Jumat, 27 Februari 2015

Penganten Rang Bunian (Part 31)



Dalam perjalanan pulang, bukan lagi keberadaan istrinya yang entah dimana yang dipikirkan Sahrul. Yang ada di benaknya saat ini adalah keberadaan orang yang terlihat membawa suluh dari kejauhan tadi. Padahal dia sendiri kemarin menelusuri jalan itu dan ternyata jalan itu hanya terbuka beberapa puluh meter saja. Sedang jarak orang yang membawa suluh tadi tidak kurang dari tiga ratus meter dari jarak jalan dimana Sahrul berdiri.
Dirumahpun tidak dihiraukannya lagi belum pulangnya istrinya sedari tadi. Namun untuk tidak menimbulkan kecurigaan Ratih akan perginya anaknya itu, Sahrul menanyakan juga keberadaan Ranti kepada ibunya itu.
“Biar sajalah. Dia sedang pergi dengan suamiku mencari sesuatu yang mungkin saja dibutuhkannya. Besok juga dia pasti akan pulang” jawab Ratih enteng. Nampaknya kepergian Ranti memberi kebahagiaan tersendiri bagi Ratih karena kepergian anaknya itu berarti memberi kesempatan bagi Ratih untuk mengambil jatahnya dengan Sahrul.

Kendati masih memikirkan jalan yang diterangi sedikit cahaya suluh nun jauh disana, namun Sahrul tetap memberikan pelayanan kepada Ratih semalaman itu. Tak ingin dia mengecewakan wanita-wanita yang selama ini menerima kehangatan darinya. Walau saat ini keberadaan istrinya sendiri belum diketahuinya secara pasti.
Siang itu, usai memberikan pelayanan kepada Sang Ratu dan Mayang, Sahrul yang terlihat sedikit termenung ditegur oleh Mayang.
“Tak biasanya kamu bertingkah aneh seperti ini?”
“Ah... tidak apa-apa. Kenapa? Apakah pelayananku kurang memuaskan?”
“Tidak. Justru pelayananmu sangat memuaskan. Namun kulihat kamu agak sedikit murung. Ada masalah apa?”
“Ratih, istriku. Dia pergi sejak kemarin malam. Entah kemana, aku sendiri juga tak tahu”
“Nampaknya saya perlu memberi nasehat sama kamu. Sebelum istrimu pergi, siangnya dia kesini”
“Ranti kesini? Ada perlu apa dia kesini?” tanya Sahrul kaget. Tak diduganya istrinya begitu nekad mendatangi istana untuk menanyakan masalah dia dengan Sang Ratu atau dengan Mayang.
“Dia kesini mengadukan sikap kamu yang aneh akhir-akhir ini”
“Perasaan selama ini aku tidak berubah sama dia. Apa yang dilaporkannya?” tanya Sahrul semakin penasaran.
“Akhir-akhir ini kamu sering pergi mencari jalan yang menurut kamu mengingatkan kamu pada sesuatu yang entah apa kamu sendiri juga tidak tahu. Apa betul?”
“Oh, itu. Memang pernah aku melihat jalan yang entah kapan aku merasa pernah melewatinya. Tapi entah kapan, aku sendiri juga tak tahu. Dan hal itu aku ceritakan pada istriku” kata Sahrul berusaha untuk tidak menceritakan semuanya kepada Mayang. Dia sendiri merasa yakin kalau apa yang dilihatnya akan jalan itu kemarin juga tidak diketahui oleh istrinya.
“Entah ceritamu itu betul atau tidak, sebetulnya saya tak ingin mencampuri urusanmu dengan istrimu. Tapi kalau boleh saya menasehati, apalagi Sang Ratu juga menyuruh saya untuk menasehati kamu, sebaiknya kamu lupakan saja masalah jalan yang entah dimana dan kapan kamu temukan itu. Itu semua demi keutuhan keluarga kamu dan kebahagiaan istrimu Ranti. Ikuti apa yang disampaikan oleh istrimu. Apapun yang dikatakannya adalah kebenaran yang harus kamu ikuti. Hanya itu yang bisa aku sampaikan” tutup Mayang.
“Sebetulnya tidak ada masalah antara aku dengan istriku. Akupun jadi bingung kenapa tiba-tiba dia pergi malam tadi dan kenapa juga dia mengadukan ikhwal aku kesini?”
Sebetulnya Mayang sudah tidak ingin membicarakan masalah itu, tapi karena Sahrul nampaknya masih penasaran dan tidak mau terima apa yang dikeluhkan istrinya, terpaksa Mayang tetap meladeni Sahrul membicarakan masalah keluarganya.
“Sebetulnya kamu beruntung dapat istri setabah dan sesetia Ranti itu. Bagaimanapun kesibukan kamu meladeni kami berdua dan mertuamu sendiri, namun istrimu tetap memberi kehangatan kepadamu”
“Mertuaku? Kenapa kamu...”
“Tidak usah kamu tutup-tutupi. Kami semua mengetahuinya. Istrimupun tahu akan permainan gilamu dengan Ratih, mertuamu itu. Tapi sebagai istri yang baik dia tetap menghargai kamu”
“Mungkin kalian salah duga. Antara aku dengan mertuaku tak ada apa-apa yang mesti dicurigai. Kami hanya....”
“Tidak perlu kamu tutup-tutupi. Kami tidak menyalahkanmu. Bahkan kami bangga kalau kamupun ditengah kesibukan meladeni kami masih sempat memberi kehangatan kepada orang lain. Kami tahu kamu juga menikmatinya” pancing Mayang.
Mendengar ucapan Mayang, tak ada lagi yang bisa dibantah oleh Sahrul. Bahkan dia sendiri tanpa sadar membayangkan permainan apa yang telah dilakukannya dengan Ratih selama ini yang memiliki ciri khas permainan dan kenikmatan tersendiri. Tak ayal lagi sembari membayangkan betapa indahnya permainan dengan Ratih yang memberikan kenikmatan dan gaya permainan tersendiri itu membuat birahi Sahrul kembali bergejolak. Dengan senyum nakal diliriknya Mayang yang sedari tadi menunggu tanggapan Sahrul atas pancingannya tadi.
Alangkah kagetnya Mayang karena tanggapan yang diberikan Sahrul ternyata bukan jawaban atau pembelaan diri, tapi justru permainan gila yang disuguhkan Sahrul kepadanya sehingga dengan jeritan kecil yang nakal Mayang kembali bisa menikmati pergulatan kedua dengan Sahrul di siang itu.
Sahrul hanya tertawa geli melihat hasrat birahi yang ditumpahkannya pada Mayang mendapat respon yang luar biasa dari Mayang. Alangkah mudahnya membuat wanita-wanita itu lupa akan kemarahannya, pikir Sahrul.
Namun dalam hati Sahrul bertekad untuk tidak menceritakan lagi atau berterus terang akan apa yang dipikirkannya tentang jalan itu yang harus diakuinya semakin membuat dia penasaran dan yakin kalau dia punya kaitan sejarah dengan jalan itu.
Tanpa diketahui Sahrul ternyata orang yang malam tadi berjalan ditengah jalan yang selama ini dicari Sahrul adalah istrinya sendiri yang ditemani oleh Bandri. Kendati menyadari kalau luputnya Sahrul dari kontrolnya selama ini adalah akibat perasaan Ranti yang ikut larut dalam permainan itu, namun untuk menghilangkan kembali jalan yang telah terlanjur ditemukan Sahrul untuk kedua kalinya itu tidaklah mudah. Makanya dia kembali minta bantuan ayahnya Bandri untuk segera menghilangkan jalan yang selama ini dicari suaminya.
“Aku tak ingin Sahrul kembali mengingat jalan itu. Tolonglah ayah lakukan dengan sebaik-baiknya agar dia tidak lagi berpikir kearah jalan itu. Sebab semakin kuat perasaan dan pikirannya ke arah jalan ini, akan membuat jalan ini semakin terbuka bagi dia untuk mengingat dan menemukan ujung jalan ini” pinta Ranti pada ayahnya.
“Tapi kamu juga harus berusaha keras untuk bisa mengendalikan perasaanmu agar kamu bisa membaca pikiran suamimu dan mengendalikannya” jawab Bandri yang juga takut kehilangan menantu seperti Sahrul.
Kedua anak beranak itu bekerja keras melakukan sesuatu hal yang akhirnya diharapkan akan membuat Sahrul lupa akan jalan itu dan kenangan yang pernah dialaminya dibalik jalan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar