahagiaan itu nampaknya Ranti sudah mengetahui apa yang akan dialaminya
suaminya nanti.
“Selamat datang, Tuan. Selamat
datang digubuk kami ini” kata Bandri menyambut rombongan orang-orang
kepercayaan Sang Ratu yang berjumlah tujuh orang laki-laki perkasa dan
berperawakan atletis.
“Terimakasih, Bandri. Kami ditugaskan
oleh Sang Ratu Datuk Puti untuk menjemput mempelai pria untuk menghadap kepada
beliau sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan” jawab orang yang menjadi
tangan kanan Sang Ratu itu.
Memang selama Sahrul berada
di Kampung Lubuk Lungun dan mengetahui sedikit tentang keberadaan Sang Ratu,
dilihatnya segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan Sang Ratu secara
langsung diatur oleh lelaki berperawakan besar dan berpakaian rapi ini. Sedang
para anggota rombongan yang mendampinginya tidak semuanya dikenal atau pernah
dilihat Sahrul karena mereka yang mendampingi orang kepercayaan Sang Ratu itu
bisa saja berganti-ganti.
“Kami telah siap, tuan. Mempelai
pria juga sudah siap sejak semula. Tinggal menunggu tuan-tuan menjemputnya saja”
tukas Bandri yang masih menundukkan kepala ketika berbicara dengan utusan Sang Ratu
itu.
Dipersilakannya utusan Sang Ratu
masuk guna menemui Sahrul, sementara Sahrul dan Ranti turun dari pelaminan
menyambut kedatangan utusan Sang Ratu tersebut.
“Selamat datang, Tuan. Kami telah
siap untuk memenuhi panggilan Sang Ratu” kata Sahrul sembari memberi hormat.
Dibiarkannya rombongan
utusan Sang Ratu itu masuk dan mengambil tempat disudut ruangan untuk kemudian
bersama-sama mereka duduk sejenak. Tak lama berselang, hidangan yang sedari
tadi sudah disediakan oleh tuan rumah untuk menyambut merekapun telah dicicipi oleh
ketujuh orang rombongan itu.
Begitu orang itu mengucapkan
rasa terimakasihnya, seluruh anak buah yang mendampinginya tidak ada lagi yang
mencicipi makanan. Semuanya berdiri dalam posisi siap untuk berangkat.
“Hamba juga mengucapkan rasa
terimakasih atas kehadiran dan kesediaan tuan-tuan mampir digubug kami ini. Tak
lupa kami mohon maaf apabila ada hidangan ataupun perkataan atau sikap kami
yang kurang berkenan dihati tuan-tuan. Selanjutnya kami persilakan tuan-tuan
membawa mempelai menghadap Sang Ratu Datuk Puti” jawab Bandri penuh basa-basi
dan kesopanan.
”Mari kita segera berangkat”
kata orang kepercayaan itu kearah Sahrul tanpa menyebut nama Sahrul. Dipersilakannya
Sahrul berjalan duluan, sementara ketujuh orang rombongan itu mengikutinya dibelakang.
Tak ada satu orangpun dari pihak keluarga Ranti yang mendampingi keberangkatan
Sahrul menghadap Sang Ratu. Seakan mereka sudah memahami tradisi apa yang akan
dilalui Sahrul dalam menghadap Sang Ratu yang mereka junjung tinggi tersebut.
“Aku pergi dulu, Ranti” kata
Sahrul pamit kepada istrinya.
“Silakan, Bang. Turuti apa perintah
Sang Ratu tanpa ada penolakan atau pembangkangan sedikitpun. Beliau adalah
penguasa kita yang harus kita junjung tinggi titah dan sabdanya” pesan Ranti
melepas kepergian suaminya.
Tidak terlihat kesedihan
diwajah istrinya itu. Justru rona kebahagiaan yang terpancar diraut muka nan
cantik itu. Betapa tidak, dia dihari penobatan perkawinan mereka sudah
mengetahui adanya kehormatan dan pemberkatan yang diberikan Sang Ratu kepada
pasangannya. Apalagi kepergiaan Sahrul kali ini hanya untuk menemui Sang Ratu
dalam waktu satu hari saja. Untuk merindukannya hanya dalam satu malam saja
terlalu berlebihan rasanya bagi Ranti mengingat semenjak mereka kenal sampai
mereka kawin dan terakhir tadi malam sudah tak terhitung berapa kali mereka
melakukan hubungan yang seakan tak pernah puas-puasnya mereka lakukan.
Keluar dari rumah Bandri
diringi oleh rombongan penjemput, Sahrul masih menyaksikan betapa dijalanan
orang-orang kampung itu masih mengelu-elukan dirinya seakan menjadi orang yang
paling bahagia didunia. Dari ungkapan kegembiraan yang dikemukakan oleh warga
kampung dijalanan yang dilalui itu, terasa sekali bagi Sahrul bahwa pemberkatan
dan kehormatan yang diberikan Sang Ratu dalam upacara ritual pemberkatan mereka
beberapa hari yang lalu itu memang sangat berpengaruh ditengah-tengah warga. Bahkan
dengan adanya kehormatan yang diberikan Sang Ratu dengan Kehormatan Tingkat II
membuat Sahrul nampaknya berada setingkat atau beberapa tingkat diatas
kebanyakan warga lainnya. Entah apa yang dimaksud dengan dengan kehormatan
tingkat II seperti yang diberikan Sang Ratu sewaktu mengucapkan pemberkatan
perkawinan mereka yang jelas Sahrul merasakan dampaknya sekarang betapa dia
rasanya sangat dielu-elukan dan dihormati warga desa itu.
Sudah berapa belokan jalan
dilalui rombongan itu dan sudah berapa jauh jarak yang mereka tempuh tak
dihitung Sahrul. Namun disepanjang jalan itu tak putus-putusnya warga mengelu-elukan
dirinya sebagai lelaki yang sangat beruntung. Dari panjangnya kerumunan warga
yang menunggu lewatnya rombongan ditepi jalan itulah makanya Sahrul tahu jalan
mana yang harus ditempuhnya. Karena sedari tadi dia tidak mendengar aba-aba
atau petunjuk yang diberikan oleh anggota rombongan tentang arah yang harus
mereka tuju. Apalagi Sahrul berjalan paling depan dan dia tak tahu arah mana
Istana Sang Ratu. Untungnya dengan berpedoman kepada kerumunan orang dipinggir
jalan yang membentuk pagar jalanan itu Sahrul bisa meyakini bahwa jalan itulah
yang harus mereka tuju.
Selama dalam perjalanan
tersebut memang tidak ada satu katapun yang terdengar dari para anggota rombongan
yang menjemputnya. Jangankan untuk mengajak dia ngobrol untuk mencairkan
suasana, pembicaraan diantara mereka sesama anggota rombonganpun tidak terdengar
sedikitpun di telinga Sahrul. Beberapa kali Sahrul menoleh kebelakang untuk
menyaksikan apa yang mereka lakukan dalam diamnya. Namun tetap yang nampak
hanyalah wajah-wajah serius yang sedang menjalankan tugas dengan penuh rasa
tanggung jawab.
Memasuki belokan tajam
disebelah kanan yang baru kali ini dilalui Sahrul selama tinggal di desa itu,
dilihatnya ada sepasukan pengawal yang sedang bersiaga yang nampaknya
dipersiapkan untuk menyambut kedatangan mereka.
Sahrul sangat terkesima
menyaksikan betapa penyambutan dan sikap yang ditunjukkan warga di Kampung
Lubuk Lungun sangat berlebihan kepadanya.
”Apakah memang mereka
menghormati aku sebagai warga kehormatan, atau memang ini tradisi mereka dalam
menghadapi perkawinan warganya?” pikir hati Sahrul mulai bertanya-tanya.
Apalagi dilihatnya
kedatangannya menghadap Sang Ratu nampaknya bukan merupakan bagian dari acara
perkawinan yang rutin, dan hanya pada pesta-pesta perkawinan tertentu saja yang
diberikan kehormatan untuk menghadap Sang Ratu.
Begitu rombongan melewati
tikungan yang dijaga oleh sepasukan pengawal itu, tanpa aba-aba, pasukan
tersebut mengiringi rombongan dari belakang. Semakin ramailah rombongan
pengantar Sahrul. Tentu saja Sahrul semakin merasa tersanjung dengan kenyataan
yang dialaminya sekarang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar